Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menelisik Pemerintahan Trump Dan Sikap AS Terhadap Rusia

7 Maret 2017   17:10 Diperbarui: 7 Maret 2017   17:35 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Young America's Foundation & NBC News

Sudah lebih dari sebulan Presiden AS Donald Trump resmi berkantor. Begitu resmi berkantor dia langsung mengeluarkan perintah eksekutif untuk menghentikan Obamacare, mengumumkan menarik diri AS dari TPP, mengumumkan untuk membangun dinding panjang pemisah perbatasan AS-Meksiko, dan menanda-tangani “Larangan Muslim Masuk AS.”

Penerima Hadiah Nobel Bidang Ekonomi – Paul Krugman merilis sebuah artikel pada minggu ketiga pemerintahan Trump resmi mulai, dengan mengatakan bahwa dengan tiga minggu goncangan pemerintahan Trump telah melebihi goncangan dalam tiga tahun dari Presiden lainnya.

Trump terus membuat “kejutan-kejutan” pada AS, dia juga mengalami keterkejutan sendiri. Dia mengalami “kekurangan pembantu” karena nominasi anggota kabinetnya masih belum keseluruhan disetujui Kongres dan kini menghadapi kehilangan personilnya, salah satu staf senior Trump yang sangat dipercaya terpaksa harus meninggalkannya. Yang disebabkan karena melakukan beberapa kali hubungan tilpon yang “melanggar peraturan” orang ini adalah Michael Flynn.

Tepat pada 14 Pebruari 2017, pada hari Velentin. Sean Spicer juru bicara Gedung Putih mengumumkan sesuatu yang mengejutkan: “Selamat sore. Selamat Hari Valentin! Saya bisa merasakan cinta dalam ruangan ini. Tegur sapa demikian orang pikir konferensi pers hari itu akan santai, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kita kini tiba pada hal yang didasarkan tidak ke masalah hukum, tetapi ke hal yang berdasarkan kepercayaan, pada tingkat antara Presiden dan Jendral Flynn, yang telah mencapai dimana ia (Flynn) merasa harus membuat perubahan.”

Yang dimaksud dengan Mr. “Flynn” oleh Gedung Putih ini tidak lain adalah Michael Flynn yang menjadi Penasehat Keamanan Nasional, yang telah dengan cepat mengumumkan mengundurkan diri pada malam sebelumnya.

“Penasehat” tampaknya tidak terlalu menonjol seperti posisi lain di sekitar presiden, tapi posisi ini menjadi paling inti dari staf Presiden, karena orang ini sebagai orang yang membuat rencana untuk presiden dalam setiap masalah diplomatik dan keamanan utama.

Kantor penasehat keamanan nasional terletak sama di Kantor Oval Presiden di sayap barat Gedung Putih, penasehat keamanan sering kali lebih dekat dengan presiden daripada Sekretaris Negara dan Menteri Pertahanan, bahkan dapat dikatakan sebagai penentu akhir sebelum presiden membuat keputusan yang signifikan.

Penasehat Keamanan Nasional AS yang terkenal selama pemerintahan Richard Nixon adalah Henry Kisingger dan Collin Powell selama pemerintahan Ronald Reagan.

Selama masa kampanye pemilihan presiden 2016, ketika banyak pakar keamanan terkenal yang menolak untuk mendukung Trump, Flynn justru mengeritik keras kebijakan Obama dan Hillary Clinton, sehingga menjadi favorit dari Trump.

Setelah Trump terpilih, anggota kabinet pertama yang diumumkan adalah Michael Flynn sebagai Penasehat Keamanan Nasional untuk Presiden.

Namun, mengapa pejabat resmi senior Trump yang paling dipercaya sebagai Penasehat Keamanan Nasional menjadi pejabat yang paling singkat menjabat dalam sejarah AS?

Hal ini disebabkan penasehat Trump ini telah melakukan hubungan tilpon ketika berada dalam dalam posisinya digaji di Gedung Putih.

Pada 29 Desember 2016, pemerintahan Obama mengumumkan dijatuhkannya sanksi putaran pertama terhadap Rusia, karena Rusia dituduh telah mengganggu pemilihan umum di AS melalui serangan cyber. Sanksi termasuk mendeportasi 35 diplomat Rusia dan menyita dua bangunan.

Hanya berselang dua hari kemudian, Presiden Rusia Vladimir Putin yang terkenal keras, dengan tiba-tiba mengumumkan bahwa dia tidak akan membalas dengan mengkonter-sanksi tersebut. Maka Badan-badan intelijen AS segera merasa curiga. Selanjutnya diikuti melakukan penyelidikan rahasia, dalam penyelidikan ini FBI menemukan bahwa Flynn saat itu yang sudah menjadi Penasehat Keamanan Nasional dari presiden terpilih Trump melakukan beberapa kali sambungan tilpon dengan Dubes Rusia di AS pada bulan Desember lalu.

Para analis dan pengamat Amerika pikir dengan berjalannya waktu, hal ini dianggap sangat sensitif, karena ketika Obama mengumumkan untuk mendeportasi diplomat Rusia di AS, pada saat itu sebagai anggota staf paling dekat Trump melakukan hubungan tilpon dengan diplomat Rusia di AS, ini menunjukkan hubungan mereka ini tidak hanya baik tapi tidak normal.

Jadi kita melihat mengapa Rusia tidak merespon setelah AS mendeportasi 35 diplomat Russia dari AS? Rusia tidak membalas dengan tindakan keras merupakan suatu yang tidak cocok dengan kepribadian Putin. Banyak pengamat yang menduga ini mungkin karena Putin telah mengantongi informasi dari orang dalam (AS) tentang Trump. Jadi ini dianggap suatu yang serius.

Karena apabila hingga Rusia mampu masuk ke dalam informasi tentang pembuat keputusan AS, maka kebijakan AS benar-benar akan menjadi transparen dan tanpa garis pertahanan sama sekali. Ini akan menjadi masalah kebocoran rahasia negara dan isu melanggar hukum.

Pada 12 Januari 2017 “Washington Post” untuk pertama kalinya mengungkapkan tentang sambungan tilpon Flynn dengan Dubes Rusia. Setelah itu pada 15 Januari Wakil Presiden Mike Pence secara terbuka mengatakan bahwa Flynn telah melaporkan kepadanya bahwa dia dengan yakin tidak berbicara dengan Rusia tentang sanksi. Bahkan Mike Pence mengatakan: “Itu benar-benar hanya kebetulan bahwa mereka melakukan pembicaraan pada saat itu.”

Pada 26 Januari, satu minggu setelah Trump dilantik. Sekretaris Badan-badan intelijen AS melaporkan hasil investigasi mereka, dan saat itu Trump baru tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi yang aneh bahwa Gedung Putih tidak mengambil tindakan apa-apa.

Pada 10 Pebruari, saat Trump mengadakan konferensi pers bersama Shinzo Abe, dan Flynn duduk di barisan depan. Pada malam 11 Pebruari, ketika Trump membahas situasi tentang masalah Semenanjung Korea di Florida Estate, Flynn juga ada disana. Hingga 13 Pebruari jam 16:00 sore, Gedung Putih masih belum terungkap niatnya.

Tujuh jam kemudian, Flynn tiba-tiba mengundurkan diri. Flynn dalam penyataanya menuliskan :”Saya dengan kurang hati-hati memberi penjelasan tidak lengkap kepada Wakil Presiden terpilih dan lainnya tentang sambungan tilpon dengan Dubes Rusia. Saya dengan tulus meminta maaf kepada Presiden dan Wakil Presiden.”

Juru bicara Gedung Putih – Sean Spicer dalam konferensi pers 14 Pebruari, menyatakan dengan tegas membantah bahwa Trump secara resmi meminta Flynn untuk membahas sanksi dengan Rusia.

Wartawan : Apakah Presiden menginstruksikan Flynn untuk berbicara tetang sanksi?

Spicer: Tidak. Sama sekali tidak, tidak ada itu,  itu tidak pernah.

Wartawan: Apakah presiden lebih suka dia tidak melakukannya?

Spicer: Saya pikir presiden tidak punya masalah dengan kenyataan apa tindakan dia yang sesuai dengan apa yang seharusnya dia dikerjakan.

Apa yang patut dicatat bahwa Trump baru menyadari dan mengetahui situasi ini pada akhir Januari, tapi mengapa ia menunggu sampai pertengahan Pebruari untuk menyerukan Flynn untuk mengundurkan diri. Ini masih misteri.

Pengamat melihat ini kemungkinan terbesar memang Flynn melakukannya atas perintah Trump untuk berbicara dengan Dubes Rusia di AS. Dia pasti sudah melaporkannya dan menegaskan kepada Trump, dimana Flynn telah memberitahu masa depan hubungan AS-Rusia di masa depan tidak akan terlalu terpengaruh oleh sanksi Obama terhadap Rusia, dan bahkan akan menjadi lebih hangat. Banyak pengamat dan analis yang percaya dalam hal ini pasti ada tangan Trump di dalamnya.

Dan masalah ini oposan Trump tidak akan menyerah untuk membongkar dan menguak peristiwa ini kelak. Target mereka setelah Flynn mungkin Trump.

Dalam situasi semacam ini, Trump mau tidak mau harus mengorbankan pionnya untuk melindungi dirinya sendiri. Dia minta Flynn mengundurkan diri sebagai cara untuk melindungi dirinya sendiri.

Sebagai salah satu dari “anggota staf inti” Trump, Flynn mengundurkan diri setelah 20 hari menjabat, ini benar-benar suatu kontroversi. Hal ini tidak hanya menjadi kejutan di opini publik di AS, juga menyebabkan anggota Kongres AS untuk mengadakan penyelidikan atas insiden Flynn berbicara dengan Rusia.

Tapi dibalik apa yang tiada henti untuk mengejar kasus Flynn ini sebenarnya sasaran ditujukan kepada Trump. Jika insiden Flynn ini terus berfermentasi, apa kiranya yang akan dihadapi Trump berikutnya?

Sebenar Flynn bukannya  penasehat yang pertama melepaskan jabatan karena persahabatannya dengan Rusia. Pada bulan Agustus tahun lalu, ketika Trump berkampanye,  Paul Manafort juga dipaksa untuk mengundurkan diri karena ia mengungkapkan bahwa ia telah telah berkontribusi politik pada Partai Regional Ukraina beberapa tahun sebelumnya.

Pada September tahun lalu, penasehat bidang kebijakan luar negeri Trump---Carter Page telah ter-invetigasi oleh Badan Intelijen AS bahwa dia ada hubungan pribadi dengan pejabat senior Rusia yang berada dalam “daftar hitam” dan terkena sanksi AS. Page kemudian meninggalkan tim Trump juga.

Yang lebih menyusahkan Trump apabila insiden Flynn yang “berbicara dengan musuh” terus dikejar lebih jauh, maka kantor oval di Gedung Putih akan dibidik.

Rakyat dan pemerhati AS mungkin telah memperhatikan peran dari laporan “Washington Post” yang memainkan skandal Flynn. Surat kabar ini juga yang dulu memainkan peran penting dalam skandal pengunduran diri mantan Presiden AS—Richard Nixon pada tahun 1974, tindakan Flynn ini telah menimbulkan kemarahan di kalangan besar rakyat AS.

Banyak kalangan yang percaya bahwa Mike (Michael) Flynn berinteraksi dengan Dubes Rusia di AS sudah empat kali, ini dianggap bukan suatu tindakan yang sederhana dan bersifat individu atau pribadi. Dia pasti telah mendapatkan otorisasi dari pihak berwenang untuk melakukan hal ini, jika tidak itu tidak akan masuk akal bisa melakukannya. Pihak Demokrat benar-benar ingin mengejar kasus ini, untuk menghubungkannya dengan Wakil Presiden Mike Pence atau Trump, sebab dengan cara itu mereka memiliki sesuatu untuk bekerja (menyerang).

Pengamat pikir masalah ini telah mencerminkan kekuatan oposisi AS dan kekuatan ini akan terus mengejar kasus ini. Bahkan mereka pikir akan mengubah kasus ini menjadi “Watergate.”

Pada 16 Pebruari, saat Trump mengadakan konferensi pers pertama sejak resmi berkantor. Pada saat itu Trump membela Penasehat Keamanan Nasional—Michael Flynn, karena ia percaya tidak ada yang salah dengan Flynn berbicara dengan Dubes Rusia di AS sebelum dilantik. 

Trump mengatakan: “Dia hanya melakukan tugasnya.” Setelah itu Trump menyerang balik media, menuduh mereka menciptakan berita palsu, dan mempertanyakan legailitas dari sumber berita yang mereka gunakan.

Jika kita perhatikan Trump ketika pertama kali bertemu dengan wartawan setelah ia terpilih, ia menghabiskan 75 menit berbicara tentang hubungannya dengan Rusia. Diperkirakan Trump telah menghabiskan sepertiga dari waktu bicaranya tentang hal ini.

Ini menunjukkan kepada kita, media mainstream AS sangat prihatin dari perspektif keamanan nasional, dimana kekuasaan eksekutif mempunyai semacam hubungan terlarang dengan Rusia, dan mereka dianggap telah menghianati kepentingan nasional AS. Kemungkinan terbesar bahwa media tradisional AS tidak mempercayai pemerintahan baru ini secara keseluruhan.

Menanggapi pengungkapan media AS, Trump memuat beberapa tweet pada 15 Pebruari, berusaha untuk memperjelas hubungan timnya dengan Rusia. Trump juga menyatakan kemarahannya kepada beberapa Badan Intelijen AS yang telah melakukan beberapa kebocoran kepada media AS.

Pada 15 Pebruari Trump men-tweet: “Informasi telah secara ilegal diberikan kepada New York Times dan Washington Post oleh komunitas intelijen (NSA dan FBI)?”

Kita baru-baru ini bisa melihat bahwa Gedung Putih benar-benar belum aman sama sekali, karena Gedung Putih penuh dengan kobocoran. Banyak informasi, termasuk hubungan tilpon Trump dengan PM Australia Malcom Trunball dibocorkan, ini bukan seharusnya yang harus keluar.

Anggota staf dan pekerja yang awalnya mendukung Obama dan sekarang beroposisi terhadap Trump. Mereka ini benar-benar masih merasa tidak nyaman, dan membocorkan beberapa informasi hal-hal kecil. Kali ini, mereka membocorkan ke Washington Post. Kemungkinan kebocoran ini terjadi dengan cara demikian.

Trump mengatakan bahwa badan intelijen yang membocorkan informasi, tapi bagaimana mereka bisa tahu? Kalau bukan karena ada kebocoroan dari Gedung Putih.

Menurut data survei yang dirilis pada 17 Pebruari oleh lembaga survei AS, Presiden Trump rating kepercayaannya mencapai rekor terendah 40% di bulan pertama. Ini menjadi rata-rata 21% lebih rendah dari rating kepercayaan presiden lainnya pada bulan pertama jabatan mereka. Bahkan lebih rendah dari Bill Clinton yang sebelumnya telah dinyatakan terendah. Pendahulunya Barack Obama memiliki rating 64% selama bulan pertama. Jika tren penurunan ini terus terjadi, dikhawatirkan insiden Flynn akan menyebabkan “Water gate” versi Trump akan terjadi.

Insiden Flynn telah menggemparkan media mainstream AS terhadap Rusia saat ini. Sebelum Trump menjabat resmi dia terus menyatakan akan meningkatkan hubungan AS-Rusia, tapi pada akhirnya hal ini tidak akan terjadi kenyataan. Dengan banyaknya tekanan, sikap pemerintahan Trump terhadap Rusia akan berubah.

Pada 16 Pebruari, Menlu AS yang baru Rex Tillerson menghadiri pertemuan para Menlu G20 di Bonn, Jerman, yang menjadi diplomatik “perdana.” Dalam acara ini, pertemuannya dengan  Menlu Rusia – Sergey Lavrov telah menjadi perhatian dunia.

Sergey Lavrov dalam pertemuan ini mengatakan: “Terima kasih Pak Menlu untuk kesempatan ini, hingga saya bisa bertemu Anda untuk pertama kalinya sejak Anda menjabat. Saya ingin mengucapkan selamat kepada Anda sebagai Menlu.”

Ketika media dipersilahkan untuk keluar untuk pertemuan ini, pertanyaan  salah satu journalis yang coba “memancing” Lavrov, tetapi ia masih bisa mengelak untuk tidak terpancing. Journalis itu menanyakan: “Mr. Lavrov, apakah Anda tidak khawatir dengan gejolak dalam pemerintahan di Washington? Apakah Anda khawatir itu akan mempengaruhi hubungan AS-Rusia?”

Lavrov menjawab: “Anda harus tahu, kita tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.”

Setelah pertemuan itu, Lavrov mengatakan kepada wartawan bahwa ia dan Tillerson membahas isu di Syria dan Afganisan, serta Ukraina, dan ia merasa diskusi mereka praktis dan realistik. Dan ia telah menyatakan sikap negara mereka untuk banyak hal, dan terutama telah mencapai konsensus untuk masalah kontraterroisme.

Tapi Lavrov mengakui bahwa konflik antara Rusia dan AS tidak bisa semua diselesaikan, tapi cukup memuaskan bahwa mereka telah menemukan pijakan kepentingan bersama di semua sektor, dan mereka masing-masing akan memainkan peran mereka di panggung internasional.

 

Lavrov juga mengatakan bahwa kedua pihak tidak membahas sanksi AS terhadap Rusia. Tillerson juga mengatakan bahwa pertemuan itu telah sangat konstruktif untuk masa depan, pemerintah AS akan mencari peluang untuk bekerjasama dengan Rusia di sektor-sektor yang menguntungkan rakyat Amerika.

Tapi ada yang penuh trik dan sulit pada hari yang sama, Menhan baru AS--James Mattis juga menghadiri pertemuan para Menhan anggota NATO yang menyatakan bahwa AS tidak ada berniat terlibat dalam kerjasama militer dengan Rusia.

James Mattis mengatakan: “Saya pikir untuk Rusia, mereka harus mau hidup mematuhi hukum internasional, seperti yang kita harapkan bagi semua bangsa yang sudah dewasa di planet ini. Dan apa yang akan kita lakukan adalah kita akan terlibat politik, posisi kita sekarang tidak akan melakukan kolaborasi pada tingkat militer (dengan Rusia), tetapi pemimpin politik kita akan terlibat dan mencoba untuk menemukan kesamaan atau jalan ke depan dimana Rusia sampai mau hidup memenuhi komitmennya, setelah itu barulah mereka bisa kembali untuk bermitra dengan NATO. Tapi yang pertama Rusia harus membuktikan diri dan hidup sesuai dengan komitmen yang telah mereka buat dalam perjanjian Rusia-NATO.”

“The New York Times” menuliskan: “Sehari yang lalu, beberapa pejabat Rusia sedang minum sampanye untuk merayakan kemenangan Trump dalam pemilihan presiden, tapi kemarin rasanya manis telah menghilang, sepertinya suka cita akan perlahan-lahan diganti dengan kewaspadaan.”

Pada kenyataannya “gelombang anti-Rusia” yang kuat sudah melanda AS. Sebuah kapal mata-mata Rusia telah mengumpulkan informasi hanya dalam jarak puluhan mil dari pantai timur AS, jet tempur Rusia terbang mendekati kapal perang AS, dan NATO telah mulai mengerahkan militernya lebih lanjut.

Penasehat Keamanan Nasional AS – Flynn mengundurkan diri karena skandal “berbicara dengan musuh.” Tampaknya telah membuka katup mengeluarkan berbagai rasa ketakutan terhadap Rusia dan sentimen anti-Rusia yang terakumulasi salama “bulan madu” pendek antara AS dan Rusia.

Dalam opini publik AS, Rusia sekali lagi menjadi ancaman menakutkan bagi kemanan nasional. Dalam situasi demikian, kini nada Trump mulai berubah.

Pada 14 Pebruari, juru bicara Gedung Putih AS, saat Sean Spicer membahas isu Crimea pada konferensi pers mengatakan, Trump berharap untuk “bisa bergaul dengan Rusia” tapi untuk ke depan diharapkan Rusia mau “mengembalikan” Crimea kepada Ukraina.

Sean Spicer: “Presiden Trump dengan jelas mengharapkan pemerintah Rusia untuk meredahkan kekerasan di Ukraina dan mengembalikan Crimea.”

Beberapa jam kemudian, Trump mengatakan melalui twitternya : “Crimea diambil Rusia selama pemerintahan Obama. Apakah Obama terlalu lunak pada Rusia?”  Selama kampanye, sikap Trump terhadap masalah Crimea bervariasi.

Pada Juli tahun lalu, Trump mengisyaratkan dalam wawancara dengan ABC di acara “This Week,” dia mengatakan bersedia menerima Crimea menjadi bagian dari Rusia. Tapi ketika wartawan TV menanyakan apakah ia bersedia mengakui Crimea menjadi bagian dari Rusia. Ia menjawab: “Saya akan melihat dulu itu, tapi Anda tahu rakyat Crimea dari apa yang saya dengar mereka lebih suka bersama dengan Rusia daripada seperti apa yang mereka berada sekarang.”

Tanggapan Sean Spicer juru bicara Gedung Putih tentang Crimea membuat penasaran bagi media Barat, yang tidak tahan tentang “persahabatan Trump dan Putin.” Belum lama ini. TV n-Jerman menduga bahwa “bulan madu Trump dan Putin mungkin akan berakhir.”

Sebagai contoh, ketika datang untuk masalah penyesuaian kebijakan Rusia, Trump juga mengatakan bahwa ia akan membuat kompromi dengan Rusia untuk masalah Crimea. Jadi dia telah kembali ke dasar AS untuk kebijakan Rusia. Selama tidak ada kompromi untuk masalah Crimea, AS tidak mungkin akan memiliki hubungan baik dengan Rusia, maka hubungan kedua negara ini akan kembali pada titik awal.

Hubungan AS-Rusia selalu menjadi daerah sensitif di kebijakan luar negeri AS. Seperti diketahui AS selalu defensif terhadap Rusia, ini menunjukkan belum berakhirnya pemikiran Perang Dingin.

Trump memasuki Gedung Putih sebagai “pembaharu/reformer” dan meskipun ia mengatakan selama kampanye bahwa ia akan memperbaiki hubung AS-Rusia, namun ia akan mendapati setelah ia terpilih bahwa dia menghadapi banyak halangan untuk melakukan hal ini.

Jadi mengapa hubungan hubungan AS-Rusia menjadi mendingin, dan mengapa konflik mereka begitu mendalam bahkan presidenpun tidak bisa menyelesaikannya?

Untuk meng- “Reset” hubungan AS-Rusia tampaknya telah menjadi sesuatu yang setiap Presiden AS harapkan ketika sebelum mereka resmi menjabat.

Kita dapat melihat selama pemerintahan Clinton, di awal pemerintahannya hubungan AS-Rusia cukup baik, tapi pada saat pemerintahan berakhir, sikap Boris Yeltsin terhadap AS berubah, dan kemudian untuk masalah NATO yang mengembom Yugoslavia, Yeltsin marah dan mengirim pasukan payung dan militer untuk menduduki bandara dan menantang militer AS. Ini merupakan contoh dari hubungan kedua negara ini dimulai dengan baik hingga akhirnya menjadi buruk.

Selama pemerintahan George W. Bush juga sama. Pada awalnya pemerintahan Bush, hubungan AS- Rusia baik juga, kita masih ingat selama peringatn ke-60 tahun kemengangan melawan fasisme pada P.D. II pada tahun 2005, pada saat itu, pemimpin negara-negara utama berkumpul di Moskow, dan Bush hadir juga. Ia bahkan berselfie dengan Putin, yang menunjukkan betapa dekatnya mereka, tetapi pada akhir masa jabatan Bush, sekitar diselenggarakannya Olympiade di Beijing, mereka mulai bertengkar tentang Georgia.

Hubungan AS-Rusia memasuki masa stagnasi akibat konflik Georgia. Setelah Obama menjabat pada 2009, ia sunguh-sunguh memencet tombol “Reset” yang menyebabkan hubungan kedua negara ini memasuki masa “hangat’ baru. Namun krisis Ukraina pecah, Rusia mengirim pasukan ke Crimea, ini menyebabkan AS dan Rusia memasuki periode hubungan dingin baru.

Salah satu aspek ini disebabkan karena berkepanjangan dari pemikiran Perang Dingin, karena selama Perang Dingin yang berlangsung beberapa dekade, bagi orang AS telah terjadi pola pemikiran yang mendalam tertanam dalam benaknya. Tantangan kedua adalah adanya tantangan nyata. Misalnya, setelah tahun 2013 krisis Ukraina, ada aneksasi Crimea pada tahun 2014. Jadi AS percaya bahwa meskipun Rusia berharap dan melakukan untuk memperbaiki hubungannya dengan AS, tapi dianggap oleh orang Amerika itu tidak dapat diandalkan.

Setelah Perang Dingin berakhir, meskipun hubungan AS-Rusia membaik tapi hubungannya tidak terasa baik betul, AS masih memandang Rusia sebagai musuh strategis potensial, dan terus melakukan upaya menekan ruang strategis Rusia.

Setelah peristiwa serangan 9-11, kontraterorisme menjadi misi utama dari kebijakan luar negeri Rusia.  AS secara aktif berusaha untuk mendapatkan dukungan dan kerjasama dengan Rusia, dan hubungan AS-Rusia meningkat banyak dalam waktu singkat. Namun AS tidak mengubah pertimbangan strategis dalam menekan dan melemahkan Rusia, maka dari itu penekanan tetap menjadi bagian penting dari kebijakan AS untuk Rusia.

Perlu diketahui kebijakan luar negeri dan pemerintah domestik AS dibentuk berdasarkan musuh AS, itu sudah menjadi dasar penentuan klasik. Jadi dalam situasi semacam ini arus kekuatan anti-Rusia sudah sangat kuat.

Pemikiran semacam ini yang mempengaruhi kalangan politik AS. Pada saat-saat terakhir sebelum masa habis masa jabatannya, Obama masih tidak lupa mengungkapkan ketidak senangannya dengan Presiden Rusia Putin, karena itu ia melakukan serangkaian sanksi sebagai balasan terhadap Rusia, dengan mengatakan mereka lakukan untuk melawan balik hacker/peretas Rusia yang campur tangan dalam pemilihan AS.

Membandingkan sikap keras mantan Presiden Obama terhadap Rusia, Trump tampaknya sedikit lebih dekat dengan Rusia. Dia mengatakan terus terang bahwa itu akan menjadi hebat jika AS bisa bergaul dengan Putin. Tapi ide Trump masih belum bisa diterima oleh kalangan politikus arus utama AS.

Sebelum Trump terpilih, ia pernah mengatakan ketidak-senangan tentang sistem sekutu AS, dan mengusulkan perubahan hubungannya dengan sekutu, tapi sebulan setelah resmi sebagai presiden, tidak ada yang berubah.

Pada 18 Pebruari, tentara AS yang ditempatkan di Jerman mengumumkan bahwa 1000 tentara AS yang di tempatkan di Weisbaden, Jerman, akan bergabung dengan pasukan NATO yang ditempatkan di Polandia, dan akan diasramakan di Orzysz, di Polandia Utara.

Menurut laporan media AS, pada 19 Pebruari, Wakil Presiden Mike Pence dalam pidato untuk kebijakan ‘perdana’ luar negerinya bahwa AS akan tanpa ragu untuk mendukung NATO. Pence dalam pidatonya mengatakan: “Hari ini atas nama Presiden Trump, saya membawakan kepada Anda jaminan ini. Amerika Serikat akan teguh dalam komitmen pada Aliansi Trans-Atlantik ini.”

Selain dari sentimen anti-Rusia yang telah terbangun selama bertahun-tahun, maka bahkan seandainya  jika sudah mencapai konsensus di beberapa titik masalah, tapi kerja-sama antara AS dan Rusia juga akan menghadapi situasi dimana ada yang tidak mungkin, karena mereka masih memiliki konflik yang tajam antara mereka.

Presiden Trump pernah melakukan sambungan tilpon dengan putra mahkota Arab Saudi yang memutuskan bahwa Arab Saudi akan membayar untuk zona keamanan di Syria, dan para pengungsi akan dikumpulkan disana. Amerika pikir ini sesuatu pemikiran yang sangat baik, tapi Rusia harus setuju agar proyek ini bisa terwujud. Tapi mengapa Rusia masih belum sepakat untuk proyek ini hingga hari ini?

Karena pertimbangan Rusia, Bashir al-Assad, dan Iran mereka pikir “zona keamanan” akan diperuntukan untuk lawan atau oposisi moderat Syria untuk berkumpul dan berlindung yang sekarang mereka tidak bisa melawan pasukan gabungan, yang dipimpin Rusia, bersama dengan gabungan pasukan dari Iran, Hizbullah dan militer al-Assad, dengan zona ini mereka akan mendapatkan keuntungan di medan perang jika mereka terus berjuang dan ada AS yang mendukung di sisinya, dimana keadaan mereka sekarang sebenarnya sudah hampir terkalahkan.

Maka sepertinya mereka bekerja-sama, tetapi banyak blunder didalamnya. Jika untuk hal kepentingan tertentu, kedua belah pihak akan dengan tajam saling menentang, sehingga sulit bagi mereka untuk bekerja-sama sungguh-sungguh.

Kembali pada pemerintahan Trump, saat ini ia sedang menghadapi kelumpuhan untuk membuat kebijakan luar negeri, pengunduran diri Flynn telah membuat keadaan lebih buruk lagi dari sebelum ini, harapan Trump untuk meningkatkan hubungan AS- Rusia dihadapkan dengan terjadinya kekurangan ini.

Hubungan AS- Rusia tidak akan secara mendasar berubah dikarenakan harapan Presiden sendiri. Hal ini harus diputuskan oleh banyak faktor sejarah. Bahkan jika Trump sangat tulus berkeinginan untuk men-stabilkan hubungan AS-Rusia, ia akan tetap memiliki batas kemampuan untuk itu.

Ada sikap yang aneh di kalangan elit di AS. Mereka memiliki persaan mendua kepada Rusia membenci dan takut terhadap Rusia, dan kebencian mereka terhadap Rusia tidak pernah goyah dan sirnah. Trump berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan Rusia, tetapi menemukan dirinya tidak mampu melaksanakan tugas ini.

Dalam perspektif jangka panjang, adanya saling bertentangan antara AS dan Rusia tidak akan bermanfaat bagi negara mereka. Pemerintahan Trump nampaknya telah menyadari dengan mendalam akan hal ini. Apa yang perlu dilakukan sekarang adalah mencari cara untuk memecahkan titik beku dalam hubungan kedua negara ini.

Jelas kita berharap melihat bagaimana Trump akan “memecahkan es” ini diantara mereka, dan apakah hubungan AS-Rusia akan menghangat atau tidak. Marilah kita amati bersama.....

Sucahya Tjoa

05- Maret 2017

Sumber: Media TV Dan Tulisan Dalam Dan Luar Negeri

Sumber Berita: 1, 2, 3, 4 dan 5.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun