Setelah Perang Dingin berakhir, meskipun hubungan AS-Rusia membaik tapi hubungannya tidak terasa baik betul, AS masih memandang Rusia sebagai musuh strategis potensial, dan terus melakukan upaya menekan ruang strategis Rusia.
Setelah peristiwa serangan 9-11, kontraterorisme menjadi misi utama dari kebijakan luar negeri Rusia. AS secara aktif berusaha untuk mendapatkan dukungan dan kerjasama dengan Rusia, dan hubungan AS-Rusia meningkat banyak dalam waktu singkat. Namun AS tidak mengubah pertimbangan strategis dalam menekan dan melemahkan Rusia, maka dari itu penekanan tetap menjadi bagian penting dari kebijakan AS untuk Rusia.
Perlu diketahui kebijakan luar negeri dan pemerintah domestik AS dibentuk berdasarkan musuh AS, itu sudah menjadi dasar penentuan klasik. Jadi dalam situasi semacam ini arus kekuatan anti-Rusia sudah sangat kuat.
Pemikiran semacam ini yang mempengaruhi kalangan politik AS. Pada saat-saat terakhir sebelum masa habis masa jabatannya, Obama masih tidak lupa mengungkapkan ketidak senangannya dengan Presiden Rusia Putin, karena itu ia melakukan serangkaian sanksi sebagai balasan terhadap Rusia, dengan mengatakan mereka lakukan untuk melawan balik hacker/peretas Rusia yang campur tangan dalam pemilihan AS.
Membandingkan sikap keras mantan Presiden Obama terhadap Rusia, Trump tampaknya sedikit lebih dekat dengan Rusia. Dia mengatakan terus terang bahwa itu akan menjadi hebat jika AS bisa bergaul dengan Putin. Tapi ide Trump masih belum bisa diterima oleh kalangan politikus arus utama AS.
Sebelum Trump terpilih, ia pernah mengatakan ketidak-senangan tentang sistem sekutu AS, dan mengusulkan perubahan hubungannya dengan sekutu, tapi sebulan setelah resmi sebagai presiden, tidak ada yang berubah.
Pada 18 Pebruari, tentara AS yang ditempatkan di Jerman mengumumkan bahwa 1000 tentara AS yang di tempatkan di Weisbaden, Jerman, akan bergabung dengan pasukan NATO yang ditempatkan di Polandia, dan akan diasramakan di Orzysz, di Polandia Utara.
Menurut laporan media AS, pada 19 Pebruari, Wakil Presiden Mike Pence dalam pidato untuk kebijakan ‘perdana’ luar negerinya bahwa AS akan tanpa ragu untuk mendukung NATO. Pence dalam pidatonya mengatakan: “Hari ini atas nama Presiden Trump, saya membawakan kepada Anda jaminan ini. Amerika Serikat akan teguh dalam komitmen pada Aliansi Trans-Atlantik ini.”
Selain dari sentimen anti-Rusia yang telah terbangun selama bertahun-tahun, maka bahkan seandainya jika sudah mencapai konsensus di beberapa titik masalah, tapi kerja-sama antara AS dan Rusia juga akan menghadapi situasi dimana ada yang tidak mungkin, karena mereka masih memiliki konflik yang tajam antara mereka.
Presiden Trump pernah melakukan sambungan tilpon dengan putra mahkota Arab Saudi yang memutuskan bahwa Arab Saudi akan membayar untuk zona keamanan di Syria, dan para pengungsi akan dikumpulkan disana. Amerika pikir ini sesuatu pemikiran yang sangat baik, tapi Rusia harus setuju agar proyek ini bisa terwujud. Tapi mengapa Rusia masih belum sepakat untuk proyek ini hingga hari ini?
Karena pertimbangan Rusia, Bashir al-Assad, dan Iran mereka pikir “zona keamanan” akan diperuntukan untuk lawan atau oposisi moderat Syria untuk berkumpul dan berlindung yang sekarang mereka tidak bisa melawan pasukan gabungan, yang dipimpin Rusia, bersama dengan gabungan pasukan dari Iran, Hizbullah dan militer al-Assad, dengan zona ini mereka akan mendapatkan keuntungan di medan perang jika mereka terus berjuang dan ada AS yang mendukung di sisinya, dimana keadaan mereka sekarang sebenarnya sudah hampir terkalahkan.