"Sayang sekali tak kuambil krimmu lebih banyak." Ucapnya tenang, setenang desir Laut Mati.
"Calvin, ini soal bisnis katering! Apa jadinya bila aku memakai bahan kualitas rendah?"
"Bunda, jangan marahin Ayah terus. Aku yang salah kok. Aku yang nulis-nulis pakai krim ini," bela Silvi.
Yes. Silvi membelanya, Silvi membelanya! Bunda Manda mati gaya. Air mukanya kembali melembut.
"Sayang, Bunda nggak nyalahin Silvi."
"Iya. Tapi jangan marahin Ayah. Bunda baikan ya, sama Ayah."
Demi menarik simpati Silvi, Ayah Calvin memasang wajah sedih. Pose sedihnya teramat meyakinkan. Sampai-sampai Silvi menukas.
"Tuh kan, Bunda, Ayah sedih. Kalau Ayah sakit lagi gimana?"
Lain waktu Bunda Manda ingin mengetuk kepala suaminya dengan spatula. Dia anggap raut sok sedih di wajah tampan itu begitu memuakkan. Atau mungkin, memuntahi wajah innocent itu boleh juga. Mau tak mau Bunda Manda berbaikan dengan Ayah Calvin.
Ketika Bunda Manda kembali ke dapur, Silvi menggelosor di pangkuan Ayah Calvin. Tawanya kembali muncul saat sang ayah membelainya.
"Ayah..." panggil Silvi perlahan.