“Iya, iya, iya … nanti Bapak bilangin ke tante Tyas.”
Akhirnya acara lamaran pun berjalan lancar. Tanggal pernikahan juga sudah ditetapkan. Teguh pun akhirnya berbesanan dengan temannya semasa SMP-SMA, Tyas. Acara pernikahan berlangsung meriah. Kedua keluarga tampak bahagia. Apalagi sang pengantin tampak begitu sumringah.
Tiga bulan kemudian, Alif mengabarkan kepada orang tua dan mertuanya bahwa Ningsih sedang hamil dua bulan. Kebahagiaan pun menyelimuti kedua keluarga tersebut. Seolah saling berebut, kedua pasang calon kakek-nenek itu pun tampak memperlakukan Ningsih dengan istimewa. Segala nasihat dan kebutuhan ibu hamil, silih ganti berdatangan.
Namun kebahagiaan kedua keluarga itu tidak berlangsung lama. Di bulan ke lima usia kehamilan Ningsih, datang berita duka. Teguh dan Erna terlibat kecelakaan. Teguh berhasil selamat sedangkan Erna tidak tertolong jiwanya. Erna meninggal dunia di rumah sakit akibat luka parah yang dideritanya. Keluarga itu pun berduka.
Meski berhasil selamat dari kecelakaan, kondisi fisik Teguh sudah tidak sempurna lagi. Teguh harus menjalani sisa hidupnya dengan bantuan tongkat untuk membantunya berdiri dan berjalan.
Belum hilang rasa duka cita yang dideritanya, Alif dan Ningsih kembali harus berduka. Di bulan ke delapan usia kehamilannya, Ningsih harus kehilangan Bapaknya. Edie meninggal dunia karena serangan jantung. Tyas yang sehari-hari terlihat selalu ceria dan murah senyum seperti kehilangan tenaga untuk sekedar mengangkat sudut bibirnya. Lesung pipitnya hilang seketika. Kembali keluarga itu pun berduka.
Untuk mengurangi beban pikiran ibunya, Ningsih pun - dengan seijin Alif - mengajak ibunya untuk tinggal bersama mereka. Sekalian untuk mendampinginya dalam menghadapi persalinan nanti. Suasana kembali berubah ketika Ningsih melahirkan anak pertamanya. Alif dan Ningsih memberi nama putrinya, Asih. Kehadiran Asih membuat suasana jadi ceria kembali. Kehadiran cucu pertama selalu membuat kakek dan nenek bahagia, tak terkecuali Teguh dan Tyas yang kini berstatus duda dan janda.
Asih pun menjadi idola baru keluarga. Jadi pusat perhatian baru. Kehadiran Asih mampu menghapus rasa duka yang sebelumnya menyelimuti keluarga Alif dan Ningsih. Terutama bagi Teguh dan Tyas yang telah ditinggal pergi pasangan masing-masing, kini seolah mendapat ‘mainan baru’, seorang cucu. Kondisi fisik yang sudah tidak bugar lagi tak menghalangi Teguh untuk bertemu dengan cucunya. Dengan diantar Nuning, adiknya Alif, hampir tiap dua hari sekali Teguh berkunjung ke rumah Alif-Ningsih untuk sekedar menimang cucunya.
Seringnya Teguh dan Tyas bertemu di rumah anak dan menantu mereka, membuat mereka seperti reuni kembali. Selain membahas tentang cucu kesayangan mereka, tak jarang mereka membicarakan kejadian-kejadian masa SMP-SMA yang masih mereka ingat. Keduanya tampak sering tertawa jika mengingat kembali masa-masa SMP-SMA dulu, masa nostalgia bagi mereka.
Hari-hari selanjutnya kembali berjalan normal. Teguh tinggal bersama Nuning, anak keduanya sedangkan Tyas masih tinggal di rumah Alif-Ningsih. Kesibukan momong cucu telah membangkitkan kembali gairah kehidupan Tyas yang sempat jatuh semenjak ditinggal pergi Edie, suaminya.
Kurang lebih satu tahun lamanya kehidupan keluarga Alif-Ningsih berjalan seperti biasa. Hingga suatu hari Alif dipanggil bapaknya untuk datang ke rumah.