"Oh, kecil itu," jawab Bakoh enteng. Istrinya, Mirna, yang duduk di sebelahnya, juga ikutan komentar soal biaya bupati yang bersihin darahnya sama dokter Terawan.
"Berapa biayanya?"Â tanya Badek.
"Sekitar dua puluh lima juta sekali bersihin sumbatan kolesterolnya," jawab Bakoh.
"Besar sekali," ujar Badek, membayangkan dengan kondisi keuangannya saat itu.
"Segitu sih ndak juga besar lho," sahut Mirna sambil tersenyum.
Setelah makan, saat ini, Badek dan istrinya sudah berada di depan adiknya dan istrinya. Badek lama ragu-ragu, tetaapi akhirnya kemudian memberanikan diri, buat minta tolong Bakoh.
"Bak, gue boleh pinjam uang lima puluh ribu gak? Buat beli bensin motor," pinta Badek dengan suara rendah, nyaris berbisik.
Karena pulang ke kotanya paling tidak perlu dua liter bensin, kelebihan uang lainnya untuk jaga-jaga, takut ada apa-apa.
Bakoh dan Mirna saling pandang, lalu Bakoh menjawab, "Maaf, Dek. Kami lagi gak ada uang."
"Oh, ya udah. Gak apa-apa," kata Badek pelan, meskipun dia kecewa. Dalam hatinya, dia merasa kayak ditonjok keras-keras. Rasanya perih banget, lebih dari sekedar sakit fisik.
Masa mau minjam seratus pun tidak bisa, padahal mobil mereka ada beberapa buah, 50 puluh ribu tidak ada. Apa lagi itu bukan minta, tetapi minjam.