Prang!
Belum sempat tanya di hatinya memproses jawaban, suara benda pecah dari kamar sebelah memburainya. Tanpa kata, Ayah Calvin dan Bunda Alea bergegas ke kamar sebelah. Mereka terperangah mendapati Jose berlutut di karpet dengan tangan dan kaki berdarah.
"Ayah, Bunda, maaf..." erangnya.
"Kenapa, Sayang? Kenapa gelasnya bisa pecah begini?" tanya Bunda Alea, cepat-cepat menyingkirkan pecahan gelas.
"Tadi Jose kesakitan. Trus nggak sengaja pecahin gelasnya. Maaf ya, Bunda."
Tak ada gertak kemarahan. Tak ada teguran. Sungguh, yang ada hanya pengertian. Dua detik berselang, Jose telah berpindah ke pelukan Ayah Calvin.
"Nggak apa-apa, Sayangku. Ayah sering kok pecahin sesuatu." hiburnya.
"Mana yang sakit, Sayang? Oh ya, sini Bunda obati dulu lukanya."
Jose tenang di samping Ayah-Bundanya. Meski begitu, dia masih menyesali kondisi tubuhnya sendiri. Tubuhnya yang sekarang mudah sekali lelah dan sakit. Mengapa kelainan darah itu membawa banyak masalah?
"Sudah, jangan dipikirkan. Bagaimana kalau Ayah buatkan sandwich? Dengan salami, selada, dan tomat. Jose sama Bunda Alea mau?" tawar Ayah Calvin.
"Kamu dan Jose saja," tampik Bunda Alea halus.