Pada akhir pertemuan, tiga menteri luar negeri ini merilis “Komunike Bersama” yang menunjukkan ketiga negara telah mencapai sikap yang sama mengenai isu-isu Laut Tiongkok Selatan.
Juru bicara KemEnlu Tiongkok Hua Chunying mengatakan; Tiongkok, Rusia dan India berjanji untuk menjaga ketertiban hukum maritim berdasarkan hukum internasional. Pesan ini bisa dilihat dengan jelas dalam “Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang menyatakan semua perselisihan terkait harus diselesaikan oleh negara-negara yang terlibat melalui negosiasi dan konsultasi. Para Menteri Luar Negeri diserukan untuk mematuhi secara komprehensif kepada “UNCLOS,” yang dinyatakan dalam “Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan,” dan tindak lanjut pedoman operasional untuk menerapkan “Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan.”
Komunike ini menyatakan sikap umum tentang situasi Laut Tiongkok Selatan saat ini meningkat, dan menekankan bahwa Rusia, Tiongkok dan India semua memandang ke depan untuk menyelesaikan sengketa melalui negosiasi dan konsultasi.
Tapi media Barat terkesan mengutuk Tiongkok dengan mengatakan Tiongkoki telah terisolasi untuk masalah Laut Tiongkok Selatan, namun Tiongkok menganggap ini suatu serangan balik yang effektif yang membantu Tiongkok mendengar lebih banyak tentang isu-isu Laut Tiongkok Selatan dan dapat mengungkapkan suaranya dan konsep-konsepnya mengenai isu-isu Laut Tiongkok Selatan kepada masyarakat internasional, untuk memenangkan lebih banyak dukungan dalam komunitas internasional untuk sikapnya terhadap isu-isu Laut Tiongkok Selatan.
Pada 20 April 2016, Menlu Tiongkok Wang Yi mengunjungi Brunei, Komboja dan Laos, dan berhasil mencapai konsensus 4 butir mengenai isu Laut Tiongkok Selatan dengan negara-negara ini. Mereka percaya Tiongkok dan negara-negara ASEAN memiliki kemampuan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan melalui kerjasama, dan negara-negara diluar kawasan harus memainkan peran konstruktif, dan bukan sebaliknya.
Pada 28 April 2016, di pertemuan reguler ke-5 Menlu CICA (Conference on Interaction and Confidence-Building Measures in Asia) yang diadakan di Beijing Tiongkok. Sebelum pertemuan ini, Menlu Tiongkok Wang YI bertemu denggan banyak Menlu dari negara-negara lain.
Dalam hal isu Laut Tiongkok Selatan, Pakistan, Banglades, Belarus dan Kyegyztan semua mengemukakan pengertiannya dan memberi dukungan atas posisi Tiongkok. Selama ini ada 13 negara yang menyatakan dukungannya pada sikap Tiongkok, pada 13 April 2016, Menlu Fiji mengunjungi Tiongkok juga mendukung sikap Tiongkok pada isu-isu Laut Tiongkok Selatan, termasuk Sudan.
Di ASEAN hanya Filipina yang terkecualian, memang sudah lama AS telah menggunakan kekuatan komprehensif, suara dan kemampuannya untuk mengatur agenda mengendalikan arah opini publik mengenai Laut Tiongkok Selatan, dan menciptakan lingkungan opini publik yang tidak adil.
Dengan akan diputuskannya “kasus arbitrase Laut Tiongkok Selatan” yang diajukan Filipina ke Mahkamah Internasional, AS telah terus-menerus melakukan penyesuaian dan mengubah kebijakannya tanpa kenal lelah dengan Filipina dan juga dengan negara-negara lain untuk membangkitkan masalah terkait dengan Laut Tiongkok Selatan, untuk membuat sengketa kawasan ini menjadi “tetap panas.”.
Pada 22 April 2016, Komado Pasifik AS (USPACOM) sebuah situs resmi AS, merilis pernyataan yang mengatakan bahwa empat pesawat penyerang AU-AS -- A-10C Thunderbolt II dan dua HH-60G Pave Hawk Special Operations helicopters melakukan misi penerbangan dekat Pulau Huangyan pada tanggal 19 April 2016.
Ini menjadi yang pertama kalinya sebuah pesawat pengintai dan pengenalan situasional maritim melakukan misinya. Hanya dalam 10 hari saja, militer AS telah mengerahkan pesawat militer ke wilayah dekat Pulau Huangyan tiga kali, sehingga sekali lagi pulau ini menjadi fokus opini publik.