"Sejak kapan kamu mengikuti aku?" Vayla mundur selangkah, menjauhi rumahnya sendiri, menjauhi pemuda itu. Dalam pikirannya ia berusaha mengingat teori sprint yang pernah diajarkan guru olahraganya. Bersamaan dengan itu ia juga menyesal tidak membiarkan Dita menemaninya masuk ke rumah juga menolak ajakan Dita untuk masuk sekolah hari ini.
"Aku tidak membuntutimu," sanggah pemuda itu.
Vayla kembali mundur mendengar jawaban itu. Jelas-jelas pemuda itu berusaha menemuinya sejak semalam bahkan dia juga tahu kapan terakhir kali Vayla mengunci pintu gerbang.
Tanpa menunggu lama, Vayla pun segera berbalik dan sebelum berhasil mempraktikkan teori sprint yang diajarkan gurunya, pemuda itu sudah berhasil meraih lengan kanan Vayla.
"Lepaskan!" teriak Vayla ketakutan.
"Tenang! Aku bukan orang jahat!"
"Lepaskan! Atau aku akan teriak!" ancam Vayla.
"Kamu sudah berteriak," jawab pemuda itu mengingatkan.
"Aku bilang lepaskan!" Vayla berontak, berusaha melepaskan sendiri lengannya dari cengkeraman pemuda itu.
"Ok, aku lepaskan, tapi tolong tenang," pinta pemuda itu.
Perlahan pemuda itu melepaskan genggamannya, mengangkat kedua tangannya ke udara sambil memastikan bahwa Vayla tidak akan kabur lagi.