Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Penjual Nasi di Warung Kecil Sekolah (Bag. 1)

20 Maret 2016   06:58 Diperbarui: 26 Maret 2016   08:45 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Sebenarnya kalau melihat dari anak-anaknya, ia masihlah muda, tapi karena rasa lelahnya mengurus anak yang mengalami autisme ini maka raut wajah mbak Yani sedikit lebih tua. Kadang saya melihat rauh wajah kesedihan yang dalam. Sebagai ibu seperti wanita lainya, tentulah ia berharap anak sulungnya itu bisa seperti anak lainnya. Bisa sekolah meski tanpa diantar dan ditungguin. Menyekolahkan anak penyandang disabilitas, khususnya tuna grahita dan autis, seperti menunggu anak-anak taman kanak-kanak. Di bulan pertama mereka bersekolah, orang tuanya selalu saja menunggui hingga saat pula tiba.

Ia tak pernah mengeluh, meskipun aku yakin tidak ada orang tua yang tidak mengeluh. Memiliki anak-anak normal saja masih sempat mengeluh, apalagi memiliki anak yang memiliki kekurangan ini. Kami menyebut anak yang istimewa, lantaran dengan kondisi yang dialami, orang tua tertantang bisa menghadapi segala macam hujatan, cibiran, dan hinaan karena anaknya tidak normal. Kadang mereka dianggap pembawa sial, yang tak layak untuk diajak bergaul. Selalu saja mendapatkan stempel buruk.

“Kirain tak jualan mbak.”  “Soalnya kemarin tidak ada. Padahal yang membeli sudah mengantri loh.”

“Nggak, Pak.” Kemarin Ina sakit, jadi harus berobat dulu ke dokter.”

“Sudah diobatin belum mbak?

“Sudah.” Jawab mbak Yani singkat.

“Perubahan kondisinya?”

“Alhamdulillah lumayan bagus. Lah itu, Ina sudah bisa sekolah.”

“Oh, iya. Saya malah belum melihat Ina sedari tadi. Ternyata sudah sembuh.”

“Syukurlah kalau begitu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun