Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resolusi Suci Ayu Latifah "Ketika Aku Ingin..."

23 Juli 2019   21:20 Diperbarui: 23 Juli 2019   21:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sekian panjang cerita, tak kusangka calon dan sekarang sosok wanita yang menjadi ibunya itu adalah tetangga desa. Tapi jika ditanya, aku belum pernah tahu dan ketemu dengan orang itu. maklum, ternyata wanita itu lama kerja di luar negeri. Semenjak pernikahan yang kedua itu, Ayah Agnes jarang menjenguknya yang saat itu tinggal bersama Neneknya. Ikut dengan istrinya di Desa Ngemplak Kidul. Belum lagi, semenjak istrinya mengandung dan memiliki anak, Ayah Agnes lebih jarang ke rumah lama. Sebab, sibuk dengan anak dan istrinya. Ditambah pekerjaannya yang memungkinkan hadir setiap hari di kantor desa.

Tiga tahun, kami bersama. Kami mengikuti ekstra yang sama yaitu PMR. Kami menghabiskan waktu di SMP untuk bergabung di ekstra itu. Asyik, menyenangkan, penuh tantangan. Kami dikenalkan dan diajarkan bagaimana menjadi seorang penolong di lingkungan sosial. Diajarkan pula bagaimana cara membiasakan diri menjaga kesehatan. Mulai dari kebiasaan mencuci tangan dan kaki. Bisa dihitung jari, Agnes pula pernah menjemput aku saat kami ada ekstra PMR. Ia menjemputku ke rumah di hari Minggu siang.

Kejadian yang paling aku ingat adalah, saat kami berangkat bersama. Dia menjemputku, kebetulan masih mandi. Ayah dan Ibuku menjamunya dengan membuatkan pelem kocok (buah mangga yang dipotong seperti rujak, lalu dikocok dengan bumbu garam dan gula secukupnya. Bisa juga diberi cabe untuk menambah citarasa). Bertempat di bawah pohon belimbing samping rumah, mereka menikmati itu. Canda dan tawa terdengar dari kamar. Aku senang, Agnes bisa tertawa di rumahku karena hari-hari itu tengah dirundung kesedihan gara-gara Ayahnya yang lebih memilih istri keduanya daripada menemaninya keluar, entah ke mana.

Dwi Saputro, teman beda kelas ini cukup membuatku harus banyak mencuri waktu. Berawal dari kesukaan band yang sama, yakni ST12. Kami sering bertemu untuk sekadar berbagi lagu atau menyanyi bersama. Kala istirahat tiba, kami saling bertemu di kelas atau di depan kelas. Temanku satu ini royal dan cukup menyenangkan. Kadang ia juga ulah yang aneh-aneh. Pernah terjadi ketika ada latihan Pramuka. Karenanya terlambat bosan mendapat materi tentang pramuka, ia bermain klotekan sambil bernyanyi. Kabetulan Kakaknya tertib, jadi Dwi dihukum untuk menyanyi di depan sekitar 100-an anak pramuka sambil joget. Tanpa malu, ia melakukan itu.

Gilang Adi Prasetyo. Teman satu ini paling beda di antaranya teman lelakiku. Hitam dan kurus. Meski begitu, temanku ada yang suka dengannya. Entah sudut mana yang disukai. Kalau aku sih berteman dengannya ya, gegera dijadikan 'mak jomblang' temanku itu. Tepat, di kelas 1, aku belum punya telepon genggam. Saat itu aku dimanfaatkan temanku untuk hubungan dengannya. Jadi cerita punya cerita, temanku SMS-an dengan Gilang atasnamaku. Ahh, kurasa ini benar-benar konyol. Itulah awalku bersahabat dengan Gilang. Teman lelakiku yang dijuluki 'lutung' itu.

Tak lama, akhirnya terbongkarlah penyamaran itu. Dia sempat marah. Bagiku ya biar tak ambil pusing. Tapi di sisi lain aku kasihan dengan sahabat kecilku. Aku tahu dia suka dengan lutung itu. Jadi, terpaksa aku berusaha baikan dan menyatukan kedua sahabatku itu. Akhirnya mereka pun ... Sementara aku, sering dijadikan 'nyamuk' saat mereka bertemu. Tiga tahun lebih sedikit mereka pacaran, akhirnya mereka putus entah gara-gara apa. Meski begitu keduanya masih komunikasi meski terbatas waktu.

Tika Laysa, Surya Wiyuni (petrik), Candra, Siti Nurjanah, dan masih banyak lagi temanku saat SMP. Ya, kalau dihitung satu kelas saja ada 36. Sedangkan satu angkatan ada lima kelas dengan masing-masing tiga puluh menuju empat puluh. Mereka semua teman-temanku dan ditambah Kakak senior. Cerita di SMP adalah awal aku memiliki banyak teman dari berbagai daerah. Karenanya, asyik tahu gaya mereka.

Di SMP ini pula aku kenal yang namanya mencontek dengan membawa buku saat ujian. Ya, kecurangan itu diajari oleh temanku. Sebenarnya, temanku bukanlah tipe pencontek. Tetapi karena iri dengan mereka yang rata-rata bisa mendapat nilai bagus. Akhirnya, kecurangan itu terjadi. Malah tragisnya, ketika ujian akhir sekolah dan kebetulan teman sebangku adalah Kakak senior. Aku diajari mencontek.

Tiga tahun. Kisah di balik cerita. Cerita di antara kisah satu per satu tergores. Bagaimana pelajaran di mulai mengenal hati mulai goyah. Ketertarikan antar lawan jenis mulai tumbuh tunas-tunas. Ia menjalar ke setiap sudut kekosongan. Ada ruang sepi. Ada waktu yang indah bila diisi. Ada pula tempat yang mau dinaungi. Tergodaku, pada beberapa teman dengan mengisi di selakangan waktu dengan hal yang sebenarnya menakutkan, tapi mengasyikkan. Ya, aku mulai mengenal 'pacaran' di masa ini.

Ada hasrat untuk memiliki. Namun, ada ketakutan yang jauh. Ya, kisah cinta yang kudengar, memang ada kalanya suka dan duka. Seperti dalam cerita-cerita yang sering aku baca di novel saat di perpustakaan. Tragis. Cinta kata sebuah lagu Dmasiv sebagai 'pembunuh'. Sementara menurut Dirly, cinta itu membodohkan. Sedangkan kata, Armada, cinta itu buta.

Bercerita tentang cinta, sebenarnya ada cinta yang tak rupa pembunuh, tak bermaksud membodohkan, dan tak menjadikan buta. Cinta suci. Cinta tulus. Juga cinta dari hati tanpa pamrih. Cinta dengan perbuatan, bukan saja kata manis. Cinta orang tua adalah cinta nyata. Kan kuceritakan bagaimana cara kedua orang tuaku mencintaiku mendampingi masa di mana aku mulai mengenal cinta dari luar, yang kutahu cinta semu itu akan menjadi pembunuh besar.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun