"Iya!"
"Aku juga melihat, tetua mati sesaat setelah bunyi "dorr!" menggelegar," sahut seekor bekantan lain.
"Bunyi apa itu?" tanya bekantan betina yang tadi terisak.
"Aku tak tahu, tapi suaranya begitu cepat melesat ke arah tetua. Dan tak lama tetua berteriak, lalu terjatuh dengan darah berlumuran," jelas salah seekor bakantan jantan menjelaskan.
"Makanya tadi aku bergegas mengajak kalian melarikan diri ka arah sini," lanjut bekantan itu kemudian.
"Ya Tuhan, sepertinya kita mau kiamat! Sudah mulai banyak mahluk-mahluk jahat yang muncul di muka bumi ini," pekik bekantan betina dengan gusar. Kembali dia terisak diikuti oleh bekantan betina lainnya. Suara ribut kembali memenuhi hutan. Aku dan pohon kenari saling menatap. Antara takut dan bingung, kami berdua tergugu tanpa kutik.
******
"Tuh kan, apa aku bilang. Dunia sepertinya mau kiamat!" seru pohon kenari, sesaat setelah gerombolan bekantan itu meninggalkan kami. Aku membisu. Rasanya sulit menjabarkan apa yang tengah berkecamuk dalam pikirku. Aku berusaha mengingat-ingat hal apa saja yang pernah diceritakan ibu kepadaku. Seingatku, ibu dulu tak pernah bercerita tentang kiamat.
"Di dunia ini, kita tidak tinggal sendiri. Banyak makhluk lain yang Tuhan ciptakan untuk hidup bersama kita. Mereka beragam. Ada yang baik dan banyak juga yang jahat," begitu kata ibu.
"Yang jahat itu, yang nakal suka berteriak-teriak ya Bu?" tanyaku. Ibu terkekeh.
"Macam-macam, Nak! Ada yang suka berteriak-teriak, dan ada juga yang suka merusak dan mencuri," jelas ibu.