Mohon tunggu...
Leta Fadila Nur Rahma
Leta Fadila Nur Rahma Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Wakaf Indonesia

18 Maret 2024   02:23 Diperbarui: 18 Maret 2024   02:44 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum Wakaf Indonesia

Penulis: Adi Nur Rohman, SHI, M.Ag_Sugeng, SH, MH._Panti Rahayu, SH, MH, M.Kn._Putra Perdana Ahmad Saifulloh, SH, MH.

Reviewer: Leta Fadila Nur Rahma_222121088

Buku karangan Adi Nur Rohman, SHI, M.Ag_Sugeng, SH, MH._Panti Rahayu, SH, MH, M.Kn. dan Putra Perdana Ahmad Saifulloh, SH, MH. Yang berjudul “Hukum Wakaf Indonesia” mendeskripsikan tentang perwakafan. Pada bagian pertama berisi pndahuluan, bagian (2) kedua berisi pengerjaan wakaf, dasar hukum wakaf, unsur-unsur/rukun wakaf, harta benda wakaf, serta tujuan dan fungsi wakaf. Pada bagian (3) ketiga berisi tata cara pelaksanaan wakaf tanah, pendaftaran wakaf tanah milik, ikrar wakaf dan akta ikrar wakaf, penjabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW) dan yang terakhir tata cara pendaftaran wakaf.

Bagian pertama:

Pendahuluan

Perwakafan merupakan salah satu pedoman ajaran Islam yang menyangkut kehidupan umat dalam kaitannya dengan ibadah. Kehidupan masyarakat meliputi banyak tempat ibadah, panti asuhan dan pusat dakwah keagamaan yang didirikan di atas tanah wakaf. Wakaf adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan seorang wakif untuk menyisihkan dan/atau menghibahkan sebagian hartanya untuk dipergunakan tetap atau untuk jangka waktu tertentu guna kepentingannya untuk ibadah keagamaan dan/atau kesejahteraan umum menurut hukum syariah. 

Wakaf telah dikenal dan diamalkan umat Islam sejak masuknya Islam di Indonesia, dan juga menjadi salah satu pendukung perkembangan agama dan masyarakat Islam. Sebagai amal shaleh yang sangat dianjurkan dalam Islam, wakaf berperan penting dalam pemerataan kekayaan dan pengentasan kemiskinan. Jadi, jika wakaf dikelola dengan baik, pasti akan mendukung pembangunan di bidang ekonomi, agama, sosial, dan budaya.

Meskipun umat Islam sudah mengenal dan mempraktekkan wakaf sejak masuknya islam di Indonesia, namun nampaknya isu wakaf masih terus bermunculan di masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada awalnya hanya umat Islam yang secara pribadi menangani masalah wakaf, seolah-olah tidak ada kontrol khusus dan tidak ada intervensi dari pemerintah. Pemerintah pada awalnya tidak mengatur bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan harta bendanya, memelihara benda wakaf, dan mengelolanya dengan lebih efisien, nyaman, dan produktif.

Pada tahun 2004 pemerintah telah mengesahkan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf (UU Wakaf). Kemudian, untuk melengkapi aturan yang ada, diterbitkan peraturan pemerintah Nomor 42 tahun 2006 sebagai aturan pelaksana undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Pemerintah melalui Inpres nomor 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam telah mengeluarkan aturan bagi hakim peradilan agama di seluruh Indonesia diantaranya mengatur tentang wakaf semua peraturan perundangan tersebut dikeluarkan dalam rangka untuk memberikan payung hukum di dalam masalah perwakafan dan pengelolaannya.

Ada beberapa hal baru yang diatur dalam UU Wakaf bila dibandingkan dengan aturan-aturan sebelumnya. Salah satu perbedaannya antara lain, undang-undang ini mengatur tidak terbatas hanya pada wakaf tanah milik, tetapi membagi benda wakaf menjadi benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak contohnya hak atas tanah, bangunan atas bagian bangunan, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah, serta hak milik atas rumah susun. Sedangkan benda bergerak, contohnya adalah uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual dan hak sewa serta benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, masalah harta benda wakaf yang dalam aturan perwakafan sebelumnya hanya dibagi dalam harta benda wakaf tidak bergerak dan harta benda wakaf bergerak, maka dalam peraturan pemerintah tersebut telah diatur lebih rinci lagi. Jenis harta benda wakaf meliputi: 1) Benda tidak bergerak; 2) Benda bergerak selain uang; Dan 3) Benda bergerak berupa uang.

Bagian kedua: 

Pengertian Wakaf

Secara etimologis, wakaf berarti menahan, menghentikan atau berdiam diri. Dalam terminologi hukum Islam, wakaf diartikan sebagai suatu bentuk pelestarian hak milik ( al-áin) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedah dari suatu materi benda. Wakaf berupaya memberikan manfaat atau kegunaan harta yang dihibahka-duaepada orang yang berhak dan memanfaatkannya sesuai pedoman hukum agama Islam. UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf menyebutkan bahwa peranan wakaf adalah mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta wakaf dalam rangka ibadah dan peningkatan kesejahteraan umum.

Dasar Hukum Wakaf

Secara etimologis, wakaf berarti menahan, menghentikan atau berdiam diri. Dalam terminologi hukum Islam, wakaf diartikan sebagai suatu bentuk pelestarian hak milik ( al-áin) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedah dari suatu materi benda.

Di dalam Alquran, tidak ditemukan ayat yang secara khusus berbicara tentang wakaf. Namun, terdapat ayat-ayat yang secara umum menerangkan tentang konsep infaq, antara lain: (Q.S Al-Baqarah [2]: 261), (QS. Al-Baqarah [2]: 267), (QS. Ali Imran [3]: 92)

Adapun dasar wakaf menurut hadis yang sering dijadikan rujukan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah, Äpabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal; yaitu sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakan kedua orang tuanya.”

Di Indonesia, terdapat beberapa rujukan yang menjadi dasar pemberlakuan perwakafan, antara lain:

1.Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf;

2.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf;

3.Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2017;

4.Kompilasi Hukum Islam.

Unsur-unsur atau Rukun Wakaf1

1.Ada orang yang berwakaf (waqif)

2. Ada harta yang diwakafkan (mauquf)

3.Ada tempat kemana diwakafkan harta itu/tujuan wakaf (mauquf ‘alaih)

4.Ada akad/pernyataan wakaf (sighat)

5.Ada pengelola wakaf (nazhir)

6.Ada jangka waktu yang tidak terbatas

Harta Benda Wakaf

Pasal 15 UU Wakaf menyatakan, harta benda hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah.

Jenis harta benda wakaf, meliputi:

1.Benda tidak bergerak, yaitu:

a.Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;

b.Bangunan atau sebagian bangunan yang berdiri di atas tanah;

c.Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

d.Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e.Benda tidak bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.Benda bergerak, yaitu harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:

a.Uang;

b.Logam mulia;

c.Surat berharga;

d.Kendaraan;

e.Hak kekayaan intelektual;

f.Hak sewa;

g.Benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti mushaf, buku dan kitab.

Tujuan dan Fungsi Wakaf

Tujuan wakaf, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah untuk memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Ditegaskan juga dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, bahwa tujuan wakaf adalah untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Sedangkan fungsi wakaf, adalah untuk mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf serta untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dam untuk mewujudkan kesejahteraan umum.

Fungsi sosial dari perwakafan mempunyai arti bahwa penggunaan hak milik oleh seseorang harus memberi manfaat langsung atau tidak langsung kepada masyarakat. Dalam ajaran kepemilikan terhadap harta benda, agama Islam mengajarkan bahwa di dalamnya melekat hak fakir miskin yang harus diberikan oleh pemiliknya secara ikhlas kepada yang memerlukannya sesuai ketentuan yang telah ditentukan, diantaranya melalui zakat, infaq, shadaqah, hibah, dan wakaf.

Tata Cara Pelaksanaan Wakaf

Sehubungan dengan pelaksanaan perwakafan tanah milik, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 penerapannya tidak bisa dilepaskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, secara khusus telah mengatur sebagai berikut:

1.Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya piharuskan datang di hadapan Pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf;

2.Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama;

3.Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama;

4.Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembentukan Akta Ikrar Wakaf dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi;

5.Pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat tersebut, surat-surat berikut:

a.Sertifikat hak milik atau benda bukti pemilikan tanah lainnya;

b.Surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa;

c.Surat keterangan pendaftaran tanah;

d.Izin Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat;

Pendaftaran Wakaf Tanah Milik

Agar kepastian hukum lebih terjamin, pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia telah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang dilengkapi dengan peraturan pemerintah sebagai tindak lanjut dari aturan tersebut dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang memuat tentang pendaftaran tanah dan teknik penyelenggaraan pendaftaran tanah di negara kita.

Prinsip umum yang berhubungan dengan pendaftaran tanah telah diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA, yang meliputi:

1.Pengukuran, pemetakan, dan pembukaan tanah;

2.Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

3.Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat;

4.Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria;

5.Dalam peraturan pemerintah diatur biayabiaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Ikrar Wakaf dan Akta Ikrar Wakaf

Ikrar wakaf dilakukan oleh waqif kepada nazhir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Ikrar wakaf dapat dinyatakan secara lisan maupun tulisan. Dalam hal wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan dan tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, waqif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 orang saksi.

Dalam pasal 20 UU Wakaf, saksi dalam ikrar Wakaf harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1.Tanah;

2.Dewasa;

3.Beragama Islam;

4.Berakal sehat;

5.Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

Berdasarkan PP No 28 Tahun 1977 Pasal 2 ayat (2), dalam hal wakif tidak dapat menghadap PPAIW maka wakif dapat membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari Kepala Kantor Kementerian Agama setempat. Untuk melaksanakan Ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW. Akta Ikrar wakaf paling sedikit memuat:

1.Nama dan identitas wakif;

2.Nama dan identitas nazhir;

3.Data dan keterangan harta benda wakaf; dan

4.Jangka waktu wakaf.

Kemudian, Akta Ikrar Wakaf dibuat rangkap tiga, yaitu: Lembaran pertama disimpan oleh PPAIW, lembaran kedua dilampirkan pada surat permohonan endaftaran kepada bupati/walikota kepala daerah c.q. kepala Kantor Pertanahan setempat, dan Lembaran ketiga dikirim ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf tersebut.

Sedangkan salinan Akta Ikrar Wakaf dibuat rangkap empat, yaitu: Salinan lembar pertama disampaikan kepada Wakif, salinan lembar kedua disampaikan kepada Nazhir. Salinan lembar ketiga disampaikan kepada Kepala Kantor Departemen Agama setempat, dan Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa yang mewilayai tanah wakaf tersebut.

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)

Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) ditunjuk sebagai Pejabat Pembat Akta Ikrar wakaf dan administrasi perwakafan diselenggarakan oleh KUA Kecamatan. Bila dalam suatu kecamatan tidak ada KUA-nya maka Kepala Kanwil Kementerian Agama menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf di kecamatan tersebut. Pejabat Pembat Akta Ikrar Wakaf adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh Meteri Agama.

Tugas Pejabat Pembat Akta Ikrar Wakaf, antara Lain:

1.Meneliti kehendak Wakif;

2.Meneliti dan mengesahkan Nazhir atau anggota Nazhir yang baru;

3.Meneliti saksi ikrar wakaf;

4.Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf;;

5.Membuat Akta Ikrar Wakaf;

6.Menyampaikan Akta Ikrar Wakaf dan salinannya selambat lambatnya dalam waktu satu bulan sejak dibuatnya;

7.Menyelenggarakan daftar Akta Ikrar Wakaf; Menyimpan dan memelihara akta dan daftarnya;

8.Mengurus pendaftaran perwakafan.

Bagian ketiga:

Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2017 (Permen No. 2/2017) adalah ketentuan yang mengatur mengenai tata acara pendaftaran tanah wakaf. Permen No. 2/2017 berlaku pada tanggal 22 Februari 2017, dan dengan demikian mencabut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik, dan ketentuan persyaratan pendaftaran Tanah Wakaf sebagaimana diatur dalam Lampiran II Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

Berdasarkan Permen No. 2/2017 Tanah yang dapat diwakafkan adalah :

1.Tanah dengan hak milik atau tanah milik adat yang belum terdaftar;

2.Tanah dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Tanah Negara;

3.Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik;

4.Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dan Tanah Negara.

Ketentuan dalam Permen No. 2/2017 tersebut lebih luas cakupannya mengenai tanah wakaf yang dapat didaftarkan daripada peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6/1977. Tanah yang telah diwakafkan statusnya berubah menjadi benda wakaf terhitung sejak tanggal ikrar wakaf. Nazhir harus menyerahkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) kepada Kantor Pertanahan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan AIW dan APAIW. Tenggang waktu tersebut jauh lebih cepat dibandingkan dengan Peraturan Menteri dalam Negeri No 6/1977 yakni 3 (tiga) bulan.

Persyaratan dokumen yang harus diserahkan beragam, tergantung dengan status tanah yang akan didaftarkan, namun secara umum nazhir harus menyerahkan:

1.Surat permohonan pendaftaran atas tanah wakaf yang akan didaftarkan;

2.Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Ikrar Wakaf;

3.Surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari Kantor Urusan Agama tingkat kecamatan;

4.Surat pernyataan bahwa tanah yang akan didaftarkan tidak dalam keadaan sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan.

Selain itu masih terdapat dokumendokumen yang harus dilengkapi, namun tergantung dengan status tanah yang akan didaftarkan. Apabila akan mendaftarkan tanah dengan hak milik maka nazhir harus turut menyerahkan sertifikat hak milik dan surat ukur. Jika yang akan didaftarkan adalah tanah dengan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai di atas tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik, maka yang harus diserahkan selain dokumen umum seperti yang sudah disebutkan sebelumnya adalah, surat ukur, Sertifikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang bersangkutan dan surat izin pelepasan dari pemegang Hak Pengelolaan atau Hak Milik.

Setelah semua dokumen telah dilengkapi maka Kantor Kepala Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir, dan mencatat dalam Buku Tanah dan sertifikat Hak atas Tanah yang menyatakan bahwa Hak atas tanah tersebut telah dihapus berdasarkan AIW/APAIW dan telah diterbitkan Sertifikat Tanah Wakaf dengan detail sesuai dengan tanah yang didaftarkan.

Kelebihan buku:

Buku ini mampu membantu seseorang yang ingin belajar tentang wakaf dengan mudah karena sang penulis mampu membawakan inti dari buku ini dengan bahasa yang tidak sulit untuk dipahami. Ilmu yang disampaikan menggunakan bahasa santai yang besar kemungkinan mudah dimengerti oleh berbagai tingkat pembaca. Para orang tua baru yang belum memiliki banyak ilmu atau selama ini salah ilmu juga tidak akan merasa dihakimi saat membaca buku ini. Dan yang paling penting dalam kelebihan buku ini adalah menambah pengetahuan tentang wakaf, yang dulunya tidak tau apa itu wakaf dll, ketika membaca buku ini bisa paham, dan buku ini sangat komplit dalam pembahasannya secara detail jadi pembaca merasa senang dan puas. Cover buku ini sangat menarik karena pencampuran warnanya begitu indah.

Kekurangan buku:

Buku ini mempunyai cover yang tidak menarik, hal ini dapat menyebabkannya daya tarik pada pembaca menurun dikarenakan cover buku yang biasa saja. Apabila buku ini memiliki gambar tiap pembahasannya akan lebih mudah dipahami dandari gambar tersebut dapat menarik perhatian pembaca untuk membaca buku tersebut.

Kesimpulan

Wakaf berarti menahan, menghentikan atau berdiam diri. Dalam terminologi hukum Islam, wakaf diartikan sebagai suatu bentuk pelestarian hak milik ( al-áin) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedah dari suatu materi benda. Pada tahun 2004 pemerintah telah mengesahkan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf (UU Wakaf). Kemudian, untuk melengkapi aturan yang ada, diterbitkan peraturan pemerintah Nomor 42 tahun 2006 sebagai aturan pelaksana undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Pemerintah melalui Inpres nomor 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam telah mengeluarkan aturan bagi hakim peradilan agama di seluruh Indonesia diantaranya mengatur tentang wakaf semua peraturan perundangan tersebut dikeluarkan dalam rangka untuk memberikan payung hukum di dalam masalah perwakafan dan pengelolaannya. Dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, masalah harta benda wakaf yang dalam aturan perwakafan sebelumnya hanya dibagi dalam harta benda wakaf tidak bergerak dan harta benda wakaf bergerak, maka dalam peraturan pemerintah tersebut telah diatur lebih rinci lagi. Jenis harta benda wakaf meliputi: 1) Benda tidak bergerak; 2) Benda bergerak selain uang; Dan 3) Benda bergerak berupa uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun