Aku tersenyum sendiri memikirkan hal tersebut, sampai tidak menyadari bahwa aku memiliki teman yang setia dalam perjalanan pulang itu.
"Sudah ya nak, saya mau pulang," suara Simbok Payung memecah lamunanku.
"terima kasih ya, Mbok, telah menemani saya," jawabku.
Simbok berlalu menuju rumahnya yang tidak jauh dari tempat aku memarkir motor. Â Namun rasanya aku belum ingin pulang. Â Aku ingin berlama lama menikmati kebersamaan bersama masalah rumit yang aku hadapi. Â Rasanya ada sesuatu yang terlepas dari diriku. Â "Ah... apakah ini berkat Bunda Maria? Tapi aku kan tidak berdoa tadi," kataku dalam hati. Â Rasa-rasanya, aku memang mendapatkan kelegaan, tidak ada lagi ketakutan dan kekuatiran.
Tiba tiba, aku ingat wajah ibuku, rasanya ingin aku bersimpuh di dekat pusaranya, selagi masih ada sisa waktu. Â Dia satu satunya orang yang setia menemaniku, dan orang pertama yang tahu kondisiku, atau orang kedua setelah Bunda Maria, aku tidak tahu. Â Yang pasti, dia adalah orang hebat, orang yang setia. Â Mungkin itu pula yang menyebabkan dia menyandang nama Setya Sudarmo. Â Orang yang dengan gembira merelakan sebidang tanah miliknya dijual untuk proses pengobatanku.Â
*************
"Pak Lukas," aku mendengar suara seorang anak memanggilku, aku terkejut.
"Pak Lukas aneh, baru saja menjelaskan tentang devosi kepada Bunda Maria, tiba tiba diam lama..." jelas Dorothy salah seorang muridku.
"Ya..., pak Lukas tadi memang melamun, karena ternyata Bunda Maria memang benar benar Bunda penolong, penyelamat orang orang yang sedang dalam keputus-asaan" jawabku menjelaskan.
"Saya kira tepat jika minggu depan, Â bapak membagikan kisah yang pernah bapak alami terkait pengalaman di selamatkan karena berdoa melalui Bunda Maria." kataku melanjutkan.
"Yahhh... mengapa tidak sekarang, pak?" pinta mereka.