Ina adalah anak pertama yang dilahirkan dalam keadaan autis. Sudah dari dulu disekolahkan ke mana-mana dan diobati ke beberapa dokter spesialis, ternyata hasilnya tidak ada sama sekali. Ketika dibawa kedokter, dokter hanya bisa menyarankan untuk dibawa ke seorang psikolog untuk dilakukan diagnosa penyakit apa yang dideritanya. Tiba-tiba mbak Yani menceritakan kondisi Ina sebelum di sekolahkan di sekolah ABK. Kala itu, mereka berdua amat bahagia, lantaran anak pertama sudah lahir dengan selamat. Dan beranjak tahun pertama, mereka menaruh curiga lantaran sang anak tidak mau diam, cenderung merusak dan lepas kendali. Kadang malah menggigit tangannya sendiri. Sering juga mencubit-cubit siapa saja yang ada di lingkungannya. Tak ayal ibu dan ayahnya seringkali harus menahan sakit lantaran dicubit anaknya.
Tak sengaja tiba-tiba pula perabot rumah dilempar begitu saja, jadi rusaklah semua yang ada di rumahnya. Televisi pun rusak. Buku-buku banyak yang sobek dan dinding kotor sekali lantaran kalau memegang apapun kepinginnya digunakan untuk corat-coret.
Sedih dan pusing tujuh keliling, tak menyangka anaknya justru bertingkah aneh, tak seperti anak lainnya.
Dalam perasaan sedih itu, mereka membawa Ina ke seorang psikolog untuk ditanyakan terkait kondisinya.
Ketika terjadi perbincangan di antara mereka, ternyata Ina terlepas dari pangkuan sang ibu. Dan tiba-tiba:
“Prang!”
“Ina!”
“Jangan!
“Jangan dirusak ya nak!”
Mbak Yani dan suaminya berteriak kaget karena barang milik psikolog itu rusak.
Tiba-tiba Ina berlari sembari melemparkan vas bunga sang psikolog. Vas bunga pun pecah. Mbak Yani dan suaminya segera meraih anaknya itu. Beruntung psikolog sudah mengetahui bahwa anak yang dibawa merupakan pengidap autisme. Jadi sudah dapat dipastikan akan merusak segalanya kalau tidak diawasi dan dikendalikan oleh kedua orang tuanya.