Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Pedih di Balik Pohon Natal

16 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 16 Desember 2018   06:01 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ray Wiharja bermain musik tiga kali seminggu di Padma Wiharja Hotel. Ia pandai memainkan gitar, saksofon, keyboard, drum, bass, dan trombon. Tampil casual, itulah kesenangannya. Ray Wiharja paling anti pakaian rapi semacam jas atau tuxedo.

Diam-diam Syifa mencuri pandang ke arah Adica dan Ray Wiharja. Keduanya jelas sangat berbeda. Adica seseorang yang sangat preskriptif dan terstruktur. Pakaiannya harus rapi. Senang sekali tampil formal dengan jas-jas mahalnya. Adica mahir memainkan biola, instrumen musik yang tidak bisa dimainkan Ray Wiharja.

Bila Adica sangat perfeksionis dan pecinta peraturan, Ray Wiharja justru pelanggar peraturan. Baginya, peraturan dibuat untuk dilanggar. Terbukti dengan seringnya ia datang terlambat ke kampus. Belum lagi gaya berpakaian dan gaya rambutnya.

Lihatlah saat mereka bersalaman. Adica cepat-cepat menarik tangannya. Ray Wiharja tersenyum lebar. Ia bersikap normal, seolah tak pernah mengatai Adica punya Granulomatosis Wegener.

"Sudah musuhannya?" tanya Syifa waswas.

"Dia duluan yang mulai," kata Adica dingin.

"Siapa yang menyebut-nyebut penyakitku dan mempengaruhi Syifa?"

Ray Wiharja mengangkat tangannya, tersenyum makin lebar. "Kenyataan, kan? Kamu memang sakit. Masa sahabat cantikku pasangannya sakit-sakitan sih?"

"Aku memang sakit, tapi aku masih bisa membahagiakan Syifa."

Tenang dan dingin, kombinasi memikat dari anak angkat Abi Assegaf. Lampu kewaspadaan Syifa belum mati juga.

Senyum meremehkan bermain di bibir Ray Wiharja. Benarkah kau mampu? Begitu maknanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun