Kulirik Anggi dan Kanaya yang tampaknya kelelahan. Mereka sudah hampir terlelap ketika minibus mendadak batuk-batuk dan...berhenti. Mesinnya mati. Kedua mahasiswi itu kembali terjaga.
Aku reflek menoleh ke arah pak Her dan terkejut. Wajah pak Her pucat sekali. Matanya tertuju pada panel penunjuk dibalik kemudi.
"Kenapa pak Her?" tanyaku cemas.
Pak Her menoleh ke arahku. Kupikir pak Her mau bilang sesuatu. Ternyata ia malah membuka pintu dan bergegas turun. Ia membuka kap mesin dan aku tidak tau apa yang ia lakukan karena pandanganku terhalang oleh kap.
Satu menit. Tiga menit. Lima menit berlalu. "Mobilnya kenapa sih?" Aku memutuskan turun dan menemui pak Her.
Fred juga ikut turun. Hal ini membuat pak Lukman dan bu Prita terbangun. Tapi mereka tidak bergerak karena takut membangunkan Kevin yang tengah terlelap.
"Gimana, pak Her?" Aku bertanya dengan nada setenang mungkin.
"Anu. Radiatornya bocor, mbak. Mesinnya kepanasan. Gak bisa jalan," jawabnya.
"Maksudnya bagaimana pak? Ditunggu berapa lama supaya mesin dingin? Atau ada solusi apa?" aku mencecar pak Her.
"Mungkin 1 jam lagi mesin cukup dingin, mbak. Kita bisa coba stater lagi. Ini kalau sudah tidak panas mau saya tambal dulu bocornya dimana," jawab pak Her.
Satu jam lagi berarti pukul 18.30 wita. Magrib.