Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Serial Calvin, Jose, Alea] Tiga Hati Berdarah

13 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 13 Juli 2019   06:02 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga Hati Berdarah

Satu, dua, tiga, empat kali jam berdentang. Dentang jam besar itu membangunkan Bunda Alea. Pagi yang masih terlalu muda, melahirkannya kembali.

Sesaat Bunda Alea tertegun. Mengapa ia ada di pelukan seseorang? Mengapa ranjang besar itu terisi tubuh lain? Oh tidak, ia lupa. Mulai sekarang, tidurnya tak lagi berteman sepi.

Hati Bunda Alea dirayapi desir halus. Semalaman Ayah Calvin memeluknya. Mendekapnya begitu hangat. Pelukan tanpa tendensi cinta seksual. Percayalah, masih ada bentuk cinta tanpa hasrat seks.


Ditatapnya wajah pendamping hidupnya lekat-lekat. Saat tertidur pun, Ayah Calvin tetap tampan. Wangi Blue Seduction yang sangat khas dari tubuhnya membelai hidung Bunda Alea. Tangan kanan Ayah Calvin melingkari leher Bunda Alea, menyiratkan perlindungan berbalut cinta platonis.

Cinta platonis? Ya, jenis cinta itu masih ada. Telah terpatri sebongkah janji. Ayah Calvin takkan menyentuh Bunda Alea. Soal hasrat meneruskan keturunan, sudah bukan masanya lagi. Bagi mereka, ikatan suci bukan untuk melegalkan seks.

Pelan Bunda Alea membisikkan terima kasih. Terima kasih pada mendiang Bunda Sivia yang telah mempercayakan malaikat tampan bermata sipit untuknya. Sepersekian menit dalam renungan, Bunda Alea tersadar. Jam empat pagi, bukankah waktu minum obat untuk suaminya?

Ia mencari cara. Ayah Calvin tak pernah memasang alarm, tak mudah juga dibangunkan. Membiarkan tubuhnya terlelap sesuai alarm biologis, begitulah pilihannya. Ok fine, harus memakai cara halus.

Lembut dan hati-hati, Bunda Alea melepas pelukan. Turun dari ranjang, balik kanan ke walking closet. Tangannya berkutat memilih-milih baju. Setelah menemukan baju yang dipilihnya, ia bergegas mandi. Membaluri kamar mandi, balkon, dan zona istirahat di kamar utama itu dengan wangi citrus yang menyegarkan.

Tak lama, Bunda Alea kembali ke tepi ranjang. Ia mencium kening Ayah Calvin. Menyisakan rambut yang masih basah dan tubuh segar. Wangi citrusnya berpadu dengan wangi Blue Seduction.

Voilet, cara halusnya berhasil. Ayah Calvin terbangun. Hati Bunda Alea melonjak gembira. Ingatannya melayang pada kisah Snow White dan Sleeping Beauty.

"Pagi ini aku dicium Princess," kata Ayah Calvin, menatap istrinya penuh arti.

Pipi Bunda Alea merona. Ia berpaling demi menutupi kekikukannya.

"Minum obat dulu, Sayang. Aku ambilkan ya."

Bunda Alea menyiapkan beberapa butir obat. Dituangkannya air putih ke dalam gelas. Dalam kepalanya, terngiang penjelasan Ayah Calvin tentang alasannya minum obat-obatan pengencer darah pada jam yang sama setiap hari. Semata demi kestabilan.

"Pelan-pelan..." Bunda Alea berbisik memperingatkan. Dia takut, takut Ayah Calvin memuntahkan kembali obatnya seperti beberapa minggu lalu.

Sakit bukan pilihan. Seperti kelahiran, tak ada yang bisa memilih hadirnya penyakit ke dalam jiwa-raga. Manusia normal mana pun takkan mau dengan senang hati menggantungkan hidupnya pada obat setiap hari.

Mendung menggelayuti hati Bunda Alea. Dibunuhnya mendung di hati dengan menonton film super pendek bertajuk The Other Pair. Sebuah film berdurasi empat menit yang berhasil merebut penghargaan Luxor.

"Sesuatu akan menjadi sempurna bila satu sama lain saling melengkapi, Alea." Ayah Calvin berujar tanpa diduga. Ia telah menghabiskan obatnya. Kini tatapannya tertuju ke layar, mengikuti jalannya film itu.

"Iya. Seperti kau dan aku..."

Lalu Bunda Alea bercerita kalau ia pernah menonton film ini di tengah kemacetan ibu kota dan kesibukan pertemuan kerja. Ayah Calvin mendengarkan dengan sedikit cemas. Akankah istrinya kembali tenggelam dalam kesibukan suatu saat nanti?

Prang!

Belum sempat tanya di hatinya memproses jawaban, suara benda pecah dari kamar sebelah memburainya. Tanpa kata, Ayah Calvin dan Bunda Alea bergegas ke kamar sebelah. Mereka terperangah mendapati Jose berlutut di karpet dengan tangan dan kaki berdarah.

"Ayah, Bunda, maaf..." erangnya.

"Kenapa, Sayang? Kenapa gelasnya bisa pecah begini?" tanya Bunda Alea, cepat-cepat menyingkirkan pecahan gelas.

"Tadi Jose kesakitan. Trus nggak sengaja pecahin gelasnya. Maaf ya, Bunda."

Tak ada gertak kemarahan. Tak ada teguran. Sungguh, yang ada hanya pengertian. Dua detik berselang, Jose telah berpindah ke pelukan Ayah Calvin.

"Nggak apa-apa, Sayangku. Ayah sering kok pecahin sesuatu." hiburnya.

"Mana yang sakit, Sayang? Oh ya, sini Bunda obati dulu lukanya."

Jose tenang di samping Ayah-Bundanya. Meski begitu, dia masih menyesali kondisi tubuhnya sendiri. Tubuhnya yang sekarang mudah sekali lelah dan sakit. Mengapa kelainan darah itu membawa banyak masalah?

"Sudah, jangan dipikirkan. Bagaimana kalau Ayah buatkan sandwich? Dengan salami, selada, dan tomat. Jose sama Bunda Alea mau?" tawar Ayah Calvin.

"Kamu dan Jose saja," tampik Bunda Alea halus.

"Kenapa?"

"Calvin, aku vegan. Sudah sebelas tahun."

**    

Seisi yayasan kagum dan iri. Kagum menyaksikan betapa serasinya keluarga kecil itu. Iri karena Ayah Calvin, Jose, dan Bunda Alea seperti keluarga ideal. Family goals, couple goals, atau sebutlah apa pun itu. Segala sesuatu yang begitu ideal ada pada kebersamaan mereka.

Ayah Calvin dan Bunda Alea mengantar Jose sampai di pintu kelas. Anak lelaki berparas tampan itu melempar senyum menawannya, mencium pipi Ayah-Bundanya, lalu bergabung bersama teman sekelasnya yang lain. Dengan bangga, diperlihatkannya pada mereka tentang keluarganya yang utuh dan sempurna.

Selamat tinggal kesendirian. Selamat jalan kesunyian. Lihatlah, kini Bunda Alea mendampingi Ayah Calvin mengajar. Ia duduk di bagian belakang kelas, tersenyum memperhatikan betapa sabar suaminya mengajar musik. Hati Bunda Alea meleleh melihat Ayah Calvin memeluk dan mencium murid-muridnya yang mungil itu.

Usai mengajar, Bunda Alea menemani Ayah Calvin di ruangannya. Ia membantu pekerjaan pria itu tanpa diminta. Sukses membuat sekretaris berwajah sensual di ruang depan itu gabut.

Teduh hati Ayah Calvin didampingi istrinya. Inilah yang ia cari: ketenangan, perhatian, dan kasih sayang. Ditemani saat mengajar, begitu indahnya.

Tapi...

Istana kebahagiaan di hati Ayah Calvin hancur berantakan.

Menjelang sore, tiga tamu masuk serabutan. Seorang rekan bisnis berperut gendut dan berkepala botak diikuti gadis kecil berkepang dua serta laki-laki muda berkemeja grey. Si gadis kecil patah-patah mengucap salam sambil menangis. Klien bisnis hanya tersenyum sekenanya. Laki-laki muda berkemeja menatapi Bunda Alea.

"Ada yang bisa saya bantu?" sambut Bunda Alea hangat, seolah tamu-tamu itu datang dengan sopan.

"Saya ingin menunjukkan proposal kerjasama..."

"Carol mau ketemu Ayah Calvin..."

"Aku datang untuk memenuhi janjiku, Alea."

Mereka berucap bersamaan. Risau Bunda Alea mendengarnya. Diliriknya ruangan sebelah.

"Calvin masih berdoa. Tunggu sebentar ya."

"Aku tidak mencari Calvin. Aku mencarimu, Alea."

Tamu-tamu ini sungguh ekspresif. Satu menggeram tak senang, satu menangis terisak-isak, satunya lagi merepet marah. Beruntung Ayah Calvin segera datang menyambut ketiga tamunya.

"Calvin, ada tiga tamu mencarimu. Siapa yang ingin kaulayani duluan?" tanya Bunda Alea, nada suaranya putus asa.

"Carol," jawab Ayah Calvin mantap. Sukses membuat si partner bisnis kian kesal. Wajah kapitalisnya mengerut murka.

Dengan kagum, Bunda Alea menyaksikan Ayah Calvin lebih mengutamakan muridnya. Tangan pria berjas hitam itu menghapus lembut air mata Carol. Ternyata anak kelas satu itu datang untuk mengadu. Anak lelaki bertubuh paling gemuk di kelasnya menarik rambut Carol.

"Carol...murid kesayangannya Ayah, jangan sedih ya. Rambut Carol tetap bagus. Jangan biarkan orang yang jahat sama kita semakin puas dengan air mata kita. Carol tetap muridnya Ayah yang cantik." ujar Ayah Calvin menenangkan.

Lagi-lagi Bunda Alea meleleh. Suaminya sungguh penyayang. Partner bisnis berwajah kapitalis menggeram jengkel. Si laki-laki muda berpura-pura muntah di belakang punggung Bunda Alea.

Urusan murid pun selesai. Ayah Calvin hanya membolak-balik sekilas lembar proposal yang diajukan relasi bisnisnya. Saat ini dia tak begitu peduli urusan bisnis. Memperhatikan para murid jauh lebih penting. Si rekan bisnis pergi dengan wajah beku.

Terakhir si tamu paling aneh. Laki-laki muda berkemeja grey itu mengaku mencintai Bunda Alea. Secara eksplisit dia menyatakan keinginannya menikahi Bunda Alea dan merebut wanita itu dari pelukan Ayah Calvin. Apa yang dilakukannya kelewatan. Namun, bukan baru sekali-dua kali pengganggu berusaha merubuhkan istana cinta.

"Siapa dia, Alea? Tadi kudengar dia menyebut-nyebut janji. Kau berjanji apa padanya?" Ayah Calvin menanyai istrinya, perih.

Si lelaki berkemeja grey telah pergi. Para karyawan yayasan membawanya paksa. Tamu yang datang dengan niat buruk harus disingkirkan.

"Dia...dia keponakan jauhku, Calvin. Waktu kecil, dia ingin menikahiku. Jelas aku tak mau. Sekarang pun tak mungkin." Bunda Alea menyahut perlahan.

Wajah Ayah Calvin berubah sendu. Kesedihan tercermin di matanya. Tidak, bukannya dia tidak tahu. Banyak pria yang menaruh hati pada istrinya. Walau Bunda Alea berulang kali meyakinkan bahwa hanya Ayah Calvin yang ada di hatinya, tetap saja kenyataan itu menyakitkan.

"Mungkin mereka menanti-nanti kematianku, Alea." bisik Ayah Calvin. Ia menekan dada, satu-dua kali terbatuk. Bunda Alea melihat noda darah.

"Nope. Dan jangan bicara tentang mati. Aku selalu mendoakanmu berumur panjang. Calvin, maaf...maafkan aku."

Bunda Alea tergugu. Bulir air matanya berjatuhan. Hatinya berdarah melihat kesedihan yang dingin tergurat di wajah suaminya.

Sejurus kemudian, Ayah Calvin bergerak ke arah upright piano. Dimainkannya instrumen musik itu dengan gundah.

Kau datang di saat aku tak sendiri

Namun kaupaksakan diri

Harus kuakui hati ini tak bisa menghalangi

Hadirnya dirimu

Ku dilema

Ku berada antara dua cinta

Cinta lama dan cinta yang kini ada

Haruskah ku mengakhiri

Relakan satu hati

Karena ku tak bisa

Terbagi ke dua cinta

Terlalu banyak hal indah bersamamu

Tapi kuanggap masa lalu

Dan engkau pun tahu

Aku telah bahagia dnegannya

Tak bisa kusudahi... (Calvin Jeremy-Dua Cinta).

Mendengar lagu itu, Bunda Alea kian terisak. Dia bisa merasakan kesedihan suaminya. Kesedihan yang bercampur dengan kesakitan. Sakit, sungguh sakit hati Ayah Calvin.

Gedoran di pintu ruangan mengalihkan perhatian mereka. Sekretaris bertubuh sensual terengah di ambang pintu. Rambutnya berantakan. Seraya menatap lurus mata Ayah Calvin, ia berucap kalut.

"Pak Direktur...Tuan Muda jatuh pingsan di kelasnya."

**   

Pelukan hangat Ayah-Bundanya sungguh meneguhkan. Lirih Jose meminta maaf. Sambil memohon maaf, dengan darah menetes dari hidungnya, Jose menyesal telah membuat Ayah-Bundanya khawatir.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Sayang." Ayah Calvin dan Bunda Alea berkata nyaris bersamaan.

Mereka saling tatap, kuyu. Demi Jose, mereka melupakan masalah hadirnya pihak ketiga. Namun...

"Jose sakitnya pas Ayah sama Bunda lagi ada masalah."

Ujaran innocent itu mengagetkan mereka. Sulitnya menipu perasaan seorang anak. Duka orang tua, duka anak pula.

Tiga hati berdarah di ruangan ini.

Hati Ayah Calvin berdarah karena takut kehilangan Bunda Alea.

Hati Jose berdarah karena Ayah-Bundanya saling mendiamkan dalam kesedihan.

Hati Bunda Alea berdarah mendapati kesedihan yang dingin di wajah suaminya.

Rupanya, kepedihan, masih belum mau menjauh dari mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun