Hidupnya perlahan mulai berubah. Dia mulai bisa menabung sedikit demi sedikit. Setiap kali dia merasa lelah dan ingin menyerah, dia selalu inget momen saat dia minta tolong ke Bakoh dan ditolak mentah-mentah. Rasa sakit dan malu itu jadi motivasinya untuk terus maju.
Bulan demi bulan berlalu, Badek akhirnya berhasil buka usaha kecil-kecilan. Yang paling orang perlu adalah beras, akhirnya dia mengageni beras kampung. Orang lebih suka beras kampung, karena enak, tidak mudah basi dan tidak di putihkan dengan pemutih.
Meski belum besar, tapi cukup buat menghidupi keluarganya dengan layak. Dia gak lagi merasa rendah diri atau malu. Badek dan istrinya menatap langit malam yang bertabur bintang, kali ini dengan hati yang lebih ringan dan penuh harapan.
Mereka punya modal yang sangat besar, yaitu kesehatan, motivasi, kreativitas, pantang menyerah dan ulet.
Mereka tahu, seberat apapun hidup, selama ada tekad dan usaha, semuanya bisa berubah. Jangan miskin, tidak ada yang kasihan padamu adalah pelajaran hidup yang akan selalu mereka ingat.
***
Badek menatap keluar jendela ruang tamu rumahnya yang luas. Sinar matahari pagi menembus kaca jendela, menyinari ruang tamu yang didekorasi dengan perabotan mewah.
Dia menarik napas dalam-dalam, merasakan kedamaian dan kebahagiaan dalam hatinya. Setelah bertahun-tahun bekerja keras, akhirnya dia dan istrinya, Siska, bisa menikmati hasil jerih payah mereka.
Semua anak mereka telah menyelesaikan kuliah dan bekerja dengan baik. Kini rumah hanya dihuni oleh mereka berdua.
"Bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya Siska yang baru saja masuk ke ruang tamu dengan membawa dua cangkir kopi.
Badek tersenyum dan menerima cangkir kopi dari tangan istrinya. "Aku merasa sangat bersyukur. Kita telah melalui banyak hal, dan sekarang kita bisa menikmati hasil kerja keras kita."