"Oh, nggak papa.. nanti belajar sama nenek! Pasti bisa, belum waktunya aja ya, Nak?" katanya.Â
Ah, Ibu selalu membesarkan hatiku. Itulah Ibu mertuaku. Hatinya seperti malaikat yang lembut dan baik.
Sampai di rumah, Ibu lalu asyik bermain dengan Rona dan Rino. Aku pun jadi punya waktu memasak dan beberes.
"Rona, merangkaknya sudah cepat. Besok bisa jalan ya, Nak?" kudengar suara Ibu dari dapur.
Malamnya Ibu tidur lebih cepat. Begitu juga suami dan anak-anak. Aku senang mereka tidur pulas karena gembira hari ini.
Subuh aku terbangun. Rencana akan memasak pagi. Ketika keluar kamar kudengar suara lamat-lamat. Sepertimnya dari kamar Ibu di depan. Di rumah mungil ini semua bisa terjangkau dan terdengar.
Kudengar lantunan doa Salam Maria. "Pasti Ibu sedang berdoa Rosario!" Sungguh, aku beruntung punya Ibu mertua seperti beliau. Teladan imannya sungguh luar biasa!
Aku segera ke dapur untuk segera berakrobat sebagai koki gadungan. Kumasak sayur asem-asem buncis dan daging, telur dadar, dan sup wortel. Tak sampai 2 jam dapurku sudah kinclong lagi.
***
"Ayo-ayo berdiri, terus pegang kursinya, Nak!" Ibu Mertuaku memberi semangat Rona.
Rona tersenyum manis sekali. Tapi kulihat dia berhenti dan berpikir sebelum mencoba berdiri.