Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meranti dan Kenari

2 Mei 2023   14:51 Diperbarui: 2 Mei 2023   15:13 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ehh... iya!" aku tergagap. Pohon kenari itu terlihat cantik. Sepertinya tadi, tanpa sengaja jemariku menyentuh ujung rantingnya saat tanganku terentang.

"Maaf, pasti kamu kaget karena tadi tak sengaja aku sentuh," sesalku.

"Tak apa... aku juga suka merentangkan tangan seperti kamu!" balasnya sambil ikut merentangkan tangan-tangannya sejauh mungkin. Pohon itu tertawa. Aku pun begitu. Akhirnya kami berdua saling merentangkan tangan diikuti tawa kami yang berderai.

Sejak saat itu, aku dan pohon kenari menjadi dua sahabat. Berbagai cerita kami lalui bersama-sama. Hingga akhirnya kamu tumbuh menjulang dengan pucuk dedaunan yang menembus gumpalan awan. Sesekali kami saling berteriak, manakala kami menyaksikan hal-hal seru dari atas sana. Setiap sore kami melihat sekawanan burung jalak yang terbang rendah. Terkadang kami juga melihat kawanan burung gajahan yang tengah bermigrasi dari arah utara. Di kejauhan, samar-samar terlihat puncak gunung Balayang yang berselimut kabut. Kadang kami berceloteh, bagaimana rasanya menjadi gunung.

"Pasti dingin!" kata pohon kenari.

"Hmm... kalau kataku sih, pasti bosan!" timpalku.

"Kok bosan? Bukannya jadi gunung itu mengasyikan?" tanya pohon kenari heran.

"Bosan lah... lihat saja, dia berdiri di sana setiap hari tanpa ada teman!" selorohku, lalu pohon kenari terbahak mendengarnya.

"Iya benar katamu! Kalau kita kan seru, di sini banyak teman. Ada kamu, ada pohon tengkawang, banyak sekali teman-teman kita!" pohon kenari berseru di antara tawanya.

"Sstt... jangan lupa sama pohon ulin tua yang sekarang tengah manggut-manggut di pojok sana!" aku berbisik sambil menunjuk ke arah pohon ulin yang terkantuk tak jauh dari tempat kami berdiri. Pohon kenari menoleh ke arah yang aku tunjuk, lalu kami terbahak. Beberapa tawau yang tengah asyik mencacah biji kenari, sontak terbang karena terkejut mendengar tawa kami.

Begitulah, setiap hari selalu ada saja cerita yang membingkai memori kami. Hingga pada suatu hari, kami melihat ada sebuah burung besar yang terbang rendah di balik awan. Suaranya terdengar aneh. Menderu bagai nafas binatang yang tengah berlari. Burung itu sendirian. Mungkin itu sejenis burung elang. Atau rangkong raksasa, pikirku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun