Dari Sudut Pandang Seorang Anak
Tentu ini akan memakai sudut pandang saya saat masih kecil. Jika di sekolah saya diganggu oleh teman laki-laki lalu saya melapor kepada guru bahkan orang rumah tapi tidak digubris, jadi mau tidak mau sayalah yang harus membela diri saya sendiri. Tentu jika itu sudah berulang-ulang kali dilakukan.
Percayalah, kadang guru memiliki banyak kesibukan untuk memperhatikan hal-hal seperti itu (meski tidak semua guru). Nanti kasusnya parah baru terkaget-kaget.
Orangtua saya memang mendidiknya agak cukup keras & tidak suka membela anak. Jadi, ketika seorang teman saya dulu suka menghina atau mengganggu saya, maka saya akan atasi sendiri.
Saya ingat, waktu itu teman kelas laki-laki saya di SD suka mempermalukan saya di depan teman-teman ketika sedang belajar saat tak ada guru dengan mengatakan “koq rumahmu modelnya seperti itu?” sambil tertawa ketika rumah saya dirombak untuk dibangun rumah baru, dimana separuh bangunan lama digeser ke depan untuk kami tempati tinggal.
Dan hampir setiap hari dia mengolok-olok sambil menertawai saya dengan cara itu yang membuat teman-teman saya menoleh ke arah saya setiap dia melakukannya.
Sebal karena selalu diolok. Saat suasana kelas hening karena murid sibuk mengerjakan tugas, saya pun mengatakan kepada teman saya yang suka mengejek saya itu dengan mengatakan “Eh, kemarin saya lihat mobil penggilinganmu lewat, seperti sudah mau terhambur kalau lagi jalan” yang membuat anak-anak dalam kelas tertawa terbahak-bahak. Wkwkkwkwk. Mulai saat itu dia tidak pernah menghina-hina saya lagi. Ahahaha.
Rata-rata teman berantem saya saat kecil itu laki-laki. Jadi, ketika mereka mengganggu saya, saya akan mengambil sapu & memukulnya. Mungkin itu kebiasaan dari rumah dimana semua saudara saya laki-laki, dimana kekuatan saya sebagai perempuan tidak bisa mengalahkannya tanpa bantuan senjata. Ahhahha.
Meskipun saat kecil, saya termasuk anak yang kelihatan kalem & cukup berprestasi di sekolah & Sekolah Minggu, tapi kalau saya diganggu berulang-ulang kali, saya akan berubah menjadi anarkis karena saya tahu guru maupun orangtua tidak cukup peduli dengan masalah saya.
Jadi, ketika teman saya memiliki kebiasaan mengambil air cucian tangan guru dengan kedua tangannya saat sekolah usai lalu menyiram saya & saya bosan diperlakukan seperti itu hampir setiap jadwal saya piket, maka saya malah akan mengambil satu ember air itu untuk menyiramnya, sehingga ia berhenti untuk memperlakukan saya seperti itu lagi.
Jangankan itu, teman-teman saya yang perempuan saja, saya tidak tahu apa salah saya sampai saya tidak ditemani & mereka membuat kelompok geng (sekitar 5 orang) untuk membully saya (mungkin karena saya dulu bukan termasuk anak orang kaya).