** Â Â Â
-Semesta Tuan Effendi-
Minggu pagi, Tuan Effendi bergegas ke gereja. Sejenak menyingkir dari intrik duniawi. Menyepi di rumah Tuhan.
Duduk nyaman di dalam mobilnya, Tuan Effendi kembali mengatur pikiran. Berusaha menetralisir kecemburuan. Cemburu lantaran sang anak lebih dekat dengan mantan tuannya.
Lihat saja ketika proses bone marrow puncture lima hari lalu. Siapa yang memeluk Calvin kala ia kesakitan? Siapa yang memberikan air mata dan doa-doa terbaiknya? Bahkan Tuan Effendi tak tahu kalau Calvin pergi ke rumah sakit untuk tes sumsum tulang.
Ironis, sangat ironis. Perasaan tertolak dan terabaikan menjajah hati. Hak Tuan Effendi sebagai ayah kandung terampas. Ingin memprotes, tapi tak bisa. Mana mungkin Tuan Effendi bersikap keras pada Calvin?
"Ya, Tuhan, dimana letak keadilanMu? Beri aku jalan agar bisa lebih dekat dengan anakku..." Tuan Effendi mendaraskan doa.
Rem mobil berdecit panjang. Pria berjas dark brown itu berteriak panik. Ia nyaris menabrak seorang wanita!
"Anda tidak apa-apa?" tanya Tuan Effendi dengan nafas memburu.
Saat si wanita berbalik, ia tersadar. "Adeline?"
"Anda Effendi, kan? Saya tidak apa-apa." Adeline berkata menenangkan.