Mohon tunggu...
Lukianto Suel
Lukianto Suel Mohon Tunggu... Freelancer - Biasa, tak ada yang istimewa

Menulis itu seperti berbicara tanpa lawan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puisi dan Musik

28 Februari 2024   11:26 Diperbarui: 28 Februari 2024   11:29 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara adzan di  Masjid kampus terdengar. " Terimakasih ya Kris....terimakasih sekali. Habis sholat aku langsung ke kantin...."

Keduanya lalu berpisah, Iskandar menuju masjid kampus, dan Kristin menuju kantin, tapi sebelumnya ia duduk diam sejenak membenahi jantungnya, yang tiba-tiba berdegup keras namun seperti ada yang harus membuatnya tersenyum. Walaupun akhirnya ia menyadari bahwa ia telah melanggar kemauannya sendiri untuk tidak mendekati pemuda itu. Tapi ya Tuhan, bagaimana aku bisa menghindari?

Sejenak Iskandarpun jadi beristighfar, senyum dan binar mata itu masih menggelantung di pikirannya. Ia takut tak bisa khusuk dalam sholatnya, karena bayangan indah yang baru saja dilihatnya tak mampu ia kesampingkan.

Siang itu sebenarnya lumayan panas. Namun sesekali ada angin yang mengalir lalu menghantarkan kesejukan yang membuat nyaman. Ada dua hati yang tiba-tiba menyadari ada ketakjuban yang tersembunyi, ditempat mereka ingin memasukinya namun tak ingin diperbuat. karena masing-masing masih menjaga jarak. Ada kekhawatiran atau bahkan ketakutan jika hal yang mereka harapkan justru berhenti karena ada penghalang yang sangat sulit disingkirkan.

Masing masing segelas es jeruk dan camilan membuat tawa semakin renyah. Terkadang ada sentuhan kata, bahkan sentuhan jemari disaat membicarakan tentang hujan, tentang bintang, tentang semut, atau tentang apa saja. Namun mereka tak pernah ingin memulai pembicaraan tentang diri mereka sendiri.

Malam-malam merekapun terhenyak dalam  musik dan puisi yang saling menjawab akan sebuah keterikatan yang sulit diurai, bahkan makin erat dan melekat. Malam-malam mereka selalu diisi dengan senyum yang dipenuhi dengan doa dan istighfar yang bertalu-talu. Tak lebih dari itu, hanya terkadang senyum serta kesenduan yang terbawa saat sebelum lelap dalam tidur yang membawa mimpi dan doa yang terbawa ke langit oleh malaikat yang menjaga mereka.

Sampai suatu saat, ketika Iskandar yang dua tingkat diatas Kristin, disaat  wisuda, ia tengah mendekap map yang berisi ijasah tanda kelulusannya, ia menyatakan masih ingin melanjutkan belajarnya ke negeri orang, jauh dari negaranya.

Saat Iskandar mengungkapkan hal itu, Kristin menunjukkan sebuah rekaman yang ada di HP-nya, sebuah rekaman dari beberapa puisi mereka yang dibaca Iskandar dengan penuh perasaan dan harapan.

" Maaf ya kak Is, bolehkan aku menyimpannya?" Kata Kristin meminta dengan penuh harap. Iskandar hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sampai saat mereka kemudian terpisah oleh waktu dan jarak.

Kristin hanya bisa memandang lelaki yang melangkah pergi itu dengan pandangan yang terdiam, namun cepat2 berbalik dan berlari pulang ke pondokannya, karena tiba-tiba ada yang menggenang dimatanya. Ia tak ingin genangan itu tertumpah disitu. "Tuhan, satukan kami......" bisiknya.

_________________________________________________________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun