Dengan mengamati konteks seperti ini, pengajar dan pemelajar BIPA dapat merenungkan keunikan budaya Indonesia dan perbedaannya dengan budaya lain, terutama budaya asli para pemelajar. Satu frasa lain yang mengandung makna wawasan Indonesia tentang pejabat sebagai orang yang harus dihormati atau disegani adalah: "Khususnya kala ketidakjujuran para pejabat negara" (Reshuffle: 53).
Selain makna pragmatik terkait budaya hierarki, ada contoh yang menyebut kepercayaan orang Indonesia, seperti: "Semua makhluk hidup ciptaan dan milik yang Mahakuasa" (Kadal: 28) -- terkait konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam budaya Pancasila (contoh budaya tidak terlihat karena terkait asumsi dan nilai moral).Â
Pancasila sendiri disebut langsung dalam puisi Tidak Pernah: "Yang hukum dasarnya adil merata, berdasar Pancasila" (190) dan pasti pemelajar butuh bahan ajar pengayaan atau tambahan untuk memahami sejarah dan arti pancasila. Terkait sejarah dan wawasan Indonesia ada banyak contoh lagi, termasuk pemahaman akan legenda dan mitos: "Memang benar dia itu bukanlah malaikat apalagi dewa" (Tidak Pernah: 191).
Berikut contoh-contoh lain: (1) "Dapat percaya pada tegak, merdeka, dan bebasnya KPK?" (Tidak Pernah: 191); (2) "Ini jargon teranyar kepala negara republik nusantara"; (Tidak Pernah: 190) -- konsep nusantara muncul satu kali dalam puisi ketiga dan lima kali dalam puisi pertama;Â
(3) "Yang kebetulan lebih akrab dengan lingkaran istana" (Reshuffle: 53) -- kata istana di sini mengandung makna geografis dan termasuk kategori budaya yang terlihat; yang dimaksudkan adalah Istana Merdeka di Jakarta, yang merupakan tempat kediaman resmi dan kantor Presiden Indonesia (contoh budaya terlihat); (4) "Duh...kepala negara, harapan insan anak bangsa" (Reshuffle: 54).
            3.6 Kontak bahasa
Kata serapan bisa dilihat dalam frasa, "Ini jargon teranyar kepala negara republik nusantara" (Tidak Pernah: 190), di mana kata jargon merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, dan anyar merupakan kata serapan dari bahasa Jawa,Â
dan dalam frasa "Guna mengangkat harkat martabat kaum tak berdaya" (Kadal: 27) di mana kata harkat, martabat dan kaum diambil dari bahasa Arab, sedangkan kata guna dan daya berasal dari bahasa Sanskerta.Â
Satu hal yang harus ditekankan adalah perbedaan antar-bahasa, seperti kata partai, dari "Termasuk menteri dari partai penguasa" (Reshuffle: 52). Kata partai muncul sebanyak tujuh kali dalam puisi Reshuffle dan tiga kali dalam puisi Tidak Pernah; kata partai adalah contoh perbedaan antar-bahasa, karena dalam bahasa Inggris partai termasuk kategori polisemi,Â
dengan arti pesta, dan kelompok, namun hanya salah satu dari kedua makna ini telah resap ke dalam bahasa Indonesia. Perbedaan seperti ini sangat bermanfaat sebagai bahan diskusi bagi pemelajar BIPA untuk lebih memahami penggunaan kosakata.
Contoh dari bahasa Sanskerta: (1) wibawa - Tetapi hukum akan tegak penuh wibawa (Tidak Pernah: 192); (2) percaya - Dapat percaya pada tegak, merdeka, dan bebasnya KPK? (Tidak Pernah: 192); (3) tersangka - "Biarkan semua ditindak, biar semua dijadikan tersangka" (Tidak Pernah: 191);Â