Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[3 Pria, 3 Cinta, 3 Luka] Huruf Braille, Menua Bersama, dan Stop Basket

15 Februari 2019   06:00 Diperbarui: 15 Februari 2019   06:02 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati Adeline tergelitik pelan. Satu tangan memilin rambut coklatnya. Ekspresinya resah bercampur gembira.

"Aku juga berpikiran begitu. Assegaf, aku takut menjalani masa tua dalam kesepian. Kau tahu sendiri kan? Betapa sibuknya anak kita."

Ucapan Adeline dibenarkan mantan suaminya. Menjalani usia senja dalam sepi, sungguh tak enak. Tak mengapa bila sepi bukan karena kesepian. Masih terbukakah kemungkinan Abi Assegaf dan Adeline menua bersama?

**    

-Semesta Tuan Effendi-

"Pak Effendi...maaf, maksudku...Papa mau kemana?" tanya Calvin canggung.

Tuan Effendi menggigit bibirnya masygul. Anak itu belum terbiasa memanggilnya Papa. Tetapi ia tak canggung memanggil Abi Assegaf dengan sebutan Abi.

"Ke gereja, My Dear. Mau ikut?"

"Tidak, Pa. Aku Muslim. Tapi aku mau kok antar Papa ke gereja."

Terpagut kekagetan hati ini mendengarnya. Ayah terbodoh di dunia, maki Tuan Effendi pada dirinya sendiri. Ayah mana yang tidak tahu agama anaknya? Demi Yesus yang tersalib dan bangkit lagi, dia baru tahu kalau Calvin memeluk Islam.

Pertanyaan berkejaran di benaknya. Mengapa Calvin memilih Islam? Bagaimana perjalanan spiritualnya? Sempatkah dia menghadapi perseteruan religius yang tajam? Namun ia tak kuasa menanyakannya. Biarlah, biarlah itu menjadi cerita Calvin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun