“Ada banyak pilihan investasi atau jenis usaha mandiri yang bisa aku lakukan sesuai minatku. Guru juga harus kreatif, kan? Aku akan selalu mencari jalan supaya tetap bisa bersenang-senang di tengah-tengah PENGABDIAN dan PROFESIONALISME yang aku jalani. Bagiku, ‘angka’ itu akan selalu relatif jumlahnya, namun yang terpenting yaitu BERKECUKUPAN. Cukup bagi diriku dan keluargaku. Cukup untuk berbagi berkat bagi orang-orang yang membutuhkan (atau justru sekaligus menopang keuangan sekolah tempatku bernaung?). Pokoknya, aku ingin menjadi seorang guru yang senantiasa memberi, Bro.”
“Aku ingin menjadi seorang Teacherpreneur yang kelak mampu menyediakan lapangan pekerjaan.” lanjut Satria. “Bukan hanya untuk murid-muridku saja, tapi aku ingin menjadi role model nyata supaya mereka kelak juga mampu menyediakan lapangan kerja lagi untuk orang lain.” pungkas Satria sambil meneguk Mocca Frappe-nya.
“Tetap cerdik seperti ular, namun senantiasa tulus seperti merpati. Itulah sahabatku sejak dulu, si Satria!” ujar Akira sambil tersenyum.
Mereka berdua pun tergelak bersama-sama.
Malam semakin larut. Sosok dua orang pria tampak keluar dari kafe “Talky Talk Lounge”. Mereka berpisah di persimpangan jalan sambil melambaikan tangan satu sama lain. Para pelayan mulai berbenah, bersiap-siap untuk menutup kafe. Seorang pelayan menemukan secarik kertas di atas meja no.07.
Setelah membaca isinya, ia pun memasukkan ke dalam kantong celemeknya sambil tersenyum, lalu melanjutkan aktivitasnya. “CERDIK seperti ular, TULUS seperti merpati. Dari Akira, diingatkan oleh Satria, untuk siapa saja.” itulah sederet kalimat yang tertera di kertas itu.
-SELESAI-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H