"Kenapa?"
"Calvin, aku vegan. Sudah sebelas tahun."
** Â Â
Seisi yayasan kagum dan iri. Kagum menyaksikan betapa serasinya keluarga kecil itu. Iri karena Ayah Calvin, Jose, dan Bunda Alea seperti keluarga ideal. Family goals, couple goals, atau sebutlah apa pun itu. Segala sesuatu yang begitu ideal ada pada kebersamaan mereka.
Ayah Calvin dan Bunda Alea mengantar Jose sampai di pintu kelas. Anak lelaki berparas tampan itu melempar senyum menawannya, mencium pipi Ayah-Bundanya, lalu bergabung bersama teman sekelasnya yang lain. Dengan bangga, diperlihatkannya pada mereka tentang keluarganya yang utuh dan sempurna.
Selamat tinggal kesendirian. Selamat jalan kesunyian. Lihatlah, kini Bunda Alea mendampingi Ayah Calvin mengajar. Ia duduk di bagian belakang kelas, tersenyum memperhatikan betapa sabar suaminya mengajar musik. Hati Bunda Alea meleleh melihat Ayah Calvin memeluk dan mencium murid-muridnya yang mungil itu.
Usai mengajar, Bunda Alea menemani Ayah Calvin di ruangannya. Ia membantu pekerjaan pria itu tanpa diminta. Sukses membuat sekretaris berwajah sensual di ruang depan itu gabut.
Teduh hati Ayah Calvin didampingi istrinya. Inilah yang ia cari: ketenangan, perhatian, dan kasih sayang. Ditemani saat mengajar, begitu indahnya.
Tapi...
Istana kebahagiaan di hati Ayah Calvin hancur berantakan.
Menjelang sore, tiga tamu masuk serabutan. Seorang rekan bisnis berperut gendut dan berkepala botak diikuti gadis kecil berkepang dua serta laki-laki muda berkemeja grey. Si gadis kecil patah-patah mengucap salam sambil menangis. Klien bisnis hanya tersenyum sekenanya. Laki-laki muda berkemeja menatapi Bunda Alea.