Langkah Cok Ngurah terhenti. Pandangan matanya menuju pada sebuah benda berbentuk kotak diatas meja. Terlihat usang tapi masih bersih terawat. Benda itu bertuliskan CORONA 1926. Berwarna coklat mengkilap. Ia memandangi benda itu dengan teliti.
Ada sesuatu yang membuatnya tertarik mendekat. Ia memandangi mesin tik itu sekali lagi. lalu menyentuhnya perlahan. Seketika aliran darahnya berdesir hebat. Jantungnya berdetak cepat. Ia seperti baru saja bangun dari pingsan.
"Selamat pagi Pak, ada yang bisa kami bantu," sebuah sapaan ramah mengejutkannya. Mengembalikan kesadarannya secara penuh."Oh maaf. Saya hanya ingin melihat-lihat barang ini saja. Tidak ada yang perlu dibantu."
Cok Ngurah lalu pergi meninggalkan pelayan itu. Ia bergabung bersama istrinya yang sedang asyik melihat-lihat koleksi replika busana Raja-raja Jawa. "Ayo bu, kita pulang." ucap Cok Ngurah.
Mereka berjalan meninggalkan Galeri Keraton yang mulai dipadati pengunjung. Ketika tiba di pintu utama galeri, seorang pelayan toko menyerahkan sebuah kartu nama kepada Cok Ngurah. "Terimakasih Tuan, silakan datang lagi." ucap mereka ramah.
***
Cok Ngurah menyerah juga, kartu kreditnya berpindah tangan ke seorang kasir cantik berbusana adat Jawa."Terimakasih atas kunjungannya. Ini kartu kredit Anda. Pelayan kami segera membungkus barang Anda. Barang bisa diambil disebelah sana. Terimakasih dan selamat datang kembali." ucap wanita itu ramah.
Ia masih ingat betul ucapan pelayan Galeri Keraton bahwa jika terjadi kerusakan selama masa garansi, ia bisa menukarnya dengan barang antik yang lain. Itulah mengapa Cok Ngurah berani membeli mesin tik kuno berharga sepuluh juta lima ratus ribu rupiah itu. Selain karena garansi yang menggiurkan, jaminan kualitas barang benar-benar diperhatikan oleh pihak Galeri Keraton.
"Selamat Bapak, Anda menjadi pemilik tunggal Mesin Tik Corona di Indonesia, perlu Bapak tahu bahwa mesin tik ini dikeluarkan tahun 1926 oleh Corona Typewriter.Inc di Amerika. Bapaklah pemegang hak lisensi satu-satunya di Indonesia.". Ucapan pelayan toko itu masih terngiang jelas di kepalanya.
Kedatangan Cok Ngurah disambut oleh anak dan istrinya. Rasa penasaran mereka membuntut mengikuti Cok Ngurah saat berjalan melewati ruang tamu. Perlahan-lahan Cok Ngurah membuka bungkusan kardus tebal itu. Diatas lemari kecil di ruang tamu, kini terpajang sebuah mesin tik kuno. Berdiri gagah meski kini usianya sudah ratusan tahun.
"Selamat Pak, akhirnya barang yang kau incar selama ini terwujud."