Suatu prevalensi tersendiri selagi dalam masa stagnasi bahkan dekadensi kewarasan, aku menekan tombol spasi berkali-kali. Ada semacam ketenangan bayan yang menjamah. Aku tersenyum miring. Sempat terlintas ide menyambung hidup dengan menulis saja tapi yang bisa kutuangkan di atas bidang putih itu hanya guratan-guratan spasi yang terang tak terbaca oleh siapa pun.
Dok! Dok! Dok!
"Non! Nona Theresia!" Aku terkesiap oleh teriakan banter Bi Ine, lekas mengayun daun pintu yang habis diketuk---nyaris digedor.
"Ada apa, Bi---?"
"---nggak apa-apa, Mas. Saya bisa sendiri," tandas Theo menghindari Mas Topik, tukang kebun rumah kami yang terus mengikutinya. Aku belum paham betul situasi ini sampai kulihat Theo semakin dekat.
Kedua mataku membeliak. Segera kuhampiri Theo, tanpa tedeng aling-aling menyingkirkan surai dark caramel-nya yang menghalangi dahi. "Kamu kenapa?" tanyaku tergesa. Darah segar mengalir hingga pelipis.
Theo menepis tanganku cepat. "Minggir," desisnya tak sabar.
Seperti ia tidak peduli akan kehadiranku, seperti itu pula aku tak mengindahkan titahnya. "Nggak usah neko-neko. Lima menit ke depan kamu masih sanggup berdiri, saya kasih sepuluh jempol. Yang sayangnya cuma ada empat." Aku menoleh pada Mas Topik, Bi Ine, dan orang-orang rumah lainnya yang mengelilingi kami bak sesajen. "Tolong tinggalkan kami berdua," ucapku menenangkan, lekas mereka kembali ke pekerjaan masing-masing.
Theo menyeka darah dengan lengan kemeja, jas hitam tersampir di pinggangnya. "Ini tidak tersurat di perjanjian yang sudah kita sepakati," ujarnya keras kepala menanggapi lakuku.
"Kalau begitu, anggap saja ini sandiwara persis yang tertera di piagam tersebut," ujarku tak kalah keras kepala. Theo kontan mendengus keras. Aku cukup sadar diri untuk tidak sesuka hati menyentuhnya tanpa lihat-lihat situasi sesuai perjanjian kami. Tapi---hey, ada orang terluka di hadapanku dan dia menyuruhku diam? Yang benar saja!
Ia langkahkan kedua tungkainya melewatiku. "Sekali kamu melanggar kesepakatan kita," lantang, ia berkata, "tuntaskan semua kontrak bisnis antara keluargamu dan saya."