Satria hanya terdiam. Ia pun menyeruput Mocca Frappe-nya.
“Di tempatku ada lowongan sekarang. Dengan posisiku yang sekarang, sepertinya akan jauh lebih mudah untuk memasukkanmu ke sana …” ujar Akira. “Itulah gunanya teman, Bro”.
Ia melihat Satria tak bergeming. Sesaat kemudian Satria mulai mengetuk-ngetukkan jarinya secara perlahan di pinggiran meja.
“Kau menikmati pekerjaanmu sekarang, Bro?” Satria balik bertanya.
“Lumayan.” jawab Akira. “Gajinya cukup buat ditabung. Biaya nikah. Biaya cicil rumah.” ucapnya sambil terkekeh. “Bagaimana? Kau tertarik dengan tawaranku tadi?”
“Maksudku, apa kau mencintai pekerjaanmu yang sekarang?” Tanya Satria lagi.
“Jika ditilik dari idealisme ‘CINTA’ itu sendiri sih, hmm… sepertinya yah tidak juga, Bro.” jawab Akira perlahan. “Jika ada jenis pekerjaan lain yang menawarkan ‘angka’ lebih menggiurkan, aku pasti berpindah hati lah. Cinta kan seharusnya tidak mendua, apalagi berpindah hati. Tapi jika kau bertanya, ‘Apa aku menyukai pekerjaanku?’, ya aku suka pekerjaanku. Ada kepuasaan tersendiri ketika aku berhasil mencapai target penjualan yang ditetapkan oleh si bos. Aku puas dengan penghargaan dan penghasilan yang diberikan oleh perusahaan. Tapi, tidak bisa dipungkiri, jika ada perusahaan lain yang bisa memberikan penawaran angka lebih lebih tinggi, aku pasti akan berpindah hati…” sebuah senyum tersungging di bibir Akira.
“Biar gimana, aku harus segera mencapai target keuangan yang telah kutetapkan. Selama aku masih bisa produktif, yah kujalani saja sebisaku. Impianku sederhana saja. Kelak aku ingin pensiun dini. Jadi, aku senantiasa menjatuhkan pilihan pada segala hal yang memungkinkan untuk mencapai tujuan tersebut. Aku mah realistis orangnya, Bro!” ujar Akira menirukan salah satu ungkapan Meme yang sedang populer.
“Hmm… begitu ya.” ujar Satria setengah bergumam.
Akira mengangguk.
“Aku setuju dengan target keuanganmu. Aku pun berpikir untuk bisa pensiun dini kelak. Setelah selesai dengan kewajiban membiayai pendidikan anak-anakku, aku masih memiliki uang yang cukup untuk bersenang-senang dengan istriku di masa tua kami nanti.” ujar Satria. Pandangannya mulai menerawang ke arah luar jendela sambil tersenyum sendiri.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!