Sesaat kemudian, aku meninggalkannya menuju kamar serta membanting pintu. Aku sudah jenuh dengan perdebatan yang sering terjadi. Menurutku ibu terlalu banyak aturan dan membatasi. Membantingkan tubuhku ke kasur dan menatap langit-langit kamar dengan perasaan kesal. Aku meraih bantal, menutupi wajah dan menangis hingga tak sadar sampai tertidur.
*Â
Suara ketukan pada pintu kamar, membuat mataku mengerjap serta melirik jam bulat di dinding. Jarum pendek telah berada di angka mendekati enam.
Dari balik pintu yang terbuka sedikit, kepala ibu menyembul. Wanita yang melahirkanku itu telah memakai mukena.
"Bangun, sebentar lagi magrib!" Tanpa menunggu jawaban dariku, beliau pun berlalu.
Aku segera bangkit menuju kamar mandi selanjutnya membersihkan diri serta melaksanakan kewajiban. Aku membuka lemari, termangu sambil memperhatikan deretan baju yang mengantung pada hanger serta lipatan. Tanganku memilah-milah mempersiapkan baju apa yang cocok kira-kira untuk kukenakan besok. Pakaianku semuanya terlihat sederhana saja. Sedangkan pesta ulang tahun Sasha akan meriah dan diadakan di hotel mewah. Aku yang tadinya begitu bersemangat menjadi berdecak kesal. Hidup sebagai anak yatim, memang jarang dibelikan ibu baju. Jangankan memenuhi untukku bergaya, untuk makan saja susah. Ibu bekerja sebagai pembantu di rumah Juragan Tarno. Terkadang bahkan harus  mengambil upah mengosok baju di beberapa rumah tetangga.
Disaat aku merutuki nasib. Beberapa helai baju satu persatu aku tempelkan di tubuhku. Aku menghadap dan memperhatikan pantulan bayangan yang tampak di cermin. Lagi-lagi aku mengeleng. Nada panggilan pada ponselku berbunyi. Bergegas aku menyambar benda yang tergeletak di atas kasur serta tertutup baju yang berserakan. Mengeser layar ponsel yang sudah banyak memiliki retakan. Sebuah nomor baru terpampang. Alis kubertaut menciptakan kerutan halus di dahi.
"Ya, halo," sapaku dengan ragu.
"Ris, ini gue, Â Adel, pakai hp Tio," balas suara di seberang sana.
"Gimana? Besok, kalau mau ikut, ayok la samaan sama kami ya, soalnya kalau gue cuma pergi ma Tio nggak dapat izin bokap, kan kalo ada lu, aman dah."
"Oke, aku ikut tapi jemput gue di simpang gang aja ya," jawabku dengan suara pelan.