Hati Adeline tergelitik pelan. Satu tangan memilin rambut coklatnya. Ekspresinya resah bercampur gembira.
"Aku juga berpikiran begitu. Assegaf, aku takut menjalani masa tua dalam kesepian. Kau tahu sendiri kan? Betapa sibuknya anak kita."
Ucapan Adeline dibenarkan mantan suaminya. Menjalani usia senja dalam sepi, sungguh tak enak. Tak mengapa bila sepi bukan karena kesepian. Masih terbukakah kemungkinan Abi Assegaf dan Adeline menua bersama?
** Â Â
-Semesta Tuan Effendi-
"Pak Effendi...maaf, maksudku...Papa mau kemana?" tanya Calvin canggung.
Tuan Effendi menggigit bibirnya masygul. Anak itu belum terbiasa memanggilnya Papa. Tetapi ia tak canggung memanggil Abi Assegaf dengan sebutan Abi.
"Ke gereja, My Dear. Mau ikut?"
"Tidak, Pa. Aku Muslim. Tapi aku mau kok antar Papa ke gereja."
Terpagut kekagetan hati ini mendengarnya. Ayah terbodoh di dunia, maki Tuan Effendi pada dirinya sendiri. Ayah mana yang tidak tahu agama anaknya? Demi Yesus yang tersalib dan bangkit lagi, dia baru tahu kalau Calvin memeluk Islam.
Pertanyaan berkejaran di benaknya. Mengapa Calvin memilih Islam? Bagaimana perjalanan spiritualnya? Sempatkah dia menghadapi perseteruan religius yang tajam? Namun ia tak kuasa menanyakannya. Biarlah, biarlah itu menjadi cerita Calvin.