"Apa dia ada kelainan tulang ya, Bu? Anak-anak lain sudah jalan semua, " tanyaku.
"Enggak. Wong dia bisa merangkak kok. Kayaknya dia ini "agak malas" jadi butuh disemangati, "
"Aku kuatir, Bu..."
Rona sudah berdiri memegang kursi. Tiba-tiba Rona hampir jatuh. Ibu sigap ingin menangkap. Namun Rona justru mendorong kursi plastik itu dengan kedua tangannya. Kaki mungilnya melangkah maju.
Aku tercengang. "Ayo, dorong terus Rona... sambil jalan, Nak! " kata ibu mertuaku yang kini berada di belakang Rona.
"Ayo, adek... terus... terus... sini..." kata Rino kepada adiknya. Rino tak kalah semangat dari neneknya.
Aku tercekat tak percaya. "Ayo sayang... anak pinter!" aku pun ikut menyemangatinya.
Sungguh ada apa dengan semua ini? Rona dalam hitungan detik memperlihatkan kemajuan pesat.
Malamnya, Rona masih mencoba mendorong kursi kesana-sini. Ayahnya ikut senang. Kami berlima bertepuk-tangan jika Rona mampu menyelesaikan tantangan mendorong kursi dari ujung ke ujung.
Kegembiraan itu membawa kami tidur dengan pulas sepulas-pulasnya. Rona dan Rino tak rewel sedikit pun saat malam.
***