Mohon tunggu...
Lukianto Suel
Lukianto Suel Mohon Tunggu... Freelancer - Biasa, tak ada yang istimewa

Menulis itu seperti berbicara tanpa lawan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puisi dan Musik

28 Februari 2024   11:26 Diperbarui: 28 Februari 2024   11:29 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Yogyakarta siang itu memang terasa agak gerah. Namun sesekali ada angin yang bertiup untuk sejenak memberikan kelegaan bagi para mahasiswa yang menunggu jam kuliah, atau mereka yang sudah selesai mengikuti jadwal kuliah namun belum ingin pulang dan duduk duduk sebentar di taman kampus yang cukup rimbun oleh pepohonan.

"Nanti malam baca puisi lagi kak Is?"

Iskandar hampir terlonjak, karena sedang asyik melamun di taman kampus, dibawah pohon mangga. Tiba-tiba Kristin sudah ada disampingnya dan menegurnya dengan sebuah pertanyaan..

"Oh.... Ya Kris, tapi hari ini adalah jadwal mas Urip yang membacanya, tapi aku tetap ada distudio kok...." Jawab Iskandar.

Kristin terdiam, tetapi kemudian ia membuka daypack-nya dan mengeluarkan selembar kertas lalu diserahkan kepada Iskandar.

" Kalau kak Iskandar bersedia, tolong bacakan puisiku ya...." Kata Kristin sambil menyerahkan lembaran kertas tersebut. Namun ketika kertas itu akan di terima Iskandar, seolah Kristin menahannya.....

"Tapi jangan dibully ya....soalnya pasti nggak bagus puisinya, nggak sebagus puisi mas Iskandar" Kata Kristin kemudian....

Iskandar tersenyum, sambil menjawab :" Jangan begitu, nggak ada puisi jelek kok bagiku....., yaa InsyaaAllaah akan kubaca malam ini...."

"Lho kan bukan jadwal kak Iskandar kan?"

" Oh....aku bisa minta jeda waktu untuk membaca puisi yang istimewa ini......."

Kristin tertawa.

"Istimewa apa? Dibaca saja belum kok bisa bilang istimewa....tuh kan.....belum belum udah ngeledek...."  Kata Kristin diantara tertawanya yang memperlihatkan sederet gigi yang rapi, putih dan nampak sehat, lalu memasang wajah cemberut. Kristin selalu nyaman didekat pemuda ini, gayanya yang agak cuek, tapi malah membuatnya penasaran untuk lebih mengenal Iskandar.

Untuk kegiatan sampingan, Iskandar adalah pembawa acara "Musik dan Puisi" di sebuah radio swasta yang bernama  "Matahati". Acara tersebut memiliki rating yang cukup tinggi karena cara membawakan acaranya yang menarik, dengan iringan musik yang ringan namun menyentuh. Puisi yang dibaca adalah kiriman-kiriman dari pendengar yang telah diseleksi, apakah pantas dibaca diacara tersebut, atau tidak. Dan Iskandar adalah salah satu yang ikut menseleksi puisi mana yang pantas dibaca, selain juga membawakannya dengan baik. Sedangkan Kristin adalah adik tingkatnya di kampus, yang merupakan salah satu pendengar dan penggemar dari acara tersebut. Disaat orang lebih suka membuka meda sosial melalui Handphone atau laptop, siaran radio swasta masih cukup mendominasi sehingga radio swastapun masih bisa berahan hidup.

Kristin? Seorang gadis keturunan Chinesse, dan dia hanyalah seorang penggemar dari acara yang dibawakan Iskandar tersebut, apalagi setelah mengetahui yang membawakan acara tersebut adalah kakak tingkat diperguruan tinggi tempat mereka belajar. Namun Kristin diam diam sering memperhatikan kakak tingkatnya itu. Terkadang timbul rasa ingin ada didekatnya untuk sekedar ngobrol dengan lelaki berambut sebahu itu, namun ia tahan karena semakin lama ia ada didekatnya, semakin ia tak ingin beranjak dari situ. Gadis ini tak ingin bermain-main dengan persaannya, karena ada halangan terbesar yang ia tahu tak akan bisa melewatinya saat ini.

"Bagaimana Kristin tahu kalau aku yang membawakan acara itu?" suatu saat Iskandar bertanya kepada Kristin.

Gadis itu tersenyum.

"Awalnya saya scan radio swasta, lalu dapat channel dengan musik syahdu begitu...." Kristin mengawali cerita. Karena ia suka sekali membuat puisi, maka ketika ia tahu itu adalah acara pembacaan puisi dengan sekali-sekali diputar lagu yang sepertinya isi dan maksud sairnya senada dengan puisinya, maka ia keterusan. Namun lama-lama ia seperti tak asing dengan suara modulasi pembawa acaranya, walaupun dengan nama samaran

" Sampai suatu malam saya penasaran dan datang ke studio dengan pura-pura menyerahkan selembar kertas yang berisi beberapa puisi tulisan saya. Saya tahu puisi saya nggak pantas dibaca diacara itu......"

" Saat saya datang,..." lanjutnya.." Saya masuk studio masih memakai helm dan masker dan yang keluar menerima saya waktu itu kak Iskandar sendiri. Begitu saya serahkan saya buru-buru pulang, takut disuruh buka helm dan masker..." Lanjutnya sambil tertawa kecil.

"Lha emangnya kenapa kalau ketahuan?" Tanya Iskandar sambil ikut tertawa tapi dengan rasa penasaran.

" Malu ah kak....karena saya tahu puisi saya jelek, nggak pantas dibaca.' Sergah Kristin. " Akhirnya emang dibaca oleh mas Urip waktu itu, itupun sudah tiga minggu kemudian. Padahal Kristin penginnya kak Iskandar yang membaca...." Kristin tertawa lagi.

"Pakai rahasia-rahasian gitu sih......"

Mereka tertawa terbahak bersama.

Dan siang itu saat Kristin menyerahkan lembaran kertas berisi puisi, jam-jam kuliah masih kosong karena hampir melewati saat Dzuhur.

"Eh, Kris, aku mau ke Masjid dulu ya...terimakasih puisinya, insyaaAllah aku baca malam ini..." Kata Iskandar sambil berdiri. Kristin mengikuti berdiri sambil mengangguk dan tersenyum manis.

Manis? Eh, Iskandar jadi salah fokus saat melihat ke wajah gadis ini, ternyata Kristin berwajah manis dan saat tersenyum ada pesona yang tiba-tiba melekat didalam sanubarinya. Kemana saja pandangannya saat kemarin? Iskandar mengusap wajahnya seolah tak percaya dengan pikiran dan hatinya.

Namun saat baru tiga langkah, tiba-tiba Kristin memanggilnya. Iskandar berhenti dan tubuhnya berbalik kearah Kristin lagi.

"Maaf kak, aku mau sedikit lancang...." Katanya.

"Kenapa, ada apa?" Iskandar jadi penasaran, wajahnya berkerut namun bibirnya tetap tersenyum khawatir kata-katanya jadi salah ditafsirkan.

" Bolehkah Kristin traktir minum kak Is di kantin....kalau bersedia, saya tunggu dikantin setelah sholat......" kata Kristin sambil sedikit tertunduk, antara malu dan takut ditolak.

Iskandar malah jadi tertawa terbahak-bahak. Kristin jadi mendongak....

"Wah tentu saja mau dik.....kebetulah honor siaranku juga belum turun....lha kok ada gadis cantik nawarin ke kantin.......Nggak sekalian makan?" Kata Iskandar

Mata Kristin jadi berbinar, ya ampun mata itu ternyata juga indah batin Iskandar, kok aku nggak tahu dari dulu sih, batinnya. " Boleh...boleh...kalau kak Iskandar mau, nanti sambil makan apaaa gitu yaa..." jelas Kristin...

Suara adzan di  Masjid kampus terdengar. " Terimakasih ya Kris....terimakasih sekali. Habis sholat aku langsung ke kantin...."

Keduanya lalu berpisah, Iskandar menuju masjid kampus, dan Kristin menuju kantin, tapi sebelumnya ia duduk diam sejenak membenahi jantungnya, yang tiba-tiba berdegup keras namun seperti ada yang harus membuatnya tersenyum. Walaupun akhirnya ia menyadari bahwa ia telah melanggar kemauannya sendiri untuk tidak mendekati pemuda itu. Tapi ya Tuhan, bagaimana aku bisa menghindari?

Sejenak Iskandarpun jadi beristighfar, senyum dan binar mata itu masih menggelantung di pikirannya. Ia takut tak bisa khusuk dalam sholatnya, karena bayangan indah yang baru saja dilihatnya tak mampu ia kesampingkan.

Siang itu sebenarnya lumayan panas. Namun sesekali ada angin yang mengalir lalu menghantarkan kesejukan yang membuat nyaman. Ada dua hati yang tiba-tiba menyadari ada ketakjuban yang tersembunyi, ditempat mereka ingin memasukinya namun tak ingin diperbuat. karena masing-masing masih menjaga jarak. Ada kekhawatiran atau bahkan ketakutan jika hal yang mereka harapkan justru berhenti karena ada penghalang yang sangat sulit disingkirkan.

Masing masing segelas es jeruk dan camilan membuat tawa semakin renyah. Terkadang ada sentuhan kata, bahkan sentuhan jemari disaat membicarakan tentang hujan, tentang bintang, tentang semut, atau tentang apa saja. Namun mereka tak pernah ingin memulai pembicaraan tentang diri mereka sendiri.

Malam-malam merekapun terhenyak dalam  musik dan puisi yang saling menjawab akan sebuah keterikatan yang sulit diurai, bahkan makin erat dan melekat. Malam-malam mereka selalu diisi dengan senyum yang dipenuhi dengan doa dan istighfar yang bertalu-talu. Tak lebih dari itu, hanya terkadang senyum serta kesenduan yang terbawa saat sebelum lelap dalam tidur yang membawa mimpi dan doa yang terbawa ke langit oleh malaikat yang menjaga mereka.

Sampai suatu saat, ketika Iskandar yang dua tingkat diatas Kristin, disaat  wisuda, ia tengah mendekap map yang berisi ijasah tanda kelulusannya, ia menyatakan masih ingin melanjutkan belajarnya ke negeri orang, jauh dari negaranya.

Saat Iskandar mengungkapkan hal itu, Kristin menunjukkan sebuah rekaman yang ada di HP-nya, sebuah rekaman dari beberapa puisi mereka yang dibaca Iskandar dengan penuh perasaan dan harapan.

" Maaf ya kak Is, bolehkan aku menyimpannya?" Kata Kristin meminta dengan penuh harap. Iskandar hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sampai saat mereka kemudian terpisah oleh waktu dan jarak.

Kristin hanya bisa memandang lelaki yang melangkah pergi itu dengan pandangan yang terdiam, namun cepat2 berbalik dan berlari pulang ke pondokannya, karena tiba-tiba ada yang menggenang dimatanya. Ia tak ingin genangan itu tertumpah disitu. "Tuhan, satukan kami......" bisiknya.

_________________________________________________________________

Tujuh tahun kemudian iskandar telah kembali. Ia bekerja selama tiga tahun disebuah dinas yang bergerak dibidang perhubungan, di kota Magelang Sesekali ia pergi ke Jogya, kota ditempat kampus mereka dulu belajar. Namun tentu saja ia tak menemukan Kristin seperti dulu, karena gadis itu telah lulus empat tahun yang lalu. Ia selalu duduk di kusi kantin tempat mereka saat itu pertama kali bercanda berdua.

"Halo mas iskandar...." Sapa pemilik kantin yang masih mengelola tempat makan mahasiswa itu sampai saat ini." Saat mas Iskandar telah lulus, mbak Kristin selalu duduk disini lho...., selalu saja es jeruk dan camilan yang sama yang dia pesan....."

Iskandar terperangah. Disana, dinegeri Korea Selatan yang dingin, ia juga selalu memesan es jeruk kendatipun cuaca dingin. Namun dinegeri itu, ia tak bisa menemukan camilan ubi goreng dan keripik yang sama seperti saat mereka makan ditempat itu. Selama dua setengah tahun ia melakukan yang sama. Iskandar menyelesaikan studinya dengan cepat agar segera lulus dan kembali ke negaranya. Selain rindu dengan suasana hangat suhu udara, ia juga rindu akan wajah, senyum dan binar mata yang selalu mengisi diamnya. Beberapa gadis dari Indonesia ada yang ingin menarik perhatiannya, bahkan ada gadis asal Korea yang ingin berdekatan dengannya, namun selalu saja sebingkai foto gadis yang ia simpan di foto.google, menyebabkan ia enggan menerima mereka.

Sampai akhirnya disuatu sore ia menerima sebuah telepon dari nomer yang tidak tercatat dalam nomer kontaknya. Beberapa kali teleponnya berdering dari nomer yang sama, namun ia enggan mengangkatnya karena ia tak ingin menerima telepon dari pemasaran asuransi atau yang lain. Namun ketika nomer itu mengirimkan sebuah rekaman dari suara yang ditulis dengan narasi: "Kak, ini suaramu tujuh tahun silam, maaf ya mengganggu......" sambil disisipkan emoticon tangan bersedekap. Cepat-cepat dibuka oleh Iskandar. Ya Allah....ampuni hamba...." Desah Iskandar

Puisi yang terbaca dengan diiringi musik yang mendayu-dayu dari Auni yang berjudul Twinkling Lights, terdengar sangat penuh perasaan akan hati seorang perempuan yang tengah mendamba dan merindu, namun tak pernah bisa terungkap, hanya binar mata, senyum dan sentuhan kecil yang mampu menggambarkan semuanya. Cepat-cepat Iskandar menelepon nomer tersebut, agar tak mengganggu sekelililngnya iskandar keluar ruangan menuju halaman belakang kantornya yang tidak terlalu ramai.

" Assalamu'alaikum kak Is....." terdengar suara yang selama ini sangat ingin ia dengarkan. Assalamu'alaikum? Fasih sekali suara itu berucap darimana belajarnya? "Maaf ya kak, mengganggu kegiatan kakak. Sudah berapa putra kakak sekarang? Aku ingin sekali ketemu dan menggendong mereka....." Suara itu tiba-tiba menyerobot tanpa bisa dihentikan setelah iskandar menjawab salamnya. " Biar cepat ketularan ya kak Is,......" dalam kata terakhir ini seperti ada yang bergetar . Dan memang diujung telepon sana, ada yang menggenang kembali diujung mata indah itu. Entah genangan bahagia atau sedih yang gadis itu tak bisa atau belum tahu terjemahannya.

"Wa'alaikumussalaam, Dik Kristin?" suara iskandar.

"Iya kak.... Sudah lupa ya.... Memang saya sekarang sudah banyak berubah kak, sedikit lebih gemuk, suaraku juga membesar, padahal setiap hari minum es jeruk, seperti dulu....." Kembali ada yang begetar ketika Kristin menyebutkan 'seperti dulu'

"Yaa... samalah kita dik....perutku juga sedikit buncit, karena jarang berolah raga...." Balas iskandar sambil tertawa kecil.

Kristin akhirnya bercerita ketika ditanyakan, bagaimana ia bisa menemukan nomer Iskandar. Suatu saat ia menerima seorang klien yang juga suka menulis namun bukan puisi tetapi cerpen. Kristin lalu  bercerita kalau punya kenalan yang seneng nulis dan baca puisi, bahkan tujuh tahun silam pernah mengisi suaranya disebuah radio  swasta. Lha kok orang itu jadi nyambung saat menyebut nama samarannya di radio. Kristin bergitu bersemangat untuk mengetahui nomer HP orang dibicarakan. Kemudian dengan bersemangat pula keesokan harinya menelepon, walaupun tak terjawab. Akhirnya, walaupun dengan sangat ragu2 karena takut salah nomer, Kristin mengirimkan suara yang direkamnya tujuh tahun silam yang masih disimpannya. Alhamdulillah ternyata ia tak salah orang, suara jawaban salamnya sangat ia kenal.

Suasana jadi semakin larut. Kristin lalu bercerita bahwa sekarang ia ada di kota Surakarta, bekerja disebuah kantor konsultan keuangan dan pajak. Masih tetap dengan motor yang sama "Belum mampu beli yang baru kak...." Katanya sambil tertawa. Suasana panas siang itu jadi sedikit sejuk. Mungkin percakapan itu tidak akan berhenti jika bukan salah seorang staff Iskandar memberi tahu bahawa dia dipanggil kepala dinasnya.

"Maaf dik....aku dipanggil  pak Kepala dulu ya, nanti disambung lagi...." Kata Iskandar perlahan takut Kristin salah kira ia ingin memutus pembicaraan karena bosan. Padahal...

" Oh...ya...ya...ya... maaf ya kak, Kristin mengganggu...."jawab gadis diseberang sana.

"Ah, Dik Kristin selalu mengucap itu lho......nggak ada yang perlu dimaafkan kok, aku juga senang bisa mendengar suaramu lagi....." balas Iskandar.

"Semoga tidak hanya suaranya ya kak Is...... tapi juga bentuk tubuh yang udah mulai gendut ini....." Balas Kristin sambil tertawa.

"Ya.... InsyaaAllah....." Balas Iskandar.

"Eh kak....." Tiba-tiba sebelum sambungan ditelepon Kristin masih memanggil.

"Ya dik....." Jawab Iskandar.

"Kakak belum jawab pertanyaanku tadi, sudah punya putra atau putri berapa sekarang.......?" Tanya Kristin berhati-hati,sekaligus takut bahwa Iskandar akan menyebutkan sebuah angka.

Disaat itu Iskandar kembali tertawa.

"Belum ada dik......Dik Kristin sendiri udah punya putera kan? Laki2 atau perempuan?"

"Oh....belum ada ya..." Kata Kristin. "Istri kak Iskandar belum hamil? Atau temanten baru ya? Duh selamat ya....." Kristin kembali mencecar, walau dengan nada sedikit bergetar tanpa ada sedikitpun jawaban atas pertanyaan Iskandar....

".......Mmmm.... nanti aku telepon lagi ya dik, yang jelas kalau masih diberi kesempatan, kita bisa bertemu sambil cerita-cerita lagi.....Oh ya...sambil minum es jeruk....." Balas Iskandar.

"Assalamu'alaikum......." Sambung Iskandar...

Ada jawaban salam yang lirih.....Aku akan menunggu saat itu kak....bisik hati Kristin.

Agaknya Kristin tidak usah menunggu terlalu lama untuk bertemu dengan Iskandar. Walaupun hatinya tetap saja memiliki dugaan bahwa sebenarnya Iskandar telah menikah, karena lelaki itu tak menjawab pertanyaannya. Jika hal itu benar paling tidak Iskandar telah memiliki 1 anak yang berumur 2 tahun. Namun keinginannya untuk bertemu sangatlah kuat dan Kristinpun berusaha mempersiapkan diri dengan segala apa yang bakal dialami oleh hatinya. Dia hanya ingin tahu bahwa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya, bukan karena ia selalu berharap bisa bertemu dengan  Iskandar lagi.

[Aku naik kereta KRL dari Jogya jam 08.00] chat Iskandar.

[Baik kak, saya menunggu di stasiun Purwosari ya.....kakak ingin kemana dari Purwosari?] balas Kristin.

[Dik Kristin yang tahu harus kemana....aku ikut saja......]

Dan kereta api itu perlahan meninggalkan Stasiun Lempuyangan kota Yogyakarta menuju Purwosari Surakarta.

Yang tengah naik kereta api, terasa menunggu 20 menit sebelum kereta api sampai di Puwosari waktu terasa sangat panjang, baik yang ada di stasiun maupun yang ada di kereta. Kereta seperti merambat menyusuri rel yang panjang. Demikian juga yang menunggu di stasiun, jika setiap kereta yang datang dilihatnya, sambil berharap ia berhenti dan membawa siapa yang tengah ditunggunya.

Dan kereta itupun telah memasuki stasiun Purwasari. Dengan sedikit bergegas Iskandar segera turun dari kereta menuju pintu keluar, karena selain penumpang tidak diperbolehkan masuk ke area dalam stasiun. Pengantar maupun penjemput hanya diperkenankan diluar area pintu masuk stasiun, namun juga disediakan beberapa deret kursi untuk menunggu.

Iskandar tak menemukan yang dicarinya, ia tak menemukan gadis berambut sebahu, senyum yang indah dan mata yang berbinar itu. Namun ketika pandangannya menyapu seluruh area luar pintu statsiun itu, ia terhenti pada seorang gadis dengan bibir yang tersenyum dengan khas, mata yang berbinar dan gaya berdirinya yang tegak, namun gadis ini berjilbab, ah, tentu bukan Kristin.

"Apa kabar kak Iskandar?" sapa gadis itu....

"Kristin?" Tanya Iskandar seolah tak percaya dengan pandangannya.

" Iya kak....ini Kristin yang dulu langsing sekarang gendut....." balas gadis itu.

Iskandar sejenak terpaku, dengan jilbab itu Nampak gadis itu makin terlihat manis. Ia hamper tak percaya dengan penglihatannya.

"...Kok...??" Iskandar tercekat ketika ingin menanyakan sesuatu.

" Kita keluar dulu saja ya kak, ceritanya nanti saja, biar panjang waktunya....." Kristin memotong kalimat Iskandar. "kakak yang boncengkan Kristin kaya dulu ya.....masih motor yang dulu kok..."

" Aku nggak hapal kota Solo dik Kristin...." Balas Iskandar.

"Aku akan jadi navigatornya....kakak tinggal mengendarai saja....." paksa Kristin. 

Akhirnya mereka telah berada dijalanan di kota Solo, Kristin dengan hati hati mencoba berpegangan di pinggang Iskandar dan nampaknya Iskandarpun tidak keberatan, bahkan kecanggungan diantara mereka itupun perlahan mencair. Kristin mengarahkan ke lokasi sekitar sungai Bengawan Solo. Ditempat itu ada beberapa restoran yang memang di desain untuk wisata. Mereka memilih warung yang tidak terlalu ramai lalu memesan minuman dan minuman yang membuat kenangan mereka di kantin kampus seolah terbuka kembali.

" Es Jeruk dan criping telo......kali ini aku yang traktir...." Kata Iskandar, keduanya tertawa bersama dengan renyah.

Disitulah Kristin mulai terbuka, mengapa ia memilih menjadi mualaf karena sering bermain bersama salah seorang teman kantornya, perempuan yang sudah berkeluarga bernama Vero, yang ia tahu dan selalu mengawasi betapa teman  perempuannya itu sangat rajin dalam ibadah lima waktunya dengan tepat waktu, bahkan ketika sedang sangat sibuk. Suatu saat Kristin pernah bertanya mengapa ia begitu teguh dengan ibadah sholatnya, bahkan walaupun sebentar ia selalu membaca kitab kecil walaupun hanya lima sampai sepuluh menit saja. Wajahnya Nampak selalu segar dan ada senyum dibibirnya.

"Aku lebih takut teguran Allah daripada atasan kita Kris...." kata Vero. Yang akhirnya Kristin juga mengetahui bahwa Vero sebenarnya seorang mualaf. Inilah yang membuat Kristin semakin tertarik untuk mengetahui. Vero banyak bercerita bagaimana ia harus menghadapi keluarga nasraninya yang sempat seolah membuangnya dalam keluarga itu. Vero tak berputus asa, ia pergi dari rumahnya di Temanggung untuk bekerja dikota Solo ini, sampai akhirnya bertemu dengan calon suaminya yang juga telah bekerja dikota yang sama. Namun Vero tetap tidak pernah benar benar meninggalkan keluarganya, ia selalu datang dan pulang ke Temanggung untuk menemui ayah dan ibunya juga kakak kakaknya, yang akhirnya dengan berjalannya waktu mereka bisa menerima Vero seutuhnya.

Disaat Kristin menyampaikan keinginannya untuk memeluk agama islam, tentu saja keluarganya terutama ayahnya sangat terkejut, namun ibunya lebih banyak diam. Mereka telah lanjut usianya, sehingga seolah ada yang hilang dalam keluarga itu. Kristin meyakinkan untuk tidak pernah meninggalkan baktinya kepada orang tuanya. Hebatnya malah kemudian ibunya pun ikut bersama Kristin dalam memeluk agama islam. Sebagai anak tunggal, Kristin benar benar membuktikan kata katanya bahwa orangtuanya tetap merupakan prioritas dalam hidupnya.

"Bagaimana dengan suamimu besok, apakah kau bisa tetap seperti itu?.."Tanya ayahnya.

"Kristin akan mencari suami yang mau mengerti Pah..... jika tak ada didunia ini yang bersedia, Kristin akan tetap sendirian....." janjinya sambil berlinang airmata. Dan itulah yang terjadi, Kristin memeluk kepercayaan barunya serta tetap teguh dalam baktinya kepada orangtuanya.

"Doakan ya kak, agar papah segera mengikuti kita. Agar besok kalau Kristin menikah, papahlah yang menikahkan Kristin......." Kata gadis itu lirih.

Mereka berdua, Iskandar dan Kristin mulai membuka diri. Iskandarpun juga bercerita, bahwa ia berasal dari keluarga yang sederhanya, kalau tidak bisa dibilang miskin. Sejak dibangku SMA ayahnya telah meninggal, meninggalkan ibu, dia dan adiknya yang masih SD. Iskandar bisa sampai menempuh sampai jenjang perguruan tinggi karena mendapat beasiswa, bahkan ketika ke korea Selatan. Disaat kuliahnya ia tak berani dekat-dekat dengan teman gadis karena ia ingin konsentrasi dalam kuliahnya, agar segera dapat bertanggung jawab atas ibunya adiknya yang masih sekolah.

"Adikku Murni, sekarang sudah menempuh masa-masa terakhirnya di kedokteran ...." Tutup Iskandar.

Tanpa mereka sadari, keduanya telah menjawab pertanyaan mereka, apakah mereka telah berkeluarga.

Dan siang itupu segra terlewat. Iskandar tak menyangka jika kemudia Kristin mengajak kerumahnya untuk diperkenalkan dengan kedua orangtuanya. Mamah Kristin Nampak sumringah dengan kedatangan mereka. Iskandar yang mengira akan mendapat sambutan dingin dari Papah Kristin ternya orangtua itupun menyambutnya dengan ramah, serta bayak bertanya mengenai keluarga, pekerjaan dan lain-lainya. Untuk sementara Iskandar sedikit membuka hal tersebut.

"Kristin kadang bercerita lho nak Iskandar...." Kata mamahnya. " Bahwa ia punya seorang kakak tingkat yang pandai menulis dan membaca puisi, sampai-sampai ia cari diinternet barangkalai radio Matahati sudah online.....tetapi ya tentu saja disitu sudah tidak didengarnya suara idolanya...."

"....Ih mamah begitu banget....malu dong Kristin...." Kristin merajuk.

"Nak Is sudah dengar rekaman suara nak iskandar yang sering di dengar Kristin sebelum tidur? Tanya mamah Kristin.

Sejenak Iskandar memandang Kristin yang tertunduk malu....." Eh.... Sudah sudah tante..."

"Sudaaah mamaaaah......stop! Kalau diteruskan begini aku masuk kamar dan nggak keluar lagi...." Ancam Kristin dengan muka cemberut. Masyaa Allah wajah itu makin manis saja sih....desah Iskandar.

__________________________________________

Akhirnya kereta sore itu harus membawa kembali Iskandar ke kotanya Yogyakarta. Sambil menunggu kereta yang datang, mereka terkadang terdiam, namun bukan Kristin kalau tidak bisa membuka percakapan. Sampai pada titik disaat  lima menit lagi kereta datang, Kristin bertanya :" kak Is, apakah kita akan bertemu lagi......mungkin bergantian Kristin yang ke Jogya atau Magelang? "

Iskandar menatap wajah manis yang terhiasi jilbab berwarna krem itu.

" Aku ingin sekali dik Kristin....." balas iskandar "Tetapi dengan satu syarat..."

Sejenak Kristin mengerutkan wajahnya..." Apa itu kak syaratnya, jangan berat2 ya...."

" Sangat berat dik...semoga dik Kristin bisa..."

Ah! Desah Kristin " Sebutkan kak....."

Iskandar kembali menatap wajah itu.... "Maukah dik Kristin menjadi Istriku?" kata Iskandar perlahan.

Bagaikan hujan yang tiba-tiba mengguyur tubuhnya, Kristin sejenak menggigil menahan luapan hatinya, antara terkejut dan bahagia yang tiba-tiba melonjak dengan keras. Antara percaya dan tidak. Matanya membelalak, namun perlahan kemudian kembali seperti semula dan bibir itupun tersenyum...

" Mau....mau...mau kak...... Ah..!" Tiba tiba Kristin memegang jemari Iskandar jika tak ada ditempat umum barangkali ia telah memeluk pemuda idamannya yang telah meminangnya disebuah stasiun di kota Solo, Purwosari.

"Daaan.... aku Insyaa Allah akan mengikuti kata Papah Kristin untuk tetap pada bakti kepada Papah dan mamah...." terang Iskandar

Dan siang itu, Iskandar meninggalkan separuh hatinya di kota Solo dan dengan membawa sebagian hati Kristin untuk dibawa ke Jogya dan akan menyerahkannya kepada ibu dan adiknya serta membawanya dalam setiap sujud malamnya.

Kereta Api Solo-Jogja pun melalju dengan diiringi music yang teramat indah....

Jogjakarta, 28 Februari 2024.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun