dampak negatif yang timbul dari akibat Pandemik Covid19 ini yang entah kapan akan berakhir, ternyata ada dampak positifnya juga jika kita melihatnya dari sudut pandang yang positif. Beberapa dampak positif yang muncul antara lain pencemaran udara yang menurun drastis akibat berhentinya pabrik-pabrik, transportasi darat, laut dan udara serta sumber polutan yang lain, munculnya gotong-royong dan kesetiakawanan yang merupakan budaya asli orang Indonesia sejak zaman dulu, dll.
SelainPara ahli kejiwaan manusia menyatakan bahwa sesungguhnya manusia itu mahluk spiritual. Dalam suasana prihatin akibat pandemi Covid19, ada baiknya kita merenung dan melihat dari kacamata spiritual tentang musibah atau cobaan ini.
Setiap perbuatan manusia akan dinilai oleh Allah tergantung dari niatnya. Niat baik dan tulus bisa terasakan saat pikiran kita hening, tidak menghitung untung dan rugi, apapun hasil akhirnya tetap diterima dengan bahagia (tawaqal) walaupun terkadang harus tekor baik dari aspek keuangan, cape fisik serta pikiran. Jika Allah menghendaki, maka akan membantu niat yang baik, tulus dan iklas itu terwujud secara tiba-tiba seperti "kebetulan."
Bukankah Allah berjanji akan mendatangkan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka bagi orang yang berbuat baik dengan niat yang tulus dan iklas. Orang Islam menyebutnya orang yang bertaqwa. Karena Allah Maha Mengetahui walupun niat itu berupa getaran di dalam hati yang tidak dapat dilihat oleh sesama manusia yang lemah ini.
Dengan kekuatan-Nya, Allah akan menghubungkan niatan dan tindakan baik dari beberapa manusia  yang kelihatan "kebetulan" lewat bantuan alam dibawah kendali-Nya. Hubungan antar "kebetulan-kebetulan" tersebut ada yang menyebutkan sebagai proses sinkronisasi.
Istilah "kebetulan" bisa juga diganti dengan kata kegiatan, aktifitas, peristiwa, dll. Tapi saya memilih kata "kebetulan" ini karena kadang-kadang kegiatan yang dilakukan oleh seseorang/sesuatu tidak disadari oleh pelaku yang mengakibatkan orang/sesuatu disekitarnya terkena dampak baik positif maupun negatif secara langsung atau tidak langsung.
Sistem terdiri atas komponen-komponen dan mereka saling berhubungan dengan norma tertentu untuk mencapai tujuan. Pada era teknologi informasi, hubungan antar manusia dalam sistem sosial dibantu social media (sosmed), seperti WhatsApp Group (WAG).
WAG ini merebak dan berbasis organisasi, angkatan sekolah dari SD sampai Pasca Sarjana, rombongan haji, dsb. Salah satu WAG yang diikuti Rohman adalah Smaven A1.1. yang diinisiasi oleh Prasasti Bintarum pada akhir 2014 yang beranggotakan alumni SMAN 7 Yogyakarta jurusan IPA1.
Mungkin seperti WAG lainya, tujuan waktu itu untuk mengumpulkan balung pisah yang berserakan sejak tahun 1992 saat mereka lulus SMA. Rohman sendiri tidak ingat kapan dimasukan di WAG. Namun cukup lama WAG ini seperti kuburan, sepi dan sunyi.
WAG ini hidup lagi setelah lebaran tahun 2020 dan anggotanya bertambah banyak. Seperti yang disampaikan bahwa niatan yang baik dan tulus dari beberapa orang untuk bersilaturahmi kembali via WAG yang terkendala oleh protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi Corona19 sehingga pertemuan fisik tidak diperbolehkan (social distancing). Termasuk larangan untuk mudik yang sudah membudaya di Indonesia.
Secara kebetulan, suatu hari Rohman membuka FB dan "dicolek" oleh Johan, teman kelas 1E dulu waktu SMA dengan foto bertiga dengan Kintoko. Singkat cerita akhirnya Rohman mendapat nomor WA Kintoko dan mencoba japrian. Setelah mendapatkan alamat rumah, Rohman ngowes menuju ke rumah Kintoko dekat Universitas PGRI. Setelah ketemu, ternyata secara kebetulan Kintoko juga tiap hari Minggu ngowes dan bersepakat suatu untuk ke rumah Johan dengan sepeda ke Magelang.
Kabar ini Ia share ke teman-temannya di WAG Smaven A1.1. yang kebetulan direspon baik oleh Nanok dan Hendro yang katanya sering ngowes juga untuk mengusir rasa gabut akibat bosen di rumah untuk menghindari tertural Covid19.
"Aku dah janjian sama Kintoko gowes neng omahe Johan suk minggu. Arep do melu ra cah?" Kata Rohman menawarkan.
"Neng Ketep kono ngowes?" Tanya Hendro.
"Yoh."
"Ojo adoh-adoh sek Man," usul Nanok.
"Iso enggeblak noh nek tekan Ketep. Ngisruh koe ki Man,"kata Hendro sambil mengeluarkan emoji ketawa.
"Opo Setu dewe latihan sek neng cedak-cedang nyusuri Selokan Mataram. Trus aku tetep neng Ketep karo Kintoko? Aku wis kansenan karo cah loro je cah." Kata Rohman.
Setelah udur-uduran tentang tujuan ngowes pertama, dan Prihatni ikut dalam obrolan di WAG menawarkan rumahnya di Galur, Kulonprogo. Tapi Hendro mengajukan sarat untuk membawa sepedanya dengan mobilnya dulu baru setelah agak dekat ngowes ke rumah Prihatni. Karena jauh dan kecapean, Rohman mengabari Kintoko dan Johan untuk menunda ngowes ke Ketep.
Hubungan antar komponen di dalam sistem di atas yang saya nyatakan dalam beberapa kebetulan bersifat causalitas atau sebab akibat. Nyamuk Aedes aegypti sebagai makhluk Tuhan, membutuhkan makan dan minum agar tetap hidup. Mungkin kebetulan yang di dekat nyamuk yang waktu itu butuh makan dan minum waktu itu hanya Anton.Â
Saat Anton digigit nyamuk, kebetulan dalam kondisi fisik dan mentalnya sedang drop karena banyak masalah yang menguras pikiran dan tenaga sehingga mempercepat proses sakitnya. Atau flashback kebelakang sebelum ada gigitan, lingkungan di sekitar Anton saat digigit kebetulan banyak air yang tergenang sehingga menjadi tempat nyamuk berkembang biak dengan sempurna.
Kondisi lainnya, Virus covid19 kebetulan menyrang dan menyebar di Yogyakarta sehingga tim kecil tidak bisa membesuk Anton di RS. Tim kecil kebetulan mengalami kesulitan menghubungi parcel secara daring dan akhirnya dapat menghubungi Puan yang memasang status dagangannya di WA serta bisa dihubung. Stock madu dan obat-obatan herbal juga kebutulan siap diantar, maka bingkisan parcel bisa diterima Anton dan diharapkan dapat meningkatkan trombositnya untuk mendukung proses pemulihan sakit yang dideritanya.
Bangsa Indonesia dengan kondisi alamnya termasuk yang rentan terkena bencana baik bencana alam seperti banjir, longsor, gunung meletus, gempa bumi, sunami dan lain-lain maupun non alam seperti pandemi Covid19 yang sekarang masih berlangsung.Â
Mungkin dari bencana-bencana yang sering terjadi itu membentuk budaya gotong royong dan sifat kesetiakawanan yang tinggi dari warga negaranya dari Sabang sampai Merauke. Semoga kita mampu menghadapi musibah ini dan dengan gerakan gotong royong dan kesetiakawanan secara bersama-sama  dapat lolos dari musibah ini dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Penutupan pengalangan dana aksi peduli terdampak pandemi Covid19 dari kita untuk kita alumni Smaven A. 1.1. pada hari jumat tanggal 3 Juli 2020 terhimpun dana dengan total Rp. 7.350.000.
Jumlah dana tali kasih tahap I sebesar Rp. 5.000.000 berupa paket sembako dan uang tunai untuk keperluan sehari-hari atau mungkin dapat membantu biaya pendaftaran anak-anak sekolah.
Jumlah perwakilan yang akan hadir dalam penyerahan tali kasih kepada 3 orang yang terdampak pandemi Covid19 pada H-1 sebanyak 8 orang.
"Nok, rutene sesuk piye? Trus kumpul jam piro? Neng ndi?" Tanya Rohman.
"Jam 7-an Man. Pertama seko kulon sek cedak Mesjid Pathok Negoro, Ndongkelan. Berikute bareng-bareng neng lor Jogteng Kulon, trus terakhir neng Jl. Imogiri Barat. Bar kui lagek golek sate klatak acara syukuran anake Danang."
"Asyiap!"
Seperti biasa, dengan bantuan googlemap, Rohman mencari salah satu dari 4 Mesjid yang sangat bersejarah dalam perkembangan kerajaan Mataram Islam Ngayogjokarto ini.
Mesjid Pathok Nagoro yang jumlahnya 4 dibangun oleh Hamengku Buwono (HB) I setelah perjanjian Giyanti tahun 1757 sebagai benteng fisik pertahanan. Selain di Dongkelan juga dibangun di Plosokuning, Mlangi dan Babadan yang mengelilingi Kraton Ngayogjokarto sebagai pusat kerajaan Mataram Islam. Bangunan Mesjid ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya dan pengelolaannya dibawah Kraton.
Rohman memilih jalur kota yang lebih pendek daripada memutar lewat ringroad, karena berangkat jam 6 pagi ketika jalanan masih sepi. Setelah sarapan, Ia seperti biasanya mengabari teman-temannya via WAG. "OTW Cah......"
Tak lama, Nanok pun mengirim pesan,"Dro....!"
Rute yang ditempuh Rohman dari Jakal Km 7 menuju Jl. Magelang, trus ke selatan yang mengarah ke Wirobrajan. Sesampai di bagjo Wirobrajan pas lampu merah, sehingga Ia bisa menyempatkan diri mengecek WAG. Ternyata Hendro ketiduran dan baru berangkat lewat dari pukul 6.30. Hal ini nampaknhya menyebabkan Nanok naik pitam. "Wo..... Wedhus......!!!" Pisuhan khas Nanok sejak SMA yang belum hilang sampai sekarang dan terbaca di chat terakhir.
Rohman sampai di Mesjid yang sangat bersejarah dalam perkembangan Islam di Jawa ini pukul 06.45. Ia sudah ditunggu Una, teman kuliahnya dulu. Rohman mengamati Mesjid yang bentuknya mirip dengan bangunan Mesjid Gede di Barat Alun-alun Utara, walau lebih kecil.
"Wis sui, Na?"
"Lagek wae."
Rohman sudah janjian dengan Una untuk bertemu, karena pesanan madu asli dan gula aren sejak puasa dulu baru ada beberapa hari yang lalu.
"Sorry yo Man, madune lagek teko seminggu yang lalu. Winggi kan lockdown. Arep kulakan neng wong liyo, takut nek kualitase bedo karo sing iki."
"Gak popo Na. Suwun yo."
Kemudian bunyi HP Rohman berdering dan setelah dicek ternyata dari Prihatni. "Koe wis tekan Man?"
"Wis yo, on time lah. Koe tekan endi?"
"Iki lagek tekan Mesjid Aceh. Arahe engendi yo?"
"Waduh, aku yo gak dong je Pri."
Kebetulan ada orang sekitar Mesjid mendengar percakapan antara Prihatni dan Rohman yang  berusaha membantu arah menuju Mesjid Pathok Negoro. Rohman pun menyerahkan HP nya kepada orang teraebut.
"Aku tak pamit sek yo Man. Koncomu wis do teko to?"
Rohman pun membayar 2 botol madu ukuran 600 ml dan satu pak gula aren.
"Suwun yo Man dilarisi."
"Yo podo-podo, ttdj Na."
Tidak lama Prihatni datang dengan mengendarai mobil warna hitam. "Aku bar seko kene langsung mangkat kantor loh Man. Dino iki WFO je. Iki aku ngowo pisang goreng enggo cah-cah."
 "Pisang goreng sing koyo mbiyen kae?"
 "Yo."
 "Weh enak iki. Ok, thank yo Pri, engko dipangan bareng cah-cah."
Tidak lama kemudian rombongan Hendro, Nanok dan Danang mengendarai Avansa dan membawa 3 paket sembako. Mereka tidak berhenti dan hanya melewati Pri dan Rohman langsung menuju gang sebelah selatan Mesjid.
 "Woooo....wedhus tenan ik. Dienteni malah ninggal," gerutu Rohman.
Setelah sampai ke rumah Sinta yang ternyata tidak jauh dari Mesjid Pathok Negoro, Nanok, Hendro dan Danang sudah bercengkrama dengan Suami Sinta yang berpenampilan sederhana memakai blangkon seperti Gus Miftah.
Di dalam rumah yang berbentuk Joglo dengan bahan baku kayu Nangka ini, ada beberpa alat perang pasukan Kerajaan Mataram seperti tombak dan keris yang ditaruh di salah satu sakanya. Tikar sudah dibentangkan, jajanan pasar, godokan serta teh anget sebagai hidangan obrolan pagi di rumah yang sekitarnya dinaungi pohon-pohon besar sehingga rindang dan sejuk.
Cristiana yang dulu waktu SMA bertubuh bongsor, Prihatni dan Sinta sedang asyik ngobrol ngalur-ngidul mengenang masa lalu saat di SMA. Tak lama HP Hendro berdering yang ternyata dari Mbah Slamet.
 "Halooooo...wis tekang ngendi koe Mbah?"
Kelihatanya Hendro tidak paham ketika ditanya ancer-ancer rumah Sinta, dan Ia segera menyerahkan pada Suami Sinta yang tidak jauh dari sisi nya.
 "Aku gak dong je cah," kata Hendro sambil ketawa-ketawa sendiri, seperti biasanya.
 "Koe ki ketua, uo kudu ngerti sak kabahane," ujar Rohman
"Woooo.....wedhus koe Man. Hahahaha."
Tak lama kemudian Slamet datang mengendarai motor dengan membawa beberapa bungkus tiwul yang dipesan teman-temannya.
 "Gak bareng Masrukan po Mbah?" Tanya Nanok.
 "Ora, aku mau kudu mampir sek neng omahe wong tuone Ari. Winggi kan pesen tiwul."
Mendengar kata tiwul, Prihatni, Danang dan Rohman hampir bersamaan menayakan pesanannya.
 "Jo khawatir....wis tak gawakno kabeh sesuai pesanan."
Setali tiga uang dengan Mbah Slamet, Masrukan pun telpon untuk menanyakan dimana posisi rumah Sinta. Kali ini HP Rohman yang berdering.
 "Wis tekan ngendi Pak Kabid?"
 "Iki wis tekan Mesjid, trus nang endi Man?"
 "Koe lurus ae ke arah selatan Mesjid, ono gang masuk belok kiri. Aku tak metu wis." Sambil memegang HP, Rohman ke luar rumah dan tidak lama batang hidung Masrukan sudah kelihatan dengan mengendarai motor.
Setelah Masrukan memarkir motornya, Rohman ngomong, "koe enggko sing dari moderatore yo Kan? Kasih prolog dikit tentang maksud dan tujuan kita ke sini. Nanti sambutan oleh ketua dan terakhir do'a ben Mbah Slamet."
 "Asyiap Ndan!"
Setelah menikmati jajanan dan meneguk teh panas sambil mengobrol dengan suami Sinta, Masrukan dikode oleh Rohman untuk memulai acara.
 "Ehem..ehem..ehem..baik lah. Assalamu'alaikum wr.wb. Saya tadi ketiban sampur sebelum masuk rumah ini ditugasi Pak Rohman untuk memandu acara ini," kata Masrukan sambil senyum-senyum dan menatap Rohman.
 "Yo sampean kan Kepala TU, dadi wis kulino to mas? Hehehehe," ucap Rohman.
 "Kita nih sudah lama sekali berpisah, saya hitng-hitung ya sekitar 28 tahunan to dari saat kita lulus SMA tahun 1992?"
 "Yo.....yo....yo....." kata Hendro sambil manggut-manggut yang duduk persis di sebelah Masrukan.
 "Jadi, kalau ada teman kita yang begitu lulus trus menikah dan tidak lama punya anak, brati kan usia anaknya sudah sekitar 27 tahunan to?"
 "Sopo yo koncone dewe sing koyo ngono?" Tanya Mbah Slamet dan yang lainpun nampak berpikir keras apa yang ditanyakan Mbah Komeng itu.  Â
Lalu Masrukan melanjutkan,"Maksud saya, berarti kita kan sudah tua. Ada yang sudah beruban tidak hanya rambut di kepala, tapi juga alisnya seperti Mbah Komeng. Gigi gerahamnya Mas Nanok juga katanya sudah gigis sehingga waktu makan sate klatak di depan rumah saya dulu, dimamah dengan gigi depan dan tak lama ditelan, dll," ucap Masrukan tanpa ekspresi namun sangat lucu sehingga yang mendengar ketawa sampe terbahak-bahak.
 "Namun yang lebih penting dari kita, seyogyanya perilaku kita ya berubah ke arah yang lebih baik seiring bertambahnya umur. Ora njuk malah lebih parah dari saat kita masih SMA dulu. Bukan begitu Dro?' Sambil menepuk-nepuk paha Hendro dan semua pun ketawa terpingka-pingkal kembali.
 "Wetengku kenceng koyo kram ki cah," kata Danang yang gigi depannya tanggal satu.
Akhirnya rangkaian prosesi penyampaian tali kasih sebagai tanda tresno dari teman-teman kelas A.1.1 SMAN 7 Yogyakarta diwakili oleh Prihatni kepada Sinta mewakili keluarganya.
 "Terima kasih banyak atas perhatian teman-teman. Semoga tali kasih ini bermanfaat buat kami dan Allah mencatat amal baik teman-teman sekalian," kata Santi terbata-bata.
Sebelum mereka melanjutkan perjalanan berikutnya, hidangan pecel dan tempe garit sebagai menu makanan pagi pun keluar untuk dinikmati bersama.
 "Man fotonen tempe garite iki, trus up-load neng WAG. Musti Edi langsung komen," kata Danang.
 "Asyiap Ndan?"
Setelah foto bersama, perwakilan SMAVEN.1.1. pamit pada tuan rumah dan akan melanjutkan pada dua alamat berikutnya di rumah Tedi yang berada di dekat Madrasah Mualimat dan Tutik di Jl. Imogiri Barat, Mbantul.
 "Sorry, aku langsung ke kantor yo, WFO je dino iki. Eh Man, aku titip makanan buat anak-anaknya Tutik yo," kata Prihatni.
 "Asyiap. Ttdj Pri."
Rohman minta ditemani Nanok karena tidak tahu persis rumah Tedi, walaupun Ia sering ke daerah itu waktu anaknya sekolah di Madrasah Mualimat tiga tahun yang lalu. Hendro semobil dengan Danang membawa paket sembako. Sedangkan Cristiana, Masrukan dan Slamet naik motor.
 "Iki lewat endi Nok?" Tanya Rohman.
 "Lewat Bugisan wae trus tekan perempatan patangpuluhan belok kanan kearah omahe Yos ambek Dewi. Ketemu prapatan Benteng belok kiri tekan Parkir bis wisata sing arep do neng Kraton dan sekitarnya."
Perjalanan ditempuh sekitar jam sampai di gang sempit menuju kontrakan Tedi yang berdampingan dengan Mesjid. "Iki bingkisane sekalian digowo wae cah," kata Nanok.
Bingkisan berupa sekarung beras, satu dus mie instan dan satu paket dalam dus sembako dibawa bergantian, karena masuk kedalamnya lumayan jauh. Setelah istirahat sejenak untuk mengatur nafas dan tenaga, mereka sampai juga di kontrakan Tedi yang kebetulan istrinya sedang ngobrol dan duduk-duduk dengan ibu-ibu lainya di depan kontrakannya.
 "Pak Tedinya ada bu?" Tanya Nanok yang sudah kenal dengan istrinya.
 "Ada pak." Lalau Ia memangil suaminya,"Yah...Yah... ono tamu ki."
Kemudian keluarlah sosok tinggi besar dengan kacamata tebal dan sudah agak botak dengan baju batik."Weh konco-konco SMA ku ki Mah. Sui banget gak ketemu," sambil menyalami virsi protocol Covid19 satu satu dan berusaha mengingat-ingat nama mereka.
 "Ijik kelingan aku ra?" Tanya Slamet.
 "Ijih lah. Slamet to koe? Iki Nanok wingi dolan kene. Iki sopo yo.....? Ayok mlebu sek. Sempit-sempit gak popo yah?"
Mereka masuk ke kontrakan Tedi yang sederhana dan tidak lama teh anget dibawa putri pertama Tedi yang sekolah di SMK. "Duwur anakmu Ted," kata Hendro.
 "Iyo tiru bapake. Hehehehe."
Akhirnya Tedi setelah berusaha mengingat-ingat, hanya berhasil mengenal 1 lagi temanya, yaitu Masrukan. Sedangkan Hendro, Rohman, dan Cristiana sudah lupa.
Tak lama kemudian istri dan putrinya membawa hidangan soto sapi. "Aku k iwis wareg je cah. Mau nang omah wis sarapan trus ngone Santi yo madang meneh," kata Rohman.
 "Hooh podo," sambung Hendro.
 "Monggo sak entene njih. Iki ono krupuk gendar," kata Tedi mempersilahkan para tamunya.
Sambil menyantap soto sapi, Tedi bercerita bahwa dulu Ia sempat kuliah di Fakultas Peternakan UGM, namun tidak lulus karena beberapa hal. Salah satunya karena sering terlambat masuk kuliah dan ngantukan.
 "Aku ki mbiyen pake sepeda seko omah, trus akhire mangkat numpak bis kota. Lah sui-sui ngonthel ki kesel je seko kene tekan kampus UGM. lah pas numpak bis aku ki sering keturon, tangi-tangi wis adoh seko kampus. Lah kadang-kadang malah wis tekan terminal lama cedak umahe Bintarto kae loh cah. Yo wis to telat kuliah njuk mulih wae."
Teman-temanya ketawa mendengar pengakuan tedi."Wah eman-eman yo janjane. Mlebu UGM ki angel je," kata Masrukan.
 "Lah podo karo pak Kyai brati ted. Slamet ki lulus UMPTN juga masuk ke MIPA UGM," ujar Rohman menambahkan.
 "Bedo lah, aku kan gak ndaftar ulang, milih mondoka ae," jawab Slamet.
 "Lah sebabe ngopo je Ted, kok iso ngantuan?" Tanya Masrukan penasaran.
 "Mungkin faktor mata ku ki kan min e wis okeh tur silindris to?"
Setelah menyantap soto, acara pun digelar seperti di rumah Santi. Masrukan sebagai pengantar dan moderator. Rohman mewakili teman-teman menyerahkan tali kasih dan diakhiri dengan do'a bersama yang dipimpin oleh Mbah Slamet.
Mereka berfoto bersama dan melanjutkan tujuan terakhir ke rumah Tutik di Bantul.
Tedi mengantar teman-temanya sampai ke jalan raya. Dalam perjalan itu Ia berkata bahwa jika wisata normal, parkir di depan gang itu biasanya tidak boleh sembarang.
"Maksude mobil iso dibaret-baret, ngono ted?" Tanya Rohman yang langsung ingat mobilnya.
"Enggak gitu. Ya paling disuruh masuk ke parkiran yang resmi itu loh. Sepanjang pingir jalan kan ada tanda gerigi warna kuning dilarang parkir. Kalau sekarang kan lagi sepi. Jadi insyallah aman bro."
"Wo tak kiro. Tiwas degdegan cah."
Chistiana tidak bisa ikut ke rumah Tutik, karen ada pekerjaan di rumah. "Salam wae enggo Tutik yo cah."
Nanok masih mendampingi Rohman dan mengarahkan untuk terus ke selatan sampai ringroad selatan lalu belok kiri menuju Jl. Paris.
"Iki ngidule tekan kampus ISI, Nok?"
"Enggak yo."
Tidak lama dari bagjo perempatan Jl. Paris, Nanok meminta Rohman untuk menurunkan kecepatanya, karena sebentar lagi akan ambil kiri. Namun Nanok lupa pertigaan yang dimaksud.
"Weh iki Man."
Hampir saja bablas, dan Hendro yang persis dibelakanganya nampak ngedim, tanda protes kalau Rohman mengerem mendadak.
Setelah melewati jalan kampung dan persawahan, akhirnya sampai di dekat rumah Tutik. Sementara itu Masrukan dan Slamet sudah menunggu di teras sebuah mesjid di pingir jalan.
Tidak jauh dari Mesjid, mereka jalan kaki sekitar 300-an meter untuk menuju rumah Tutik. Seperti di rumah Tedi, mereka membopong paket sembako sebagai Tali kasih mereka.
"Assalmu'alaikum...."
Dari dalam rumah warna biru lalu ada suara perempuan menjawab, "Wa'alaikum salam."
Tutik dengan dua anaknya yang masih kecil menyambut teman-teman SMA dengan rasa haru. Rohman menyerahkan dua kresek makanan untuk anak-anak Tutik dari Prihatni.
"Iki titipane Prihatni, Tut."
"Lah Si Pri ne endi?" Nampak Ia berkaca-kaca tanda haru atas perhatian temannya itu.
"Pri kerjo dino iki, istilahe WFO, dadine ming iso ngone Santi mau isuk."
Mereka ngobrol seperti di dua tempat Sebelumnya. Dan dari obrolan itu, Tutik dikarunia lima anak laki-laki.
"Weh pandawa lima noh," kata Danang.
"Lah mbarepe kelas piro, Tut?" Tanya Slamet.
"STM."
"Podo anake Tedi," ucap Masrukan.
Masrukan memulai acara resminya seperti sebelumnya, Hendro yang mewakili untuk menyampaikan Tali Kasih kepada Tutik. Dan diakhiri dengan do'a bersama yang dipimpin oleh Slamet.
"Maturnuwun sanget atas bantuan dan perhatian teman-teman. Lemah teles, Gusti Allah ingkang mbales. Semoga perhatian dari teman-teman diterima amal baiknya dan dilapangkan riskinya."
"Aamiin," diucapkan bersama-sama menggema sak ruangan.
Tidak lama kemudian datanglah anak Tuti yang paling besar sambil membawa mie ayam porsi jumbo sebagai hidangan.
"Weh....Nang, syukuranmu ditunda wae. Iki wis wareg tenin je Nang," usul Nanok.
Danang dan teman-teman lainya pun setuju.
Mereka pulang ke rumah masing-masing setelah setengah hari menjalankan amanah dari teman-temannya baik yang berdomisili di Jawa maupun luar Jawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H