Mohon tunggu...
Marlinda Sulistyani
Marlinda Sulistyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi Praktik Pembagian Harta Waris

3 Juni 2024   15:54 Diperbarui: 3 Juni 2024   17:26 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukum waris adat meliputi segala aturan-aturan yang terdapat keputusan hukum berkaitan dengan proses penerusan atau peralihan dan perpindahan harta kekayaan materiil dan non materiil dari generasi ke generasi. Hukum waris dalam arti luasnya adalah penyelenggaraan pemindahan dan pemeliharaan harta kekayaan kepada generasi ke generasi.

Pengaruh aturan-aturan hukum lainnya atas hukum waris dapat diwariskan sebagai berikut:
•Hak purba/pertuanan/ulayat masyarakat hukum adat yang bersangkutan membatasi pewarisan tanah.
•Kewajiban dan hak yang timbul dari perbuatan-perbuatan kredit tetap berkekuatan hukum setelah si pelaku meninggal
•Transaksi-transaksi seperti jual gadai harus dilanjutkan oleh ahli waris.
•Struktur pengelompokan wangsa/anak, demikian pula bentuk perkawinan da nisi perkawinan.
•Perbuatan-perbuatan hukum seperti adopsi, perkawinan ambil anak, pemberian bekal/modal berumah tangga kepada pengantin wanita, dapat pula dipandang sebagai perbuatan di hukum waris.


Istilah waris didalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia, dengan pengertian bahwa di dalam hukum waris adat tidak semata-mata hanya akan menuraikan tentang waris dalam hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu.

2. Sifat Hukum Waris Adat
Jika hukum waris adat kita bandingkan dengan waris Islam atau hukum waris barat seperti disebut didalam KUHPerdata, maka nampak perbedaan-perbedaannya dalam harta warisan dan cara pembagiannya yang berlainan.

D. Pembagian Harta Waris Perdata

Hukum waris adalah semua aturan yang mengatur tentang pemindahan hak atas kekayaan seseorang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya dan atau yang ditunjuk berdasarkan wasiat si pewaris. Hal- hal yang menyangkut hukum waris adalah

•Pewaris adalah orang yang meninggal yang meninggalkan hartanya untuk diwariskan. Dalam Pasal 830 KUHPerdata dinyatakan "Pewarisan hanya terjadi karena kematian".
•Pewaris yang meninggal secara bersamaan tanpa diketahui siapa yang meninggal terlebih dahulu maka diantara mereka tidak saling mewarisi.
•Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan warisan baik karena hubungan kekeluargaan maupun akibat penunjukan wasiat. "Agar dapat bertindak sebagai ahli waris, seseorang harus sudah ada pada saat warisan itu dibuka, dengan mengindahkan ketentuan dalam Pasal 2 kitab undang-undang ini" (Pasal 836 KUHPerdata).
•Janin yang ada dalam kandungan dianggap hidup dan mendapatkan warisan bila kepentingan si anak menghendaki, tetapi apabila lahir mati maka dianggap tidak pernah ada.
•Wasiat adalah keinginan pewaris secara lisan maupun tulisan untuk memberikan sebagian atau seseluruh hartanya kepda pihak tertentu baik itu keluarga maupun yang lain.
•Warisan adalah harta kekayaan (hak dan kewajiban) yang dimiliki oleh pewaris baik secara materil maupun secara immaterial yang di wariskan.

Praktik Pembagian Harta Waris "Mbangkoni" di Desa Conto Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri

Apa yang terjadi pada masyarakat Desa Conto dalam membagi harta waris selalu menggunakan hukum adat atau kebiasaan yang sudah turun temurun dari para pendahulu sebelumnya dengan jalan musyawarah kekeluargaan. Penjelesan dari Bapak Mahfudz, selaku ustadz atau tokoh masyarakat saat diwawancarai oleh peneliti menjelaskan sebagai berikut. Masyarakat di Desa Conto semuanya memeluk agama Islam. Hal ini berarti masyarakat dimungkinkan beribadah dan berlaku sosial secara Islami serta menurut ajaran Islam yang dibenarkan. Adanya beberapa tanggapan mengenai praktik pembagian harta waris yang dilakukan di Desa Conto. Menurut keterangan dari Bapak Mahfudz sebagai ustadz atau tokoh masyarakat sekitar yaitu pembagian harta waris menggunakan hukum adat atau kebiasaan yang sudah turun temurun dari para pendahulu sebelumnya. Pembagian yang berdasarkan dengan pembiasaan telah dicontohkan oleh pendahulu dan sering diberlakukan oleh ahli waris dari pewaris nya. Dikarenakan itulah pembagian yang menggunakan cara Hukum Islam hampir tidak ada. Hal ini menandakan masih sangat kentalnya tatanan pembagian tersebut. Adapun sisem pembagian harta waris di Desa
Conto ada yang mengenal dengan istilah "Mbangkoni" ini adalah anak yang merawat orang tuanya sebelum meninggal dan nanti saaat pembagian harta waris anak ini mendapakan bagian yang lebih besar dari anggota keluarga lainnya. Kebanyakan yang mbangkoni ini adalah anak perempuan karena anak perempuan yang berada di rumah dan merawa orang tua, namun, anak laki-laki juga bisa menjadi anak mbangkoni juga kalau benar-benar merawat orang tuanya sebelum meninggal. Ini sudah menjadi adat istiadat di Desa Conto jadi tidak ada yang menentang dan semua keluarga masyarakat di Desa Conto menerima karena menurut masyarakat ini sudah berasaskan kekeluarga.

Masyarakat desa conto dalam membagi harta waris kebanyakan memilih pembagian warisan dengan musyawarah dan disaksikan oleh tokoh masyarakat. Setelah semua ahli waris yang ada mengambil pertimbangan-pertimbangan yang matang dan disetujui oleh semua ahli waris yang ada. Setelah dilakukan kesepakatan antara semua ahli waris itu dianggap sah karena semuanya telah bersepakat. Setelah selesai dilakukannya pembagian warisan ahli waris diminta membuat surat pernyataan yang isinya bersepakat sudah melakukan kesepakatan antara semua ahli waris untuk mencegah semisal terjadi permasalahan dihari kemudian. Pembagian waris di masyarakat Desa Conto tidaklah sesulit seperti apa yang telah dijelaskan oleh hukum waris Islam. Orang-orang yang berhak menerima harta warisan hanyalah keluarga terdekat dari pewaris, yaitu: suami atau istrinya yang meninggal dunia, anak-anak, dan saudara-saudaranya. Saudara-saudara dari pewaris itu ikut mendapatkan harta waris jika pewaris tidak mempunyai anak semasa hidupnya.

Dari keterangan Bapak Mahfudz selaku ustadz atau tokoh masyarakat Desa Conto, masyarakat cenderung memilih membagi harta waris dengan jalan musyawarah secara kekeluargaan dan besarnya perolehan untuk masing-masing ahli waris itu yang menentukan adalah mereka sendiri dengan sistem mbangkoni, Tokoh agama dan tokoh masyarakat di undang hanya sebatas menyaksikan dan sebagai saksi-saksi bahwa telah dilakukannya pembagian warisan. Menurut masyarakat pembagian warisan di Desa Conto tidaklah sesulit seperti apa yang ada dalam hukum Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun