"Aku tidak akan membiarkannya menjadi letih sebukit," katanya dengan pandangan yang tajam. Bukan melawan ibunya, hanya saja tidak selaras dengan pikirannya dengan pikiran ibunya.
"Pada intinya dia pas untukmu!" kata ibunya.
Ia mematung dalam berdirinya yang sesak. Sesak yang kian menyesakkan. Baru saja karang-karang tajam menancap pada tubuhnya yang mulai lemas.
***
      "Aku cinta kau," katanya.
Semesta membahana tertawa. Bumi tergoncang, sama dengan kegembiraannya yang tiada tara kala senja kembali waktu itu. Ia termenung, bukan sebab dunia menolak kalimat itu. Hanya saja ia tak menyangka, secepat itu sinar-sinar cinta menghangatkannya. Senja yang tidak hanya memberinya warna, tetapi lebih dari itu memberi makna dalam.
      "Apa kamu tidak salah?" tanyanya dalam suara yang bisa dibilang setengah berbisik.
Leonard hanya memasang senyum. Senyum yang khas dimiliki seorang laki-laki pencari cinta, pencari bahagia, yang menurutnya ia temukan dalam senyum simpul milik Via.
Ia mengangguk, "Salah? Aku tidak salah! Seperti ada yang mendorongku untuk mengatakannya. Dan aku, tidak kuasa menahan lebih lama lagi," jelas Leonard. Ia merapatkan berdirinya, yang dari tadi mengambil jarak. Sekarang melangkah, selangkah lebih dekat dari sebelumnya.
      "Aku tidak salah, Vi," bisiknya.
Sontak wajah putih berseri itu memerah. Ada rasa malu yang tidak tertahan. Deburan ombak asmara bergmuruh dalam hatinya yang selama ini beku dalam liku-liku cinta palsu.