/1/
Sejak pertama mengenalmu, Dik,
aku tidak begitu peduli kau bahagia sebab apa.
Kau berlari menuju entah pun
aku masih tidak ada niat mengejarmu.
Tubuh berkeringat, kau masih saja
sibuk tertawa. Sesingkat detik ternyata
sepi kepalaku terjebak di dalam gelombang
otakmu---yang riuh begitu saja.
Datang tanpa kabar lalu pulang dengan pamit.
Aku harus kembali, Dik, secepatnya
berteman nasib buruk sekali lagi. Dik, maaf
dan terima kasih juga cara semesta
untuk kita belajar sesalnya meninggalkan
tanpa merasa kehilangan.
/2/
Sepertimu, dunia bagai taman bermain
yang di dalamnya
kau bergerak satu senti pun
bahagia bertebaran di sekitarmu.
Perlahan, kami terjebak
di nanar tatap membiru harap.
Kau asyik dengan duniamu dan
kami sibuk menduniakanmu.
Sekali lagi, kami menjadi purba.
Selepas Subuh senyummu belia,
matahari ceria. Dik, cara menyebalkanmu
mirip Bunda, tapi aku lebih mencintaimu.
Satu hal yang aku tahu,
sekarang aku nasib buruk yang membaik
di empat sudut alun-alun menyatu.
Kau peran utama
di tubuhku yang sepi pengunjung.
/3/
Dari bermacam-macam permulaan,
bertanya kabar bukanlah hebatku.
Apalagi mengirim pesan singkat
yang isinya itu-itu saja.
Apa yang disampaikan pagi selain rasa syukur?
Pesan singkat di beberapa surat kabar
atau sesal dari seseorang kemarin malam.
Kurasa keduanya terjadi di waktu yang sama.
Tutup mulutmu ketika kantuk saja,
aku masih penggemar berat senyummu.
Kalau boleh, menjadi satu-satunya.
Jangan bilang Bunda, beliau pasti marah jika tahu.
Biarkan rindu memuncaki rasa
bahkan untuk perempuan cadel sepertimu.
Dik, jangan malu tiba-tiba.
Cinta tidak perlu huruf R sekali pun untuk mencintaimu.
/4/
Dik, denganmu
aku bisa tersenyum tanpa aba-aba.
Denganmu juga,
aku bisa tertawa tanpa pura-pura.
Denganmu juga lagi,
aku bisa terbiasa tersenyum lalu tertawa.
Dik, terima kasih
sudah datang tanpa rencana.
Terima kasih juga,
sudah bersedia meredam kuasa.
Terima kasih juga lagi,
sudah mau membebas-tugaskan
gerak tubuh dan isi kepala
dari orang-orang yang salah sangka.
Dik, sekali lagi
denganmu dan terima kasih.
Sesekali belajarlah mengeja rindu, sebab
di tengah kata itu kau boleh memisalkan aku.
/5/
Kuberitahu sembari kau memakan gigil.
Puisi itu bukan permainan kata-kata melainkan
kidung makna. Hati-hati, dunia sedang dangkal dan kerdil.
Seperti hidungmu
sebenarnya tidak pesek, Dik,
hanya mancung ke dalam saja.
Jika selesai, aku punya teh hangat untukmu agar
dingin sekadar lewat. Kau boleh memangku senja
yang sudah kutimang sejak lama. Di beranda
kata-kata juga pustaka semesta. Akui saja bahwa
kau akan mencintai satu lelaki
yang isinya memberi, bukan pergi.
Tetapi, Dik, kau akan lebih dulu berkelana
Mengenal juga bertanya kabar dengan lainnya.
Kebanyakan yang datang sebagai pelajaran
selebihnya cuma sakit di hati.
Sesekali cobalah bercanda, Dik,
menebak perasaan orang yang pergi
tidak semenyenangkan orang yang kembali.
/6/
Iya, Dik, kau kuncup kembang
yang mulai merekah indah. Menjelma parasmu
juga hidungmu yang sewaktu-waktu
kembang kempis---meliuk menikuk---
ke kanan lalu ke kiri.
Dik, ucapan sepertiku terkadang pedas
apalagi karetnya dua. Aku sering pesan dan tak jarang
mual muntah meriang. Ketika kau ingin bermain
bianglala coba mengikutsertakan Bunda.
Aku takut jika saja
akal sehatmu turut terbalik. Nyata tersamarkan
saat mimpi menjaga imajimu. Lain waktu,
Bunda akan mengajarimu hal baik;
bagaimana caranya bahagia dengan
menyelipkan luka.
/7/
Sempat kutulis selain kamu, Dik,
dan selalu gagal dieja.
Terkadang menjadi kalimat tanya
tidak selalu bisa dijawab juga
saat kau tertawa barang tak ada
kelucuan. Sekali dua kali
menekuk lutut juga dahi
hanya untuk merelakan diri
berulangkali membunuh sepi. Dik,
perhatikan langkahmu pijakanmu
tapak mana yang harus lebih dulu.
Jika kau rapuh, aku juga.
Jika kau jatuh, aku jaga.
Tidak ada yang lebih sederhana
ketimbang perangaimu, Dik, tersebab
aku mencintaimu oleh hal unik dan lucu.
Setelah mendengar tawamu,
melihatmu memasak juga akan menjadi kegemaran.
Dengan rambut dikuncir rapi, misalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H