c.Hukum Waris Perdata
Perbedaan yang cukup tajam antara hukum Islam dan KUHPerdata adalah anak laki-laki berbanding sama dengan anak perempuan. Adapun tertib keluarga yang menjadi ahli waris dalam KUHPerdata yaitu: istri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari pewaris. Masyarakat indonesia juga sudah lama mengakrabi hukum waris Barat yang bersumber dari BW. Pada masa penjajahan Belanda, dengan asas konkordansi BW dinyatakan berlaku untuk golongan Eropa yang ada di Indonesia. Golongan Timur Asing Tionghoa hanya berlaku hukum kekayaan harta benda BW. Selebihnya, yakni bagian kekeluargaan dan kewarisan berlaku hukum mereka sendiri.
A. Waris
1. Pengertian Waris
Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris kepada ahli waris di karenakan sebab-sebab tertentu, mentukan siapa-siapa yang berhak dalam menjadi ahli waris dan berapa bagian dan berapa bagiannya masing-masing.
Mawaris secara tidak langsung atau mawaris karena pergantian (plaatsvervulling) pada dasarnya menggantikan kedudukan ahli waris yang telah lebih dulu meninggal dari dari pewaris diatur dalam KUHPerdata, ahli waris pengganti menduduki kedudukan orang tuanya secara mutlak, artinya segala hak dan kewajiban orang tuanya yang berkenaan dengan warisan beralih kepadanya. Dalam beberapa literatur hukum islam ditemui beberapa istilah untuk menamakan Hukum Kewarisan Islam, seperti figh mawaris, ilmu faraidh, dan hukum kewarisan. Kata mawaris diambil dari bahasa Arab, mawaris bentuk jamak dari (miraats) yang berarti harta peninggalan yang diwarisi oleh ahli warisnya. Fiqih mawaris adalah suatu displin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan, tentang bagaimana proses  pemindahan, siapa saja yang berhak menerima harta peninggalan itu serta berapa bagian-bagian masing-masing.
Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala yang berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya.
2. Syarat dan Rukun Waris
Pada dasarnya persoalan waris-mewarisi selalu identic dengan perpindahan kepemilikan sebuah benda, hak dan tanggung jawab dari pewaris kepada ahli warisnya. Dalam hukum waris islam penerima harta warisan didasarkan pada asas ijbari, yaitu harta warisan yang berpindah dengan snedirinya menurut ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli waris. Pengertian tersebut akan terpenuhi apabila syarat dan rukun mewarisi telah terpenuhi dan tidak terhalang mewarisi.
Ada beberapa syarat yang dipenuhi dalam pembagian harta warisan. Syarat-syarat tersebut selalu mengikuti rukun, akan tetapi ada yang sebagian yang berdiri sendiri.
Dalam hal ini penulis menemukan 3 syarat yang telah disepakati oleh ulama, 3 syarat tersebut adalah:
a. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki hukumnya (misalnya dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiri.
b. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
c. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing.