Ayah Calvin menerka rasa roti yang diberikan Bunda Manda sebagai bekal. Strawberry? Nanas? Nutella? Krim? Atau moka? Kini Ayah Calvin hafal rasa-rasa manis kesukaan anaknya.
Tiga menit berselang, didengarnya Silvi berpamitan. Bocah cantik itu berjalan meninggalkan rumah. Ah, Silvi sudah pergi. Mengapa terasa berat di sini? Sekolah Silvi lumayan jauh dari rumah. Kalau ditempuh jalan kaki, mungkin baru nanti sore dia sampai. Naik sepeda masih okelah. Namun, pagi ini Silvi akan mengandalkan bus sekolah.
Benarkah bus sekolah aman untuk Silvi?
Tengah sibuk mencemaskan putrinya, Ayah Calvin disadarkan oleh derap langkah ringan. Kian dekat, kian dekat, kian dekat. Disusul derit pintu. Bunda Manda memasuki kamar.
Wanita 32 tahun itu masuk tepat ketika Ayah Calvin memejamkan mata. Berpura-pura tidur, Ayah Calvin menanti apa yang hendak dilakukan istrinya. Berspekulasi atas kemungkinan terpahit.
Betapa kelirunya dia.
Tak ada hawa konfrontasi. Tak ada niat mengajak bertengkar. Alih-alih sikap negatif, Bunda Manda justru menyelimuti Ayah Calvin. Menyelipkan ujung-ujung kain tebal itu ke sisi tubuh. Sendu terpancar di mata kala memandangi wajah pucat Ayah Calvin.
"Kamu belum sembuh." Bunda Manda berbisik sedih.
Aku ingin engkau ada di sini
Menemaniku saat sepi
Menemaniku saat gundah