Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Pedih di Balik Pohon Natal

16 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 16 Desember 2018   06:01 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa kagetnya si pelayan sebab diperhatikan Abi Assegaf. Dia tertunduk, memain-mainkan syalnya. Lalu menunjuk pohon Natal yang terpasang di dekat kolam kecil.

"Saya Muslim..." Ia mulai bercerita.

"Demi keluarga, saya bekerja keras di sini. Saya sedih karena terpaksa memakai atribut Natal. Selain itu, saya harus memasang pohon Natal. Saat memasang pohon Natal, saya teringat Ibu di kampung. Rasanya ironis sekali ya. Saya bisa membantu pasang pohon Natal, tapi saya tak bisa bantu Ibu membuat ketupat saat Lebaran."

Potret ironi kehidupan. Tersentuh hati Abi Assegaf mendengarnya. Bahkan, perhatian Adi Renaldi terpecah. Tertangkap kesedihan Muslim kesepian di tengah gemerlap suasana Natal.

Susah payah Adi Renaldi menjaga profesionalitasnya. Walau berempati, tapi ia masih terikat durasi pekerjaan. 15 menit berlalu dengan cepat. Begitu siaran Dialog Olahraga berakhir...

"Renaldi, temani aku ke ruangan Andreas. Aku ingin bicara dengannya."

"Ok. Ayo berdiri. Pelan-pelan..."

Dua tangan kokoh Adi Renaldi menopang berat tubuh Abi Assegaf. Reporter bertubuhatletis itu menemani Abi Assegaf ke ruangan Andreas Wiharja.

Pemilik hotel itu tak menyangka Abi Assegaf datang ke ruangannya. Laporan-laporan yang harus ditandatangani ia tinggalkan begitu saja.

"Ada apa, Assegaf? Ada apa?" tanyanya ramah, ramah sekali.

Abi Assegaf menatap mata sipitnya lurus, ekspresi wajahnya serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun