Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Demi "Handphone"

23 November 2018   23:55 Diperbarui: 24 November 2018   00:42 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kulihat pak Lukman dan bu Prita duduk menyender dan memejamkan mata. Mereka bergeming saat putranya pindah ke bangku di sebelah kiri. Rupanya Kevin masih berharap bisa melihat kus-kus.

Minibus berjalan pelan membelah hutan. Jalanan berbatu membuat pak Her berhati-hati dalam mengemudikan minibus tuanya. Rasanya badanku tak henti-hentinya berguncang sepanjang 15 menit perjalanan.

"Bensin aman, pak Her?" tanyaku.

"Aman, mbak. Sudah saya isi penuh," kata pak Her.

Oke. Kalau aman, kenapa wajah pak Her menyiratkan sebaliknya? Perasaanku jadi tidak enak deh. Tapi aku tidak bertanya lebih lanjut. Mungkin pak Her sedang memikirkan putra bungsunya. Atau mungkin ia memikirkan masalah pengobatannya. Pak Her ini memiliki riwayat sakit jantung. 

Aku berusaha untuk positif thinking. Everything gonna be just fine. Kita akan segera keluar dari area hutan dan memasuki peradaban. Rasanya aku sudah bosan melihat pemandangan yang didominasi oleh pohon. Mana sinyal internet lemah pula. Tak apalah. Saatnya mengistirahatkan mata dari radiasi layar gawai. Kata dokter, memandang nuansa hijau seperti ini akan membuat syaraf mata jadi relaks. 

Aku kembali menengok ke belakang.

Fred terlihat bugar. Matanya berbinar-binar menatap deretan pepohonan. Kakek bule berusia 78 tahun ini jiwa petualangnya memang luar biasa. Meski usianya paling tua, tapi dialah yang paling bersemangat diantara 5 peserta lain.

"Sama? Are you sure." Aku teringat percakapan dengan Fred siang tadi di pondok konservasi. Kukatakan bahwa pohon-pohon itu sama semua. Batangnya coklat dan daunnya hijau. Thats it.

"Look, Martha. Batang pohon itu." Fred menunjuk sebuah pohon sambil mengangsurkan teropong kepadaku. "See. Warnanya abu-abu kecoklatan. Nah, yang disana itu warnanya kemerahan. Lalu yang disana, ada yang hijau dan ada yang kekuningan." Fred menunjuk beberapa pohon. "Coba kamu perhatikan daunnya. Bentuknya saja berbeda, apalagi tulang daunnya," lanjutnya.

Akhirnya aku berusaha melihat dengan lebih teliti. Dan pohon-pohon itu sepertinya tau jika sedang jadi pusat perhatian, lalu sengaja pamer. Soalnya sekarang aku bisa melihat dengan jelas warna-warni batang pohon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun