"Ya, Sayang?"
"Waktu itu, Bunda pernah bilang. Ayah meninggal karena masalah pernafasan. Sebenarnya Ayah sakit apa sih?"
Mendengarnya, Ayah Calvin tersenyum pahit. Bunda Manda pengarang hebat. Dibuatnya cerita kematian Ayah Calvin. Nyatanya, pria itu memang sakit. Tapi ia belum mati.
"Ada gumpalan darah beku di organ pernafasan Ayah."
Silvi menahan nafas. Refleks ia merapat.
"Tapi Ayah nggak apa-apa. Ayah sudah diobati. Jadi, Silvi nggak usah khawatir lagi ya..." Ayah Calvin berujar menenangkan.
Tetap saja Silvi menumpuk kecemasan di dasar hati. Ayahnya sungguhan sakit pernafasan. Pantas saja sejak hari pertama tiba di sini, Silvi sering memergoki Ayah Calvin tetiba terbatuk dengan frekuensi tak biasa untuk ukuran orang sehat.
Sebelum Silvi sempat banjir air mata, Ayah Calvin keburu menggendongnya ke kamar mandi. Waktunya mandi sore. Sesekali memandikan putrinya bukan ide buruk.
** Â Â
Ryan dan Ayah Calvin berjalan bersisian menuju gerbang perumahan. Di kanan-kiri mereka, tampak sejumlah bapak-bapak ngetop di lingkungan. Mereka inilah yang aktif di organigram pengurus RT dan RW. Ayah Calvin jadi pusat perhatian. Tak satu pun pria penghuni kompleks yang berkulit seputih dirinya, berbadan setinggi darinya, dan memakai jas. Tergeserlah posisi Ryan yang dulunya terlihat mencolok di masa-masa awal penghuni kompleks saling kenal.
"Eleuh-eleuh, suami Bu Manda kasep pisan. Bapak-bapak, jaga eta istrina. Kumaha atuh? Nanti mereka naksir Pak Calvin..." seloroh seorang pria berlogat Sunda. Jawa dan Sunda, etnis mayoritas penghuni kompleks.