Suara ketukkan menghentikan kegiatan kami, adik pun membuka pintu, dan berdirilah sosok paman, teman Ayah.
Hujan sore ini dan kedatangan paman itu menjadi awal memori kelamku. Menjadi awal untuk hujan-hujan berikutnya yang membuatku kian terluka. Ini awal dimana aku berubah, aku menyadari satu hal, diam bukanlah emas melainkan kebodohan, dan berontak bukanlah ketidaksopanan melainkan untuk membela diri, menghindar dari kemungkinan buruk.
Tapi aku adalah kebodohan itu.
"Kenapa Ayah tidak percaya padaku?"
"Sungguh.....Aku berkata jujur"
Hal inilah membuatku benci diriku sendiri, Ayahku dan paman dikala hujan itu. Dan untuk pertama kalinya aku membenci suara hujan.
Trauma yang berkelanjutan hingga waktu yang menelan trauma itu sendiri.
-oOo-
10 Juli 2004
Hari ini adalah awal aku menggunakan seragam putih biru. Ya aku berhasil melanjutkan sekolahku, kini aku bersekolah di SMP Harapan di Semarang.
Jujur saja aku gugup, karena memang aku tidak mudah bergaul seperti yang lain. Masa orientasi siswa sudah berakhir kemarin, tapi tetap saja selama tiga hari itu aku masih canggung bercekrama dengan yang lain kecuali satu orang, dia adalah Tasya yang memang kebetulan teman sekolah dasarku. Tasya memang cerewet dan mudah bergaul dengan yang lain maka dari itu dia sudah mendapat teman banyak.