Jika kita mundur sedikit, melihat contoh kasus seperti korupsi yang dilakukan oleh Nazarudin, Anas Urbaningrum, Ratu Atut atau Artalyta, yang semuanya tidak mampu menyentuh tokoh puncak pimpinan kejahatan.
Maka tidak salah jika banyak orang yang mengatakan bahwa semua yang kena sebenarnya sedang apes dan mengalami musibah. Bahkan jika secara ekstrem bisa dibilang mereka cuma pion yang harus dikorbankan untuk melindungi tokoh yang lebih tinggi lagi.
Pada kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden yang saat ini menghebohkan jagat Nusantara. Sejak terkuaknya kasus itu, sebelum masa persidangan dimulai saja, publik sudah dibuat terbelah menjadi banyak pendapat.
Banyak yang berpendapat Setya Novanto memang salah, ada yang berpendapat pelapor/pengadu Sudirman Said punya maksud tersembunyi, ada juga yang menyebut Luhut dan lain sebagainya. Tapi mirisnya adalah pendapat saya sendiri yaitu semua akan berujung dengan politik “TELETUBBIES” yaitu “CIPIKA CIPIKI dan BERPELUKAN”.
Ketika ada berita tentang Papa Minta Saham, saya tidak kaget, heran atau bingung, karena sudah sependek pengetahuan saya, sering terjadi pejabat minta saham kosong pada satu perusahaan. Begitu juga para pencari berita yang aktif dilapangan, pasti lebih tahu lagi soal ini. Hanya saja, untuk membuktikan pejabat minta saham bukan perkara mudah. (seperti yang sudah saya tulis diatas)
Yang menjadi masalah itu sekarang menjadi besar dan sangat heboh, pejabat tinggi negara yang meminta saham, dianggap membawa serta (mencatut) nama presiden dan wakil presiden yang notabene berada dalam kubu politik yang berseberangan.
Makanya, kenapa kasus ini erat tarik menarik dukungan politik dan penuh lobi lobi politik. Dan mengapa kasus ini lebih dulu disidang dalam kode etik DPR yang penuh unsur politiknya, bukan langsung ke ranah hukum. (bisa juga dilihat sikap Luhut yang seakan tidak perduli)
Karena sangat jelas bahwa kasus ini adalah kasus politik, seperti yang dikatakan Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, bahwa ini sinetron antar geng atau dua kubu istana yang berebut kue.
Dianggap mencatut nama presiden dan wakil presiden itu hanya salah satu celah yang bisa memperkarakan Setya Novanto.
Ini sedikit cuplikan percapakannya.
(MR: Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20%, ambillah 11% kasihlah Pak JK 9%. Harus adil, kalau enggak ribut.)