"Mau kemana? Biar saya antar."
Bukan kebetulan bila tujuan mereka sama. Selang tiga menit, mobil meluncur menuju gereja.
Gereja dipenuhi jemaat saat mereka tiba. Tuan Effendi dan Adeline duduk di barisan kursi paling depan. Misa berlangsung khidmat.
Usai Misa, Tuan Effendi menawari Adeline pulang bersama. Adeline menolak dengan halus. Ia ingin bicara dengan Pater.
"Saya tunggu kalau begitu," ujar Tuan Effendi, lalu kembali duduk.
Adeline menyerah. Dihampirinya Pater berambut keperakan itu. Sang Pater tengah sibuk menandatangani surat Baptis, membalas sapaan beberapa umat, dan berbincang dengan seorang Suster tentang rencana pemberian Komuni pertama untuk sejumlah anak di Paroki. Selesai dengan kesibukannya, Pater itu tersenyum pada Adeline dan mengajaknya ke Sakristi.
Entah mengapa, Tuan Effendi tergerak mengikuti Adeline. Hatinya memanggil untuk mengetahui apa yang akan dilakukan wanita bergaun pale blue itu. Diikutinya Adeline dalam jarak aman.
"Apa kamu ingin mengaku dosa?" tanya Pater itu membuka pembicaraan.
Sesaat Adeline ragu. Ia bergerak resah di kursinya. Wajahnya tegang, namun tekadnya bulat.
"Pater, saya mencintai seorang Muslim."
Sebuah pengakuan, pengakuan yang menggetarkan. Tuan Effendi langsung tahu siapa orangnya. Keberanian besar ketika Non-Muslim mengaku mencinta seorang Muslim di depan pemuka agamanya.