Tidaklah muda menjadi tenaga pendidik di Papua dengan beragam persoalan. Selain kecerdasan para peserta didik yang harus terus menerus ditingkatkan melalui literasi, guru di Papua juga diperhadapkan dengan rasa nasionalisme anak murid yang begitu rendah.Â
Psikologi anak-anak Papua tentang kemerdekaan Indonesia masih tergantung pada jiwa nasionalisme gurunya. Belum sepenuhnya hal ini dihayati oleh para murid bahkan mereka justru lebih berat sebelah untuk melawan.Â
Selain itu juga persoalan sarana prasana yang sangat minim. Secara bangunan fisik, banyak sekolah yang tidak layak digunakan untuk aktivitas KBM karena atap yang bocor, dinding yang rusak dan bangku meja yang tidak ada (Jubi.co.id 4/05/2020).
Dengan situasi demikian maka yang menjadi konsep ‘merdeka belajar’dan inovasi pendidikan bagi anak-anak Papua di pedalaman adalah pertama-tama, kelayakan infrastruktur.Â
Dengan adanya bangunan sekolah dan rumah guru yang layak maka proses pendidikan terutama KBM itu dapat berlangsung dengan baik. Anak-anak murid perlu diberi ruang belajar yang layak. Fasilitas pendidikan yang lengkap.Â
Sekolah minimal memiliki ruang belajar yang lengkap dengan fasilitas penunjang seperti perpustakaan dan ruang Bimbingan Konseling serta sarana-sarana lainnya.
Selain itu guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut harus diberi fasilitas tempat tinggal. Hal ini untuk memudahkan guru bergerak dari rumah ke sekolah untuk mengajar.Â
Selain rumah, guru juga harus diberi penghargaan yang setimpal atas kinerja dan dedikasi mereka dalam mengajar anak murid. Realitas menunjukkan bahwa banyak guru yang tidak disiplin karena Gaji mereka ditahan bahkan berbulan-bulan tidak diberikan terutama mereka yang menyandang predikat guru honor.Â
Kedua, pemerintah wajib mengadakan fungsi pengawasan melalui dinas pendidikan dan kebudayaan. Ada banyak sekolah fiktif yang nama sekolahnya ada tetapi proses KBM tidak pernah ada bahkan bangunan fisiknya pun tidak ada. Persoalan ini tentunya menjadi urgen untuk diperhatikan sebab banyak oknum yang memakan gaji buta dari sarana pendidikan yang demikian. Â
Ketiga, konsep ‘merdeka belajar’ dan inovasi pendidikan di Papua yang terpenting adalah pembelajaran berdasarkan karakter kebudayaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebudayaan menjadi senjata utama untuk mengenalkan literasi pada anak-anak.Â
Pengalaman penulis mengajar adalah ketika kurikulum dan materi diterjemahkan dalam konteks dan bahasa setempat maka lebih mudah dipahami dari pada pendidik mengajar langsung dari buku cetak yang diberikan.Â