Jose mengangguk kaku. Mereka bertiga bergegas ke basement. Supir mereka telah menanti.
Di mobil, Arini meminta sesuatu pada kedua orang tuanya. Ia ingin liburan ke Macao seperti dua tahun lalu. Waktu itu Jose belum lumpuh. Ia membawa Arini dan Alea liburan singkat ke wilayah bekas jajahan Portugis. Jose memperkenalkan Ruins ST Paul, Senado Square, dan The Venetian Macao pada Arini. Dalam kunjungan sehari ke Macao, mereka sempat mencicipi egg tartnya yang terkenal.
"Hmmm...liburan?" ulang Jose sedih.
"Arini liburannya sama Bunda ya? Ayah nggak bisa ikut."
Wajah Arini membiru kecewa. Ditarik-tariknya lengan jas Jose.
"Nggak mau...Arini maunya liburan sama Bunda dan Ayah."
Pandangan putus asa Jose bertemu dengan pandangan lembut Alea. Wanita cantik itu memainkan jemari lentiknya. Apa pun keputusan Jose, dia ikuti. Joselah kepala keluarga, imam, dan pemimpin dalam rumah tangga.
Tawaran kaki palsu terus terngiang. Haruskah ia menerimanya? Jose tak perlu ragu. Kaki palsu diberikan oleh Calvin yang tulus menyayanginya.
Calvin? Jose ingat sesuatu. Hari ini, ia belum bertemu sepupunya. Sibuk dengan acara terima rapor membuat Jose lupa kebiasaan baru Calvin. Rivalnya itu mengunjunginya tiap hari. Membawakan bubuk teh dari berbagai negara, novel-novel perjalanan, dan kartu pos bergambar tempat-tempat eksotik di seluruh dunia. Calvin memotivasi Jose untuk bangkit kembali lewat panggilan traveling.
Sehari tanpa bujukan dan hadiah beraroma traveling membuat Jose rindu. Bagaimanakah keadaan sepupu terbaiknya? Apakah ia sehat dan baik-baik saja? Resah, Jose melirik ke langit suram berkabut.
Ponsel pintarnya bergetar sejak tadi. Menandakan banyaknya notifikasi. Ada ratusan chat. Semuanya dari WAG penghuni kompleks. Hati Jose mencelos saat scrolling ke atas. Grup menjadi gaduh gegara cerita Revan dan Chef Mutiara. Mereka mengabarkan sakitnya Calvin. Dengan bijak, mereka tidak menceritakan perbuatan Sivia.