Dalam situasi konflik yang demikian bagaimana proses ‘merdeka belajar’ dapat diterapkan? Tulisan ini mencoba menelaah konsep ‘merdeka belajar’ bagi mereka yang terkena dampak konflik dan situasi pandemik covid-19.
Situasi Pandemi Covid-19
Merebaknya pandemi covid-19 di tanah air menerjang berbagai sektor publik yang ikut terkena dampak yang signifikan. Salah satu sektor yang terkena dampak paling serius adalah sektor pendidikan.Â
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akhirnya menerapkan kebijakan belajar dari rumah atau learning from home (Chabibie, 2020).Â
Demi mengurangi persebaran covid-19 pemerintah membuat kebijakan jaga jarak dan menghindari sentuhan langsung antara guru dan murid. Para murid dan para guru diberikan kemudahan untuk berinteraksi melalui teknologi.Â
Pendidikan berbasis E-learning ini menjadi strategi baru dalam proses belajar mengajar. Para pendidik dan peserta didik diajak untuk bergerak cepat menyesuaikan diri dengan tantangan zaman dan teknologi yang ada. Dengan konsep yang demikian ‘merdeka belajar’ juga diharapakan dapat tercapai sesuai dengan target pemerintah.
Situasi pandemi covid-19 ini juga ternyata memperparah persoalan dunia pendidikan bagi anak-anak Papua terlebih khusus mereka yang berada di daerah pedalaman.Â
Banyak guru yang tidak masuk dan menjadikan covid-19 sebagai alasan untuk tidak melaksanakan KBM (kegiatan Belajar Mengajar) di sekolah-sekolah.Â
Mirisnya lagi dunia teknologi tidak bisa tersentuh oleh mereka yang ada di daerah pedalaman. Sehingga para murid ke sekolah hanya untuk bermain bola lalu kembali lagi ke rumah mereka masing-masing.Â
Dalam konteks yang demikian hak anak Papua untuk mengenyam pendidikan tidak terpenuhi baik secara materi maupun pengetahuan (Jubi.id 4/05/2021).Â
Akhirnya pendidikan di Papua kian terpuruk saat pandemi. Banyak sekolah ditutup karena Covid-19, anak-anak Papua tidak bisa belajar. Meskipun sudah dihimbau oleh dinas terkait agar para tenaga pendidik bertahan di pedalaman namun mirisnya hak-hak mereka jarang dipenuhi.