Mohon tunggu...
mhmmadzakimauludi
mhmmadzakimauludi Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Mahasiswa

Saya suka bermain komputer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Credit Analyst

12 Desember 2024   19:30 Diperbarui: 12 Desember 2024   19:17 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

No 7
1. Aktiva Lancar
Aktiva lancar adalah aset yang bisa dengan mudah dicairkan atau diubah menjadi uang tunai dalam waktu kurang dari satu tahun, seperti kas, piutang usaha, dan persediaan.

Risiko:

Risiko Likuiditas: Ada kemungkinan perusahaan tidak bisa mencairkan aktiva lancar dalam waktu yang diharapkan, terutama jika ada masalah dalam penagihan piutang atau persediaan yang tidak laku dijual.
Contoh:

Piutang Usaha: Jika perusahaan tidak bisa menagih piutang dari pelanggan dalam waktu yang ditentukan, ada risiko terjadinya piutang tak tertagih.
Persediaan Barang: Jika barang dalam persediaan tidak laku atau rusak, perusahaan bisa mengalami kerugian.
2. Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dilakukan perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun, seperti saham, obligasi, atau kepemilikan properti.

Risiko:

Risiko Pasar: Nilai investasi bisa turun karena fluktuasi pasar, misalnya harga saham yang tiba-tiba anjlok.
Risiko Likuiditas: Sulit untuk menjual investasi jangka panjang dengan cepat tanpa menanggung kerugian.
Contoh:

Saham: Jika perusahaan berinvestasi pada saham, harga saham tersebut bisa turun akibat kondisi pasar yang buruk.
Obligasi: Jika suku bunga naik, nilai obligasi yang dimiliki perusahaan bisa turun.
3. Aktiva Tetap
Aktiva tetap adalah aset berwujud yang digunakan dalam operasi perusahaan dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, seperti gedung, mesin, dan peralatan.

Risiko:

Risiko Penyusutan: Aktiva tetap mengalami penyusutan nilai seiring waktu, yang bisa mengurangi nilai buku aset tersebut.
Risiko Kerusakan atau Kehilangan: Jika terjadi kerusakan atau kehilangan pada aktiva tetap, perusahaan bisa mengalami kerugian besar.
Contoh:

Gedung atau Mesin: Jika mesin pabrik rusak dan memerlukan biaya perbaikan yang besar, perusahaan mungkin harus mengeluarkan banyak uang untuk memperbaikinya.
4. Aktiva Tetap Tak Berwujud
Aktiva tetap tak berwujud adalah aset yang tidak memiliki bentuk fisik tetapi tetap memiliki nilai, seperti hak paten, merek dagang, atau hak cipta.

Risiko:

Risiko Penurunan Nilai (Impairment): Nilai aset tak berwujud bisa turun secara signifikan jika tidak bisa menghasilkan manfaat ekonomi seperti yang diharapkan.
Risiko Pelanggaran atau Sengketa Hukum: Ada risiko pelanggaran hak kekayaan intelektual, yang bisa membuat perusahaan terlibat dalam sengketa hukum.
Contoh:

Paten: Jika perusahaan memiliki paten tetapi ada pelanggaran hak cipta oleh pihak lain, perusahaan bisa kehilangan pendapatan dari hak paten tersebut

Referensi:Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., dan Warfield, Terry D. Intermediate Accounting. Jakarta: Salemba Empat, 2011.

No 17
Ketika perusahaan menganalisis kewajiban (utang) seperti kewajiban lancar, kewajiban jangka panjang, kewajiban lain-lain, dan utang yang didistribusi, perusahaan akan melihat kemampuan mereka untuk membayar utang dan memahami risiko yang mungkin muncul. Berikut penjelasan sederhana mengenai setiap kewajiban dan bagaimana perusahaan menganalisisnya:

1. Kewajiban Lancar
Kewajiban lancar adalah utang atau kewajiban yang harus dilunasi dalam waktu kurang dari satu tahun, seperti utang dagang, utang pajak, atau utang gaji.

Analisis:

Likuiditas: Perusahaan akan melihat apakah mereka memiliki cukup aktiva lancar untuk membayar kewajiban lancar. Hal ini bisa dilakukan dengan menghitung rasio lancar (current ratio), yaitu membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Jika rasio ini rendah, ada risiko perusahaan tidak bisa membayar kewajiban dalam waktu singkat.
Contoh:

Utang Dagang: Jika perusahaan berutang kepada pemasok, mereka harus memastikan bisa membayar dalam jangka waktu yang disepakati untuk menghindari denda atau bunga tambahan.
2. Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban jangka panjang adalah utang yang jatuh temponya lebih dari satu tahun, seperti utang obligasi, utang bank jangka panjang, atau leasing.

Analisis:

Kemampuan Membayar di Masa Depan: Perusahaan menganalisis apakah mereka bisa memenuhi kewajiban ini berdasarkan proyeksi arus kas di masa depan. Biasanya digunakan debt to equity ratio (rasio utang terhadap modal) untuk melihat seberapa besar utang dibandingkan dengan ekuitas perusahaan.
Biaya Bunga: Utang jangka panjang sering kali melibatkan pembayaran bunga, jadi perusahaan juga menghitung seberapa besar beban bunga yang harus mereka bayarkan.
Contoh:

Utang Obligasi: Jika perusahaan menerbitkan obligasi, mereka harus membayar bunga secara berkala dan melunasi pokok utang pada saat jatuh tempo, misalnya dalam 5 atau 10 tahun.
3. Kewajiban Lain-Lain
Kewajiban lain-lain mencakup berbagai jenis kewajiban yang tidak termasuk dalam kategori utama, misalnya pendapatan diterima di muka atau biaya yang masih harus dibayar (accrued expenses).

Analisis:

Kemungkinan Pembayaran Mendadak: Perusahaan menganalisis apakah ada kewajiban tak terduga atau kewajiban lain yang mungkin membutuhkan pembayaran mendadak. Mereka juga memperhatikan apakah ada kewajiban yang mungkin berubah menjadi kewajiban lancar jika jatuh temponya mendekat.
Contoh:

Pendapatan Diterima di Muka: Jika perusahaan sudah menerima uang dari pelanggan untuk jasa yang belum diberikan, ini dianggap sebagai kewajiban sampai jasa tersebut diberikan.
4. Utang yang Didistribusi
Utang yang didistribusi merujuk pada utang yang telah dialokasikan kepada berbagai pihak, seperti pemegang saham atau distributor, dan sering kali mencakup utang dividen atau utang kepada distributor.

Analisis:

Kepatuhan terhadap Kesepakatan: Perusahaan akan memastikan bahwa utang tersebut dibayar sesuai dengan jadwal dan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak terkait.
Dampak terhadap Hubungan Bisnis: Jika perusahaan gagal membayar utang kepada distributor atau pemegang saham tepat waktu, ini bisa merusak hubungan jangka panjang.
Contoh:

Utang Dividen: Jika perusahaan telah menyetujui untuk membayar dividen kepada pemegang saham, mereka harus memastikan dana tersedia untuk pembayaran dividen tersebut pada waktu yang ditentukan.
Sumber Referensi:
Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., dan Warfield, Terry D. Intermediate Accounting. Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Van Horne, James C., dan Wachowicz, John M. Fundamentals of Financial Management. Jakarta: Salemba Empat, 2009.

No 19
langkah-langkah manajemen keuangan yang cermat untuk menjaga stabilitas keuangannya. Berikut penjelasan setiap kewajiban dan langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan beserta contohnya:

1. Kewajiban Lancar (Current Liabilities)
Kewajiban lancar adalah utang atau kewajiban yang harus dibayar dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Contohnya adalah utang dagang, biaya yang masih harus dibayar, atau pinjaman jangka pendek.

Langkah yang bisa dilakukan:

Manajemen Kas yang Baik: Pastikan arus kas yang masuk mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Misalnya, perusahaan bisa mempercepat penagihan piutang.
Restrukturisasi Utang: Jika ada masalah likuiditas, perusahaan bisa meminta restrukturisasi utang kepada kreditur, seperti memperpanjang jatuh tempo utang atau mengubah syarat pembayaran.
Contoh: Perusahaan A memiliki utang dagang yang harus dibayar dalam 3 bulan, tetapi arus kas perusahaan terganggu. Untuk mengatasi ini, perusahaan bisa melakukan negosiasi dengan pemasok untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran atau mencari pinjaman jangka pendek.

2. Kewajiban Jangka Panjang (Long-Term Liabilities)
Kewajiban jangka panjang adalah utang yang jatuh temponya lebih dari satu tahun, seperti obligasi atau pinjaman bank jangka panjang.

Langkah yang bisa dilakukan:

Hedging: Untuk mengurangi risiko dari fluktuasi suku bunga atau nilai tukar, perusahaan bisa melakukan hedging. Misalnya, jika perusahaan memiliki utang dalam mata uang asing, mereka bisa melindungi diri dengan kontrak forward.
Restrukturisasi Obligasi: Jika kesulitan dalam membayar obligasi, perusahaan bisa mencoba menegosiasikan kembali syarat obligasi dengan kreditur, misalnya dengan memperpanjang waktu jatuh tempo atau menurunkan suku bunga.
Contoh: Perusahaan B memiliki pinjaman bank jangka panjang dengan suku bunga variabel. Ketika suku bunga naik, biaya bunga menjadi sangat tinggi. Untuk mengatasi ini, perusahaan bisa melakukan hedging untuk mengunci suku bunga yang lebih rendah atau merestrukturisasi pinjaman menjadi suku bunga tetap.

3. Kewajiban Lain-Lain
Kewajiban lain-lain adalah kewajiban yang tidak termasuk dalam kewajiban lancar atau jangka panjang, seperti kewajiban pajak, kewajiban atas keuntungan karyawan, atau dana pensiun.

Langkah yang bisa dilakukan:

Pengelolaan Kewajiban Pajak: Jika perusahaan memiliki kewajiban pajak yang besar, mereka bisa memanfaatkan skema pajak yang sah untuk menunda pembayaran atau meminta pengurangan denda jika terjadi keterlambatan.
Evaluasi Skema Pensiun: Untuk mengurangi beban kewajiban pensiun, perusahaan bisa mengevaluasi skema pensiun yang lebih efisien atau menawarkan opsi pensiun yang berbeda kepada karyawan.
Contoh: Perusahaan C memiliki kewajiban pajak yang besar, tetapi arus kas perusahaan tidak cukup untuk membayar dalam satu waktu. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan bisa mengajukan permohonan cicilan pembayaran pajak kepada otoritas pajak.

4. Utang yang Didistribusi
Utang yang didistribusi mencakup kewajiban yang didistribusikan kepada pihak ketiga, seperti utang kepada distributor atau pemasok.

Langkah yang bisa dilakukan:

Negosiasi Ulang Syarat Pembayaran: Jika perusahaan mengalami kesulitan membayar utang kepada distributor, mereka bisa menegosiasikan ulang syarat pembayaran, seperti memperpanjang waktu pembayaran atau menurunkan jumlah angsuran.
Mencari Alternatif Pembiayaan: Jika perusahaan mengalami kesulitan dengan utang kepada distributor, mereka bisa mencari alternatif pembiayaan dari sumber lain, seperti modal ventura atau pinjaman bank.
Contoh: Perusahaan D memiliki utang besar kepada distributornya, tetapi arus kasnya tidak mencukupi. Perusahaan bisa menegosiasikan kembali syarat pembayaran atau mencari pinjaman dari bank untuk melunasi utang tersebut.

Referensi (sesuai format daftar pustaka):
Kasmir. (2019). Manajemen Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.
Brigham, Eugene F., dan Houston, Joel F. (2018). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2020). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 2020. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia

No 21
agio saham, laba ditahan, laba tahun berjalan, dan selisih penilaian kembali aktiva tetap, dengan bahasa yang sederhana dan dilengkapi contoh-contohnya:

1. Risiko Agio Saham
Agio saham adalah selisih lebih antara harga jual saham dengan nilai nominalnya. Agio saham muncul ketika perusahaan menjual sahamnya di atas nilai nominal.

Risiko:

Fluktuasi Harga Saham: Agio saham bisa menimbulkan ekspektasi tinggi dari investor terhadap harga saham. Jika kinerja perusahaan tidak sesuai harapan, harga saham bisa turun drastis, menyebabkan kerugian bagi investor.
Overvalued Stock: Jika perusahaan menjual saham dengan harga yang terlalu tinggi (overvalued), ada risiko bahwa saham tersebut tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya. Jika pasar mengoreksi harga saham tersebut, nilai agio saham bisa berkurang.
Contoh: Perusahaan X menjual saham dengan harga Rp1.000 per lembar, sementara nilai nominalnya hanya Rp500. Jadi, terdapat agio saham sebesar Rp500. Namun, jika kinerja perusahaan tidak sesuai ekspektasi dan harga saham jatuh menjadi Rp600 per lembar, maka investor yang membeli saham di harga tinggi bisa rugi.

2. Risiko Laba Ditahan
Laba ditahan adalah keuntungan yang tidak dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham dan digunakan untuk keperluan perusahaan, seperti investasi atau modal kerja.

Risiko:

Ketidakpuasan Pemegang Saham: Jika perusahaan terus menahan laba dan tidak membagikannya sebagai dividen, pemegang saham bisa merasa tidak puas, terutama jika mereka mengharapkan pendapatan dari dividen.
Investasi yang Tidak Produktif: Laba ditahan digunakan untuk investasi atau ekspansi, namun jika investasi tersebut tidak memberikan hasil yang optimal, maka laba ditahan bisa digunakan dengan cara yang kurang efektif, dan ini berisiko menurunkan nilai perusahaan.
Contoh: Perusahaan Y memutuskan menahan seluruh laba sebesar Rp10 miliar untuk ekspansi bisnis. Namun, jika ekspansi tersebut gagal atau tidak menguntungkan, dana yang diinvestasikan tidak menghasilkan laba yang diharapkan, dan ini bisa merugikan perusahaan dalam jangka panjang.

3. Risiko Laba Tahun Berjalan
Laba tahun berjalan adalah laba yang dihasilkan perusahaan dalam satu tahun berjalan sebelum dialokasikan untuk dividen, laba ditahan, atau lainnya.

Risiko:

Volatilitas Pendapatan: Jika pendapatan perusahaan sangat fluktuatif, laba tahun berjalan juga akan sangat bervariasi dari tahun ke tahun. Hal ini bisa menyulitkan perusahaan untuk merencanakan keuangan jangka panjang, termasuk dalam hal membayar dividen atau melakukan investasi.
Risiko Pajak: Jika laba tahun berjalan terlalu tinggi, perusahaan bisa dikenakan pajak lebih besar, dan jika tidak diantisipasi dengan baik, ini bisa mengurangi keuntungan bersih yang tersedia.
Contoh: Perusahaan Z mencatat laba tahun berjalan sebesar Rp15 miliar, namun karena penjualan yang tidak stabil, laba di tahun berikutnya anjlok menjadi Rp5 miliar. Fluktuasi ini bisa mempersulit perusahaan untuk merencanakan dividen atau belanja modal dengan baik.

4. Risiko Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Selisih penilaian kembali aktiva tetap terjadi ketika perusahaan melakukan revaluasi atas aktiva tetap, seperti gedung, mesin, atau tanah, sehingga nilai aktiva tetap tersebut berubah (biasanya meningkat).

Risiko:

Penilaian yang Tidak Akurat: Penilaian kembali aktiva tetap bisa memberikan nilai yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Jika nilainya terlalu tinggi, laporan keuangan bisa terlihat lebih baik dari kenyataan, dan ini berisiko menyesatkan investor.
Depresiasi yang Lebih Tinggi: Jika nilai aktiva tetap meningkat akibat penilaian kembali, biaya depresiasi juga akan meningkat. Ini bisa berdampak pada laba perusahaan di masa mendatang karena biaya depresiasi yang lebih besar.
Contoh: Perusahaan Q melakukan revaluasi gedungnya, dan nilainya meningkat dari Rp20 miliar menjadi Rp30 miliar. Dengan peningkatan ini, perusahaan harus mencatat depresiasi yang lebih besar di laporan keuangannya. Jika ternyata kondisi pasar memburuk, nilai gedung bisa kembali turun, dan perusahaan mengalami kerugian dari penilaian yang terlalu optimis.

Referensi (sesuai format daftar pustaka):
Harahap, Sofyan Syafri. (2017). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). (2020). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 2020. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Kasmir. (2019). Manajemen Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.
Weston, J. Fred, dan Brigham, Eugene F. (2018). Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Untuk sumber online, bisa dicari lebih lanjut dari situs resmi seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

No 22
strategi yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan agio saham, laba ditahan, laba tahun berjalan, dan selisih penilaian kembali aktiva tetap, beserta contohnya:

1. Strategi Meningkatkan Agio Saham
Agio saham adalah selisih lebih antara harga jual saham dengan nilai nominal saham. Semakin besar agio saham, semakin besar keuntungan modal yang diterima perusahaan saat penerbitan saham.

Strategi yang bisa dilakukan:

Meningkatkan Kinerja dan Reputasi Perusahaan: Dengan memperbaiki kinerja perusahaan, seperti meningkatkan penjualan, profitabilitas, dan efisiensi operasional, nilai saham di pasar bisa naik sehingga agio saham juga meningkat.
Right Issue dengan Harga Premium: Perusahaan bisa menerbitkan saham baru dengan harga yang lebih tinggi dari nilai nominal (harga premium). Ini bisa dilakukan jika investor percaya dengan prospek pertumbuhan perusahaan.
Contoh: Perusahaan A berencana menerbitkan saham baru di bursa dengan nilai nominal Rp500 per lembar. Berkat peningkatan kinerja dan inovasi produk, investor optimis dengan prospek perusahaan, sehingga perusahaan bisa menjual saham tersebut dengan harga Rp1.000 per lembar. Ini menghasilkan agio saham sebesar Rp500 per saham.

2. Strategi Meningkatkan Laba Ditahan
Laba ditahan adalah bagian dari laba perusahaan yang tidak dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham dan digunakan untuk investasi atau pengembangan bisnis.

Strategi yang bisa dilakukan:

Menahan Sebagian Laba untuk Reinvestasi: Perusahaan bisa memutuskan untuk menahan sebagian besar laba untuk digunakan kembali dalam pengembangan produk, ekspansi bisnis, atau investasi pada teknologi baru.
Mengurangi Pembayaran Dividen: Jika perusahaan memutuskan untuk mengurangi pembayaran dividen dan menyimpan lebih banyak laba sebagai laba ditahan, jumlah dana yang bisa digunakan untuk memperkuat modal kerja atau investasi akan meningkat.
Contoh: Perusahaan B memutuskan untuk hanya membagikan 30% dari labanya sebagai dividen, sementara 70% sisanya disimpan sebagai laba ditahan. Laba tersebut kemudian digunakan untuk membiayai pembangunan pabrik baru, yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi dan pendapatan di masa depan.

3. Strategi Meningkatkan Laba Tahun Berjalan
Laba tahun berjalan adalah laba yang dihasilkan perusahaan selama satu periode akuntansi berjalan, yang mencerminkan performa operasional perusahaan selama periode tersebut.

Strategi yang bisa dilakukan:

Meningkatkan Efisiensi Operasional: Dengan mengurangi biaya produksi, overhead, dan meningkatkan efisiensi rantai pasok, perusahaan bisa meningkatkan margin laba.
Diversifikasi Produk dan Pasar: Perusahaan bisa meningkatkan penjualan dan laba dengan memperluas lini produk atau masuk ke pasar baru yang potensial.
Inovasi Produk: Perusahaan bisa meningkatkan daya saingnya dengan berinovasi dalam produk atau jasa, yang pada gilirannya dapat menarik lebih banyak konsumen dan meningkatkan laba.
Contoh: Perusahaan C berhasil meningkatkan laba tahun berjalannya dengan mengurangi biaya bahan baku melalui negosiasi harga dengan pemasok, serta meningkatkan penjualan melalui inovasi produk baru yang lebih menarik bagi konsumen.

4. Strategi Meningkatkan Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Selisih penilaian kembali aktiva tetap terjadi saat perusahaan melakukan revaluasi terhadap aktiva tetap (seperti tanah, bangunan, atau mesin) untuk mencerminkan nilai pasar terkini.

Strategi yang bisa dilakukan:

Melakukan Revaluasi Secara Berkala: Perusahaan bisa melakukan penilaian kembali terhadap aktiva tetap, terutama tanah atau properti yang nilainya cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Investasi dalam Aktiva Tetap yang Bernilai Tinggi: Dengan membeli atau meningkatkan aset-aset yang memiliki potensi kenaikan nilai tinggi, seperti properti komersial atau teknologi mutakhir, perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan nilai aset tersebut di masa depan.
Menggunakan Jasa Penilai Independen: Untuk memastikan bahwa penilaian aktiva tetap mencerminkan nilai pasar yang wajar, perusahaan bisa menggunakan jasa penilai independen yang berkompeten.
Contoh: Perusahaan D memiliki tanah yang dibeli 10 tahun lalu dengan harga Rp5 miliar. Setelah melakukan penilaian ulang dengan penilai independen, nilai tanah tersebut sekarang menjadi Rp15 miliar. Selisih penilaian kembali sebesar Rp10 miliar dicatat sebagai peningkatan ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan.

Referensi :
Kasmir. (2019). Manajemen Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.
Harahap, Sofyan Syafri. (2017). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Brigham, Eugene F., dan Houston, Joel F. (2018). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2020). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 2020. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun