Dita yang sedari tadi setia menemani Vayla terkejut dan semakin kebingungan dengan reaksi Vayla. Ia berusaha mencerna semua peristiwa itu dalam diam. Keterlibatannya siang hari itu adalah satu-satunya dukungan yang bisa ia berikan untuk Vayla. Ia hanya akan duduk, menjadi pendengar, dan menjadi saksi untuk peristiwa yang dialami Vayla hari itu.
Mendengar kalimat Vayla yang tak diselesaikan, Rendy paham bahwa hal itu akan sulit diterima begitu saja. Akhirnya, Rendy menceritakan tentang bagaimana Vayla dengan sengaja ditukar sewaktu masih bayi di rumah sakit.
"Ibu yang merawatmu waktu kecil menderita sakit jantung usai melahirkan dan perlu banyak biaya untuk operasi. Sementara itu, papa sangat menginginkan anak laki-laki. Entah apakah mereka saling mengenal sebelumnya, aku tidak tahu. Aku hanya tahu kalau papa dan papa yang selama ini merawatmu sedang membuat perjanjian untuk menukar kamu dan bayi laki-laki itu."
"Rendy ini kakakmu, sementara anakku yang lain sudah berpulang dua bulan lalu. Dia sakit, sakit yang sama dengan yang dialami ibunya. Rendy yang memberitahu mama tentang kamu. Rendy juga yang selama ini mencari kamu dan berusaha membawamu untuk pulang ke rumah. Sebelumnya, mama tidak tahu apa-apa."
"Ayo, ikut kami pulang," pinta sang ibu sambil memegang tangan Vayla.
Sayang, Vayla cukup cerdas dalam menangkap setiap kata yang disampaikan Rendy. "Untuk apa aku ikut pulang bersama kalian kalau papa kandungku tidak menginginkanku?"
"Itu dulu, Nak. Bahkan sekarang dia sangat ingin melihatmu. Percayalah," bujuk sang ibu dengan iba.
"Beberapa hari ini aku bolak-balik ke rumah sakit dan catatan sipil untuk mengurus berkas-berkas supaya kamu kembali ke rumah. Papa yang menandatangani semua berkas. Papa mempermudah semuanya," imbuh Rendy.
Vayla memandang Dita. Ada keraguan di benaknya, apakah semua ini nyata atau sekadar mimpi. Â Melihat Dita mengangguk, akhirnya Dita mantap menjawab, "Ya, aku akan pulang bersama kalian. Aku harus menyapa papa kandungku."
Senyum mengembang mengalahkan panas terik yang ikut menerobos masuk melalui dinding kaca kafe itu. Sang ibu bangkit mendekat dan memeluk putrinya untuk pertama kali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H